Posts

Showing posts from August, 2015

5th Spiral: Midnight Ship

Kata orang hujan itu membawa berkah. Kurasa sih begitu ... kalau turunnya di tempat lain, bukan di Jakarta. Di kota Megapolitan ini hujan lebat selama beberapa jam berturut-turut tidak pernah gagal membawa masalah. Air yang tumpah dari langit, tidak bisa lagi ditahan oleh aliran sungai yang menyempit dan tergusur oleh megahnya bangunan-bangunan kota Jakarta. Lahan-lahan hijau yang dulunya berfungsi bagaikan spons, kini sudah tertutup oleh lapisan aspal dan beton tebal. Pohon-pohon yang dengan senang hati menyerap kelebihan air, sudah lama sekali hilang dan digantikan oleh gedung-gedung pencakar langit. Tentu saja akibatnya sudah tidak perlu ditanyakan lagi. Banjir. Hampir setiap beberapa tahun sekali Jakarta selalu lumpuh akibat banjir yang melanda sebagian besar wilayahnya. Genangan air yang bertahan berhari-hari di berbagai sudut kota seolah mengingatkan penduduknya akan wujud asli kota ini sebelum manusia datang. Aliran sungai-sungai yang telah lama hilang dan terlupa

Extra Adventure II: Piece of Memory

Sejauh mata memandang, yang bisa dilihat Celes hanyalah deretan pepohonan dan semak belukar yang tumbuh lebat di antara reruntuhan bangunan. Kedua matanya yang berwarna keemasan dengan seksama meneliti kondisi sekitarnya, sementara kedua telinganya yang tajam selalu siaga untuk mendeteksi bahaya yang mendekat. Wajar saja dia bersikap siaga, sebab di dalam hutan reruntuhan kota semacam ini, sering kali berdiam makhluk-makhluk buas yang muncul sebagai efek samping Catastrophy yang terjadi lebih dari 600 tahun lalu. Sejak bencana misterius itu terjadi, dunia yang dikenal Celes berubah drastis. Manusia yang dulu menguasai Bumi, kini musnah tanpa sebab yang jelas. Tidak banyak yang tersisa dari mereka, kecuali bekas-bekas kejayaan mereka di masa lalu. Beberapa bekas kejayaan itu tetap hidup dan membuat sebuah kota besar di sisi lain benua ini. Sisanya hidup tersebar sebagai mutan dan robot liar yang berbahaya. “Ketemu enggak?” Celes menoleh ke arah gadis kecil bertelinga dan be

Everyday Adventure X

Everyday Adventure X (Sahabat) Buggy merayap melintasi jaringan pipa-pipa logam yang terbentang sepanjang puluhan kilometer di bawah kota Bravaga. Robot dengan wujud mirip kecoa raksasa itu sesekali berhenti dan memeriksa kondisi kabel serat optik yang berada tepat di tengah pipa logam yang sedang dia jelajahi. Beberapa kali dia juga sempat memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil yang mulai terlihat di jaringan kabel yang sudah berumur ratusan tahun itu. Sebagai robot yang dirancang untuk melakukan perbaikan di area yang sulit dijangkau robot lainnya, setiap beberapa hari sekali Buggy dan teman-temannya melakukan penjelajahan menembus labirin pipa dan terowongan di bawah kota Bravaga. Meskipun tugasnya terkesan sepele, tapi kerusakan-kerusakan kecil di jaringan pipa seperti ini dapat berakibat fatal. Bayangkan saja bila kerusakan itu terjadi di jaringan pipa energi. Kalau tidak segera diperbaiki, bisa-bisa kerusakan kecil itu kelak akan menimbulkan masalah besar. “Buggy, su

4th Spiral: Forgotten Scenery

“Jadi kau bilang kalau ikan peliharaanmu bisa bicara?” “Yap.” “Dan kau melihat pemandangan alam kota Bekasi sebelum jadi pemukiman padat penduduk seperti ini?” “Yap.” “Dan kau pikir kau masih waras?” “Tentu saja. Kalau tidak aku pasti sudah berkeliaran bersama puluhan pasien sakit jiwa lainnya di RSJ sana.” “Orang gila biasanya tidak merasa kalau dia gila kan?” Aku menepuk pundak pria berambut cepak di sampingku. Namanya Irvan dan kami berdua bekerja di bawah perusahaan yang sama, perusahaan kurir kilat khusus yang beroperasi di sekitar kota Jakarta. Aku mengenalnya sejak pertama kali aku bekerja di perusahaan, dan itu tiga tahun yang lalu. Dan sejauh yang kutahu, Irvan adalah orang yang masih mau mendengarkan ceritaku dengan (agak) sedikit sabar ... meskipun dia tidak pernah berhenti mempertanyakan tingkat kewarasanku. Seperti sekarang misalnya. “Aku yakin aku tidak bermimpi. Dan kau boleh lihat ikan hitam yang kuterima dari kakek misterius di pinggiran BKT wakt

3rd Spiral: Beyond The Coffee Taste

Sore hari. Matahari baru saja terbenam dan hari pun mulai gelap, namun itu semua tidak menghentikan derap kehidupan yang nyaris tanpa henti di kota Jakarta. Teriknya sinar matahari yang telah menghilang, dengan sigap telah digantikan oleh gemerlap lampu-lampu kota yang terkadang kelewat terang, hingga mengalahkan cahaya dingin bulan purnama di atas sana. Itu belum ditambah dengan sinar lampu ratusan –kalau tidak ribuan– kendaraan yang terjebak macet di hampir sebagian besar jalanan ibukota. Bagaikan barisan kunang-kunang, kendaraan dengan berbagai jenis memadati jalanan dan bergerak perlahan, nyaris dengan ritme lambat yang teratur. Rush hour kedua. Saat di mana warga yang sebagian besar tinggal di kota-kota satelit sekitar Jakarta, berjuang untuk bisa kembali ke rumah masing-masing sebelum larut malam. Saat di mana banyak dari mereka harus menempuh berjam-jam perjalanan penuh kemacetan sebelum akhirnya bisa kembali ke rumah masing-masing. Biasanya sih aku juga jadi bagia