Everyday Adventure XV: Time Capsule



Maria berjalan melewati kerimbunan hutan yang kembali menguasai kota yang telah ditinggalkan penghuninya. Gynoid berambut hitam itu sesekali berhenti untuk mengamati rumpun bunga liar yang tumbuh di sisi jalan-jalan kuno kota.
Sejak manusia punah lebih dari 500 tahun yang lalu, alam sudah kembali menguasai reruntuhan kota yang terletak di sisi barat Bravaga. Berbagai jenis tumbuhan, termasuk tumbuhan berjalan atau Travelling Tree, saat ini tumbuh lebat dan menutupi reruntuhan bangunan beton dan logam buatan manusia. Tidak hanya itu, beberapa hewan kecil yang berhasil selamat dari Catastrophy, serta berbagai jenis Backpacker sesekali terlihat melintas atau menjulurkan kepala karena penasaran, sebelum kembali menghilang ke kerimbunan hutan.
Berbeda dengan hutan di sisi lainnya, hutan barat di luar kota Bravaga ini adalah area yang relatif aman, terutama karena keberadaan Mei sebagai pengawas hutan. Meskipun demikian, Ryouta tetap memperingatkan Maria agar tidak pergi terlalu jauh melewati batas pengawasan Mei.
Soalnya meski tubuh Space Battleship milik Mei bisa mendeteksi bahaya, tapi tetap saja lingkup pengawasannya terbatas. Ada lebih banyak area yang tidak terlindung oleh Mei dan sensor-sensor canggihnya itu.
Sebenarnya mau diperingatkan seperti apa pun, sekali Maria berniat melakukan sesuatu, dia pasti akan melakukannya. Dan kali ini, dia punya alasan bagus untuk pergi ke hutan barat ketimbang sekedar iseng.
Entah apa sebabnya, kompas aneh yang diterimanya di kafe misterius bernama Shelter 19 waktu itu kini bertingkah aneh.
Biasanya kompas itu hanya akan memperdengarkan suara senandung merdu dalam bahasa yang tidak dikenali Maria, tapi kali ini sebuah anak panah holografis muncul dan melayang di atas kompas itu. Karena penasaran, sejak pagi tadi Maria mengikuti arah yang dituju anak panah itu, dan membawanya sampai di hutan barat ini.
“Sebenarnya panah itu nunjuk ke mana sih?”
Buggy bertanya sembari merayap ke pundak Maria. Seperti biasanya, robot berbentuk kecoak raksasa itu juga ikut bertualang bersama Maria dan kebetulan hari ini dia juga sedang tidak ada pekerjaan lain.
“Entah ya,” sahut Maria dengan polosnya. “Tapi ke mana pun tujuan akhirnya, pastinya ada sesuatu yang seru deh!”
Kedua mata Buggy yang bulat langsung berbinar-binar.
“Sayang Ryouta enggak ikut. Padahal kalau ada dia kan jadi lebih seru,” komentar Buggy. Tapi dia lalu segera menambahkan dengan nada datar. “Yah, tapi dia pasti gak bakalan mau diajak menjelajah begini sih. Pastinya dia akan bilang ini terlalu berbahaya buat kita.”
Maria mengangguk sambil nyengir lebar. Tadinya dia ingin Ryouta ikut menemani petualangannya, tapi android bertubuh besar itu masih harus kerja keras membantu memperbaiki kota Bravaga paska hujan meteor beberapa waktu lalu.
“Hutan di sini semakin rimbun saja.” Buggy berkomentar setelah mengamati pemandangan di sekelilingnya. “Padahal terakhir kali aku ke sini, enggak seperti ini loh.”
Maria ikut mengamati hutan di sekitarnya. Buggy benar. Area ini benar-benar sudah berubah jadi hutan belantara. Nyaris tidak terlihat lagi bangkai-bangkai kendaraan yang berserakan di jalanan, atau gedung-gedung yang setengah roboh. Semuanya sudah tertutup oleh kerimbunan hutan yang tumbuh begitu subur, seolah alam berusaha secepat mungkin menghapuskan jejak manusia yang dulu menjajah tempat ini.
“Hei! Panahnya berubah bentuk tuh!”
Mendengar itu, Maria langsung mengalihkan pandangan ke kompas logam di tangannya. Benar kata Buggy, bentuk anak panah holografis di kompas yang dia pegang itu kini berubah menjadi lebih rumit. Lantunan musik yang keluar dari alat itu juga sudah berubah menjadi lebih bertenaga dan terdengar bersemangat.
“Sepertinya kita sudah dekat nih!”
Maria langsung bersemangat dan mempercepat langkahnya. Tanpa ragu, dia menembus semak-semak yang menghalangi jalan demi mengikuti petunjuk anak panah di kompasnya.
Selama beberapa saat, gynoid berambut hitam itu berjuang menerobos kerimbunan semak berduri yang tumbuh lebat dan menghalangi jalannya. Beberapa Travelling Tree kecil langsung bergerak menyingkir dari jalur Maria. Tumbuhan-tumbuhan yang bisa bergerak itu sekilas tampak kesal dengan perbuatan gynoid itu.
Setelah menembus kerimbunan selama beberapa menit, tiba-tiba saja Maria berhadapan dengan area terbuka yang luas.
“Whoa!”
“Wow!”
Maria dan Buggy berseru kagum sekaligus kaget melihat hutan yang tadi menyelimuti mereka, kini digantikan oleh petak-petak bekas kebakaran hebat. Kawah-kawah dengan berbagai ukuran juga tersebar di hadapan mereka.
Untungnya api yang membakar kawasan ini sudah padam dan hanya meninggalkan jejak-jejak berupa semak-semak dan pohon yang berwarna kehitaman karena bekas terbakar.
“Sepertinya efek hujan meteor waktu itu juga sampai ke sini.” Buggy bergumam sambil melayang mengitari sebuah kawah kecil di depan Maria. Kedua matanya yang tajam langsung mengamati bekas-bekas tumbuhan yang terbakar di sekelilingnya. “Untung saja kebakarannya tidak sampai merambat ke mana-mana.”
Maria mengabaikan ucapan Buggy karena anak panah di kompasnya kini menunjuk ke arah salah satu kawah yang berada tidak jauh di depannya. Tanpa ragu-ragu, Maria bergegas menuju ke arah yang ditunjuk kompas logamnya itu. Begitu sampai di dasar kawah, tiba-tiba saja kompas milik Maria berhenti bekerja.
Benda misterius itu kini diam begitu saja.
“Kok kompasnya berhenti?” Buggy bertanya sambil mendarat di atas kepala Maria.
“Entah. Tiba-tiba saja suara sama hologramnya hilang. Aneh sekali.”
Maria mengetuk-ngetukkan jarinya di atas kompas miliknya itu, dengan harapan benda itu akan bekerja lagi. Tapi usahanya sia-sia, benda itu kini benar-benar berhenti bekerja.
Sambil menghela nafas panjang, Maria memandang ke sekelilingnya. Pastinya ada sesuatu di sekitar sini yang membuat kompas itu menuntunnya ke sini. Alat itu juga sepertinya berhenti bekerja begitu Maria sampai di tempat yang harus dia kunjungi.
“Hei! Apa itu?” Buggy mendadak melompat turun dan mendarat di dasar kawah. Dia lalu mulai menggali dan menyingkirkan tanah yang menimbun sebuah benda bulat yang sepertinya terbuat dari logam. “Benda apaan nih?”
Maria buru-buru menyimpan kompasnya di saku, kemudian menghampiri Buggy. Selama beberapa saat, dia memperhatikan benda logam yang masih setengah tertanam di tanah itu. Tampaknya benda itu jatuh dari luar angkasa dan mendarat di hutan ini bersama meteorit yang jatuh beberapa waktu lalu.
Sejenak Maria ragu untuk menyentuh bola logam itu. Soalnya dia sama sekali tidak tahu benda apa itu. Bisa saja itu benda berbahaya yang seharusnya tidak boleh disentuh, seperti bom misalnya.
“Buggy, kau punya pemindai energi kan? Coba dipakai deh,” ujar Maria pada temannya itu. “Jangan-jangan itu bom atau ranjau!”
“Serahkan padaku!”
Buggy menyahut sambil mengaktifkan pemindai energi miliknya itu. Butuh waktu beberapa detik bagi sistemnya untuk memproses data yang dia terima, kemudian menyimpulkan kalau benda itu tidak berbahaya. Setidaknya tidak ada sumber energi besar di dalam benda itu, meskipun permukaan bola logam itu dipenuhi bekas-bekas radiasi kosmik.
“Aman. Sepertinya ini bukan benda berbahaya. Banyak jejak radiasi kosmik, tapi yang jelas ini bukan bom.” Buggy melaporkan sambil berlagak memberi hormat kepada Maria dengan satu kakinya. “Laporan selesai~!”
Maria nyengir lebar, kemudian mengangkat bola logam yang setengah tertanam di tanah itu. Di luar dugaannya, benda aneh jauh lebih berat dari kelihatannya dan terasa sangat kokoh. Meskipun permukaannya yang terbuat dari logam terlihat meleleh bekas gesekan dengan atmosfer, tapi sepertinya keseluruhan benda itu masih utuh.
Maria kemudian menyadari kalau pola-pola yang menyelimuti permukaan bola logam itu bukan sekedar bekas lelehan logam biasa. Ada bentuk-bentuk mirip peta dunia, namun dengan formasi benua dan pulau yang agak asing baginya.
“Ini apa ya?” Maria bertanya-tanya sambil mengamati seluruh permukaan bola yang dipegangnya itu. Dia lalu melihat ada guratan tulisan di salah satu sisi bola itu. “K.E.O.? Apa artinya itu?”
Buggy memiringkan tubuhnya.
“Entah deh,” balasnya. Mendadak Buggy mendongak ke atas dan menyadari kalau langit mulai mendung. “Eh, sebaiknya kita pulang. Sepertinya cuaca bakalan berubah lagi tuh. Jangan sampai kita kena Kabut Elektrik seperti waktu itu!”
Kali ini Maria mengangguk dan tidak membantah lagi. Dia tidak mau tersesat lagi dalam badai Kabut Elektrik seperti waktu itu. Dulu Maria dan Buggy memang bisa selamat dari badai penyebab distorsi ruang-waktu itu, tapi lain kali mereka mungkin saja tidak seberuntung waktu itu.
Sambil bertanya-tanya, Maria bergegas kembali ke kota Bravaga sambil membawa bola logam KEO itu di pelukannya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu Ryouta untuk menunjukkan benda yang dia temukan di hutan itu. Maria berharap temannya itu mengenali benda bertulisan KEO itu dan bisa menjelaskan apa fungsinya.
Sambil memikirkan itu, senyum lebar pun menghiasi wajah Maria.
Pasti bakalan seru nih!

****


Ryouta berdiri di depan puing-puing beton yang tadinya adalah sebuah apartemen tua berusia ratusan tahun. Bangunan yang dulu berdiri di salah satu sudut kota Bravaga itu kini sudah hancur, atau lebih tepatnya, terpaksa dihancurkan.
Hujan meteor yang jatuh di kota Bravaga beberapa waktu lalu, telah merusak fondasi bangunan yang tadinya merupakan tempat tinggal Ryouta. Meskipun sempat diperbaiki tapi hasil inspeksi terbaru menyatakan kalau bangunan itu sudah tidak layak untuk dipakai dan harus dihancurkan, kemudian bisa dibangun lagi dari awal.
Berat rasanya bagi android besar itu untuk merobohkan rumahnya sendiri, tapi apa boleh buat, kerusakannya sudah terlalu parah.
Selain Ryouta, sebenarnya ada puluhan robot lain yang sama-sama merasa kehilangan tempat tinggalnya. Tapi proses penghancuran bangunan itu adalah keputusan bersama dari semua penghuni apartemen kuno itu. Jadi tidak ada yang protes ketika Ryouta dan beberapa robot konstruksi lainnya beraksi meruntuhkan apartemen tua itu.
Hanya butuh waktu beberapa jam saja bagi Ryouta dan teman-temannya untuk menghancurkan bangunan yang telah berdiri selama ratusan tahun itu.
“Tidak usah sedih begitu, nanti juga kau betah tinggal di tempat baru.” Arslan yang berdiri di samping Ryouta menepuk bahu android bermata satu itu. “Lagi pula apartemenmu yang sekarang jauh lebih luas dari yang lama. Kamar lamamu itu benar-benar sempit, tidak sesuai dengan ukuran tubuhmu.”
Ryouta menghela nafas. Memang benar kamar lamanya itu terasa sempit dan sesak, terutama karena tubuhnya yang terlalu besar. Masalahnya tempat itu telah dia tinggali sejak dirinya dibangunkan oleh Mother nyaris dua abad yang lalu. Terlalu banyak kenangan yang ada di dalam kamar sempit itu.
“Kau benar juga. Toh bangunan itu juga sudah terlalu tua untuk dibiarkan terus berdiri,” ujar Ryouta. “Dan...”
“RYOUTA~~~!”
Ucapan Ryouta mendadak terpotong oleh seruan nyaring Maria yang tiba-tiba saja menubruknya dari belakang. Untung tubuh Ryouta jauh lebih berat dan kokoh dibandingkan Maria, sehingga dia dengan mudah menyeimbangkan diri, kemudian segera berbalik menghadap robot gadis usil itu.
“Kali ini apa?” tanya Ryouta dengan nada ketus. “Ada masalah apa lagi?”
Ucapan Ryouta langsung membuat Maria merengut kesal. Tapi sikap Ryouta memang beralasan. Entah sudah berapa kali Maria lari mencarinya karena dia terlibat suatu masalah, atau akan segera terlibat dengan hal-hal yang merepotkan.
“Huh! Memangnya aku selalu membuat masalah?” balas Maria sambil mencibir ke arah Ryouta.
“Baru dua hari lalu pemilik toko energi di seberang sana protes padaku. Dia bilang ‘Maria beraksi lagi’.”
Ryouta membalas ucapan Maria sambil menunjuk ke bangunan tua di ujung jalan. Seketika itu juga Maria langsung memasang tampang memelas, tapi itu tidak membuat sikap Ryouta melunak.
“Jadi? Mau apa lagi sekarang?” tanya Ryouta lagi.
“Ini!” Maria mengabaikan pertanyaan Ryouta dan mengangkat bola logam yang sejak tadi dipeluknya. “Aku dan Buggy tadi jalan ke hutan barat, terus kami menemukan ini.”
Ryouta dan Arslan langsung mengamati bola logam seukuran kepala manusia itu.
Tentu saja hal pertama yang dilakukan oleh keduanya adalah mengaktifkan sistem pemindai masing-masing. Mereka berusaha memastikan kalau benda yang dipegang Maria itu bukan senjata yang berasal dari jaman perang sebelum Catastrophy. Dalam waktu singkat, keduanya merasa lega karena yang ditemukan Maria itu bukan benda yang berbahaya.
“Hutan barat? Tempat Ganymedes dan Dokter, si Automa kepala televisi itu ya?”
Arslan bertanya sambil mengambil bola logam di tangan Maria. Dia lalu mengamati bola itu selama beberapa saat, sebelum menyerahkannya kepada Ryouta.
“Iya! Ternyata efek hujan meteor waktu itu juga sampai di sana loh,” balas Maria dengan penuh semangat. “Ada banyak kawah dan bekas hutan yang terbakar. Pokoknya kacau deh.”
“Iya tuh. Hutannya jadi berantakan. Untung kebakarannya enggak meluas ke mana-mana.”
Buggy tahu-tahu muncul dan mendarat di atas kepala Ryouta. Namun Ryouta tidak mengatakan apa pun. Dia juga mengabaikan robot kecoak raksasa yang kini bertengger dengan santai di atas kepalanya. Seluruh perhatian Ryouta tertuju ke tulisan KEO yang masih tersisa dari permukaan bola logam yang dipegangnya itu. Dia juga mengamati dengan cermat relief peta yang terukir di permukaan bola di tangannya.
“Kenapa? Ryouta tahu itu apa ya?”
Seperti biasanya, Maria seolah-olah punya kemampuan membaca pikiran Ryouta. Meskipun wajah android bermata satu itu tidak bisa menunjukkan ekspresi atau emosi apa pun, tapi Maria hampir selalu bisa menebak isi pikiran Ryouta.
“Benarkah? Kau tahu itu benda apa?” timpal Buggy sambil melompat ke pundak Maria. “Ayo, katakan saja. Tulisan KEO di bola itu artinya apa.”
Secara bergantian, Ryouta memandang ke arah Maria, Buggy, dan Arslan. Android besar bermata satu itu lalu mengangguk perlahan.
“Ya ... aku tahu apa ini,” ujarnya lambat-lambat.
“Lalu apa?” potong Maria dengan mata berbinar-binar karena dipenuhi rasa ingin tahu yang besar. “Ayo! Beri tahu aku!”
“Ini orbital time capsule,” sahut Ryouta singkat. “Kalau tulisan di sini benar, maka ini bagian dari Project KEO yang diluncurkan ke orbit bumi di pertengahan abad 21, lebih dari satu milenium yang lalu.”
“Project KEO?” tanya Maria semakin penasaran. 
Ryouta mengangguk mengiyakan.
“Jauh sebelum Catastrophy terjadi, dan jauh sebelum era penjelajahan angkasa dimulai, manusia membuat sebuah time capsule luar angkasa yang menyimpan berbagai informasi mengenai kehidupan saat itu. Konon katanya kapsul itu berupa sebuah satelit kokoh berukuran kecil yang dirancang untuk mengitari orbit selama puluhan ribu tahun, sebelum akhirnya jatuh kembali ke Bumi. Harapannya adalah generasi manusia di masa depan bisa belajar mengenai sejarah masa lalu ras mereka.”
Selama sejenak Ryouta berhenti bicara, kemudian mengetuk permukaan bola logam yang dipegangnya itu dengan telapak tangannya.
“Bisa dibilang, benda ini adalah peti harta karun arkeologis bagi manusia.”
Ucapan Ryouta membuat Maria semakin bersemangat.
“Apa? Apa isinya?” seru robot gadis itu sambil mengayunkan kedua tangannya. “Ayo! Jangan buat aku penasaran seperti ini dong!”
Ryouta mendadak mengangkat bola satelit KEO tinggi-tinggi di udara.
“Kalau memang ini satelit KEO, maka isinya adalah pesan dari generasi manusia dari abad 21 yang ditanamkan dalam piringan kristal,” ujar Ryouta. “Dari yang kutahu, di dalam benda ini ada yang dinamakan Contemporary Library of Alexandria yang berisi semua informasi terkait kehidupan manusia saat itu.”
“Semua?” tanya Maria dengan nada nyaris tidak percaya. Soalnya dia merasa seperti baru saja menemukan sebuah harta karun yang tidak ternilai harganya.
Ryouta mengangguk.
“Kebudayaan, teknologi, gaya hidup, kondisi alam, dan berbagai informasi terkait kehidupan manusia saat itu ada di sana,” ujarnya tanpa menoleh ke arah Maria. “Tapi sulit dipercaya benda ini benar-benar ada. Kupikir satelit KEO ini hanya legenda atau cerita kuno belaka.”
“Ryouta.” Arslan mendadak menepuk pundak robot bertubuh tinggi besar itu. “Kalau yang kau katakan barusan itu memang benar, rasanya ada yang salah sekali disini.”
“Apanya yang salah?” potong Maria sebelum Ryouta sempat menjawab.
Arslan menoleh ke arah Maria, kemudian menatap lurus ke arah mata gynoid itu. Tatapan tajam Arslan membuat Maria bingung harus bersikap seperti apa.
Sekilas sosok Pengembara bersayap elang itu terlihat menakutkan baginya.
“Satelit KEO harusnya tidak kembali ke bumi sekarang,” ujar Arslan dengan nada serius.
“Kenapa?” potong Maria lagi.
Arslan menghela nafas panjang, kemudian melanjutkan perkataannya.
“Benda itu seharusnya baru kembali ke bumi setelah 50.000 tahun.”

****

Meskipun penasaran dan ingin segera membongkar satelit KEO yang ditemukannya, tapi Maria tahu dia tidak boleh gegabah. Benda yang dia temukan berkat kompas anehnya itu ternyata adalah harta karun yang luar biasa, dan hal terakhir yang ingin dia lakukan terhadap benda itu adalah merusaknya.
Jadi sesuai saran Ryouta, Maria membawa bola KEO itu ke Mother untuk dibongkar. Bersama Arslan dan Buggy, gynoid itu bergegas menuju Central Tower yang berdiri tegak di tengah kota Bravaga. Begitu datang, mereka semua segera disambut oleh kakek Tesla yang kebetulan sedang senggang sore ini.
“Ryouta sudah memberitahuku soal satelit KEO yang kau temukan,” ujar kakek Tesla pada Maria. “Ikuti aku. Mother juga sudah menunggu kalian.”
Maria semakin bersemangat dan nyaris menari sambil berjalan mengikuti kakek Tesla.
Tidak lama kemudian mereka semua sudah berada dalam salah satu ruang perawatan robot di Central Tower.
Sebagai tempat yang bisa dibilang sebagai pusat kehidupan kota, salah satu fungsi vital Central Tower adalah memperbaiki robot yang rusak. Tapi selain itu, kalau diperlukan tentu saja Mother bisa membongkar mesin apa pun, entah untuk diperbaiki atau sekedar untuk dipelajari.
“Mother, tolong ya.”
Kakek Tesla mendongak dan menatap ke arah kamera bulat yang tertanam di atap ruangan. Dengan segera, tangan-tangan mekanik langsung muncul, kemudian bergerak dengan cekatan di sekitar bola logam yang diletakkan di atas dipan.
Maria memperhatikan dengan penuh rasa kagum selagi lengan-lengan mekanik di hadapannya bekerja dengan tingkat ketelitian yang luar biasa. Hanya butuh waktu singkat bagi Mother untuk bisa membuka lapisan-lapisan pelindung yang melindungi isi bola satelit KEO itu.
Di luar dugaan, meskipun berasal dari era di mana teknologi masih lebih terbatas, bola satelit itu ternyata terdiri dari lapisan-lapisan yang melindungi benda itu dari berbagai ancaman. Selain lapisan luar yang terbuat dari campuran keramik, aluminium, dan titanium, ternyata masih ada beberapa lapis pelindung titanium dan serat nano-karbon yang melindungi isi time capsule itu.
Saking kokohnya, kapsul KEO itu benar-benar masih utuh meskipun sudah terbakar di atmosfer dan menghantam tanah dengan kekuatan setara beberapa kilogram bahan peledak. Tapi tentu saja lapisan-lapisan pelindung itu bukan tandingan keahlian Mother. Hanya dalam hitungan menit, isi kapsul KEO itu pun sudah bertebaran di atas meja.
Di dalam bola logam itu, ternyata terdapat beberapa keping cakram berlubang yang sepertinya terbuat dari semacam kristal bening. Selain kepingan-kepingan kecil itu, ada juga sebuah kristal lain yang sepertinya terbuat dari berlian.
Melihat benda-benda berkilauan yang keluar dari kapsul KEO itu, Maria merasa seolah-olah Mother baru saja membukakan sebuah kotak perhiasan untuknya, dan tentu saja itu membuatnya merasa begitu bersemangat.
“Oh? Apa ini?”

Kakek Tesla mengambil salah satu cakram dan mengamatinya, begitu pula Arslan dan Maria. Selagi Maria asyik mengamati cakram kristal dari kapsul KEO, Mother tiba-tiba saja mengirimkan sepaket data pada semua yang ada dalam ruangan untuk menjelaskan fungsi cakram kristal dari kapsul KEO itu.
“Eh? Ini sejenis Kristal Memori?” ujar Maria sambil mendongak ke atas. “Dan ini termasuk generasi pertama?”
“Kalau ini Kristal Memori, berarti butuh alat khusus untuk membacanya,” timpal Arslan sambil membolak-balik cakram di tangannya. “Dan rasanya kita tidak punya itu.”
“Gimana kalau pakai alat pembaca Kristal Memori yang biasanya?” tanya Maria penasaran. “Memangnya enggak bisa?”
“Aku ragu,” jawab Arslan lagi. “Sistem enkripsi dan penerjemah data yang dipakai untuk membuat kristal ini sudah terlalu kuno. Aku khawatir alat yang kita punya sekarang ini justru akan merusak isinya.”
“Arslan benar,” timpal kakek Tesla sambil meletakkan cakram kristal kembali ke atas dipan. “Terlalu berisiko memaksakan membaca data di cakram ini dengan teknologi saat ini. Salah-salah, kita malah kehilangan harta karun berharga ini.”
“Tapi...!”
Maria baru akan membantah, tapi paket data kembali dikirimkan Mother, dan dia pun langsung terdiam. Bahkan Mother juga menyarankan agar Maria tidak nekat membaca data di cakram kristal kuno dari kapsul KEO. Setelah menerima nasihat Mother, Maria pun langsung mengurungkan niatnya. Soalnya kalau sudah Mother yang bicara, dia tidak mau lagi membantah.
Ekspresi wajah Maria yang tadi dipenuhi semangat, kini berubah jadi lesu. Dia kecewa karena sepertinya tidak ada cara untuk membaca isi cakram kristal berumur lebih dari 1000 tahun itu.
Tapi apa boleh buat, isi kapsul waktu KEO ini terlalu berharga, sehingga Maria juga tidak berani untuk mencoba membaca datanya dengan teknologi saat ini.
Terlalu riskan.
“Bagaimana dengan Dokter?”
Ryouta yang sedari tadi diam tiba-tiba saja berkomentar.
“Emangnya Dokter kenapa?” tanya Maria.
“Dia kan punya cukup banyak alat-alat kuno di tempat tinggalnya. Siapa tahu dia masih punya alat untuk membaca Kristal Memori kuno ini,” balas Ryouta sambil mengangkat bahunya. Dia lalu menoleh ke arah Arslan dan kakek Tesla bergantian, kemudian ke arah Maria yang kini menatapnya dengan tatapan penuh harap. “Besok aku akan mengantarmu ke sana, jadi jangan nekat pergi sebelum aku datang ya.”
“Terima kasih Ryoutaaa~!”
Maria pun langsung memeluk erat Ryouta dan membuat generator robot perang kuno itu mendadak bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya.

****

Perjalanan ke tempat Dokter selalu membuat Maria gembira, terutama karena mereka akan mengendarai ‘bus’ Travelling Tree raksasa yang kebetulan memiliki rute jelajah bolak-balik antara Bravaga dan tempat tinggal Automa berkepala televisi itu.
Tidak lama kemudian, kedua robot itu pun sampai di depan rumah Dokter, dan tentu saja kedatangan mereka sudah ditunggu oleh mantan manusia itu.
“Kalian benar-benar tidak berhenti membuatku kagum,” celetuk Dokter sambil duduk di hadapan Ryota dan Maria. “Ada saja benda-benda menakjubkan yang kalian temukan.”
“Ah, biasa saja,” balas Maria sambil tersipu malu. “Jadinya gimana? Apa Dokter bisa membaca isi benda-benda ini?”
Tanpa mengatakan apa pun, Dokter mengambil dan mengamati piringan mungil Kristal Memori dari dalam bola KEO yang diletakkan Maria di atas meja. Selama beberapa saat Automa terdiam dan tampak berpikir keras, sebelum akhirnya dia kembali bicara. 
“Ini sudah tua sekali. Aku memang punya beberapa alat kuno untuk membaca dan menganalisis data dari Kristal Memori seperti ini, tapi sudah lama sekali sejak aku terakhir kali mengaktifkan alat itu. Aku tidak jamin kalau benda itu masih bisa digunakan,” ujarnya sambil menyalakan sebatang rokok. “Bagaimana? Masih mau meminta bantuanku?”
Maria mengangguk bersemangat.
“Tentu saja!” ujarnya. “Kalau Dokter pasti bisa deh!”
“Baiklah. Serahkan padaku,” ujar Dokter sambil menghembuskan asap rokok. Dia lalu menatap ke arah Maria dan Ryouta bergantian, kemudian menghela nafas panjang. “Aku tidak terlalu percaya takdir, tapi sepertinya bukan sekedar kebetulan kalian datang ke tempatku hari ini dan membawa benda-benda ini.”
Ucapan Dokter membuat Maria dan Ryouta langsung saling pandang.
“Apa maksudmu?” tanya Ryouta penasaran.
“Iya, memangnya ada apa?” timpal Maria.
“Ikuti aku,” balas Dokter sambil berdiri dan berjalan menyusuri lorong bangunan tempat tinggalnya.
Sementara itu Ryouta dan Maria bergegas mengikuti Automa itu sambil terus bertanya-tanya.
“Ada apa sih, Dok?” tanya Maria sambil menarik lengan jas putih yang dikenakan oleh Dokter. “Bikin penasaran saja.”
Tanpa menjawab, Dokter menepuk kepala Maria, kemudian membuka pintu belakang rumahnya dan menunjukkan halaman luas yang dipenuhi rongsokan berbagai jenis mesin.
Sekilas tidak ada yang istimewa dari benda-benda kuno yang sesekali dikumpulkan dan diperbaiki oleh Automa itu.
Tapi kali ini, di tengah lapangan berlapis beton itu telah berdiri sebuah benda besar yang begitu akrab dan tentu saja segera dikenali oleh Ryouta.
“Dokter! Itu ...”
“Portable Orbital Rail-gun,” potong sang Automa sebelum Ryouta sempat menyelesaikan ucapannya. “Aku menemukan ini beberapa bulan lalu dan kemarin baru saja selesai kuperbaiki berkat suku cadang Ganymedes yang diberikan Mei padaku.”
“Itu senjata kan? Yang dulu dipakai pas Perang Bulan?” tanya Maria sambil mengitari benda maut yang kini berdiri tegak itu. Dia pernah melihat foto dan gambar cetak biru senjata itu dari perpustakaan kota Bravaga dan dari data milik Mother. Tentu saja gynoid itu juga tahu seberapa berbahayanya senjata yang ada di hadapannya itu.
Dokter mengangguk mengiyakan.
“Untuk apa?” tanya Ryouta keheranan. “Bukannya kau tidak butuh benda semacam ini?”
Dia tidak mengerti kenapa Dokter mau bersusah payah memperbaiki senjata itu. Biarpun ukurannya lebih kecil dari yang biasa terpasang di kapal perang, senjata itu tetap memiliki kemampuan untuk menembakkan sebutir peluru berkecepatan super-sonik yang mampu menjangkau orbit bawah Bumi.
Belum lagi ditambah fakta kalau senjata itu juga merupakan sejenis senjata Anti-Battleship jadi salah satu penyebab jatuhnya Ganymedes ratusan tahun lalu.
“Memang tidak butuh,” balas Dokter sambil mengangkat bahunya. “Tapi kupikir senjata itu bisa dipakai untuk meluncurkan ini.”
Dokter kemudian mengambil sebuah tabung logam dari samping Rail-gun, lalu menyerahkan benda metalik itu kepada Maria, yang menerimanya dengan tatapan heran.
Tabung itu ukurannya tidak terlalu besar, hanya sekitar dua jengkal saja, namun benda itu terasa kokoh dan ternyata jauh lebih berat dari kelihatannya.
“Ini apa?” tanya Maria penasaran. “Bukan peluru kan?”
“Bukan,” sahut Dokter singkat sambil menghisap rokoknya lagi. “Itu time capsule. Mirip dengan bola KEO yang kalian temukan itu. Tadinya malam ini aku berencana menembakkan benda itu ke orbit Bumi dengan Rail-gun ini dan ... rupanya waktunya benar-benar pas dengan kedatangan kalian ke sini.”
Wajah Maria langsung berbinar-binar mendengar penjelasan dari Dokter.
“Wah! Benarkah?! Lalu apa isi time capsule ini?” seru gynoid itu sambil mengguncang-guncangkan tabung logam di tangannya itu. “Apa sama dengan bola KEO yang kutemukan?”
Dokter mengangguk.
“Kurang lebih begitu,” ujarnya. Dia lalu menyentuh tabung logam yang dipegang Maria dengan telunjuknya. “Di dalam sini ada beberapa keping Kristal Memori yang menyimpan semua informasi mengenai kondisi dunia saat ini, termasuk beberapa catatan penelitianku, soal kota Bravaga, dan para robot yang tinggal di sana. Selain itu aku juga memasukkan juga beberapa tulisan singkat dan foto-foto kehidupan kota Bravaga di lembaran kertas khusus yang tidak mudah rusak.”
Dokter berhenti sejenak, kemudian memandang ke arah Ryouta dan Maria bergantian.
“Masih ada sedikit ruang di dalam kapsul ini,” ujar Dokter sambil memainkan batang rokok di tangannya. “Kalau mau, kalian bisa memasukkan Kristal Memori, catatan, foto, atau gambar apa pun yang kalian suka.”
“YANG BENAR?!” Maria spontan berseru sambil memegang sebelah tangan Automa tua di hadapannya itu. “Maksudku, Dokter tidak bercanda kan? Iya kan?”
Dokter menggelengkan kepalanya.
“Aku serius,” ujarnya lembut. “Nah, sekarang pulanglah dan pikirkan baik-baik apa yang mau kalian masukkan ke dalam sini. Tapi ingat, karena tempat di dalam time capsule ini sangat terbatas, pilih sesuatu yang paling kalian suka, atau paling penting.”
Maria mengangguk penuh semangat, kemudian menyodorkan tabung time capsule kembali ke tangan Dokter. Dia pun lalu bergegas menghampiri Ryouta dan menarik lengan android bertubuh besar itu.
“Nah, Dokter, terima kasih atas bantuannya ya,” seru Maria riang. “Sekarang kami pulang dulu ya, besok kami akan datang lagi ya! Pokoknya jangan mulai dulu sebelum aku datang!”
Dokter tertawa dalam hati ketika mendengar antusiasme Maria. Dia tidak mengatakan apa pun saat melihat Maria menarik paksa Ryouta untuk segera kembali ke kota Bravaga.
Pandangan Automa itu lalu beralih ke arah tabung logam kokoh yang ada di tangannya.
“Time capsule ya ...” gumamnya pelan.

****

Cukup sulit bagi Maria untuk memilih apa yang akan dia masukkan ke dalam time capsule milik Dokter.
Awalnya dia ingin memasukkan semua informasi soal hal-hal yang menarik baginya ke dalam sebuah Kristal Memori, tapi begitu mengingat Kristal Memori dari dalam bola KEO yang tidak lagi bisa dibaca, Maria pun mengurungkan niatnya.
“Jadi akhirnya kau menuliskan sebuah pesan bergambar di atas selembar kertas?”
Ryouta bertanya pada Maria sambil menyambungkan beberapa kabel ke belakang leher dan samping telinganya. Rupanya sebagian sistem kendali Orbital Rail-gun milik Dokter itu sudah tidak bisa dipakai lagi, sehingga Dokter membutuhkan bantuan Ryouta dan sistem senjata Guardia yang masih dimilikinya.
“Soalnya kan kalau pesannya enggak bisa dibaca gara-gara alatnya tidak ada lagi, jadi percuma deh.” Maria menyahut sambil memainkan gulungan kertas khusus yang tidak mudah rusak di tangannya itu. “Kalau pakai kertas ini kan pesannya tetap bisa dilihat. Lagi pula aku enggak cuma tulis pesan kok, ada gambar juga. Kuharap paling tidak, mereka yang baca pesan ini di masa depan nanti bakalan bisa mengerti maksud pesanku dari gambar yang kubuat.”
“Masuk akal,” celetuk Buggy, yang kali ini juga turut serta melihat peluncuran time capsule milik Dokter itu. Dia lalu mengetuk kepala Ryouta, tempatnya bertengger saat ini. “Bagaimana denganmu, Big Boy?”
Ryouta langsung mengeluarkan sebuah Kristal Memori dari saku jaket hijaunya.
“Aku pakai ini saja. Biar pun ada kemungkinan benda ini tidak bisa dibaca lagi di masa depan, cuma ini cara yang paling efektif buatku,” ujar Ryouta. Dia lalu menoleh ke arah Arslan. “Lagi pula ini juga berisi pesan milik Arslan.”
“Tapi ini benar-benar kebetulan yang luar biasa, sampai terasa tidak masuk akal,” ucap Arslan sambil membantu Dokter melakukan penyesuaian akhir. “Maria yang menemukan time capsule KEO dan Dokter yang mau meluncurkan time capsule miliknya.”
“Begitulah hidup. Terkadang memang terasa tidak masuk akal,” sahut Dokter. “Nah. Sudah selesai.”
Automa itu pun lalu berjalan mundur dari Orbital Rail-gun yang kini mengeluarkan dengung pelan setelah diaktifkan. Dia lalu menoleh ke arah para robot yang sedari tadi sudah menunggu dengan tidak sabar.
“Maaf karena membuat kalian menunggu,” ujar Dokter. “Dan terima kasih karena mau membagi energi dan meminjamkan sistem penentuan target milik kalian berdua, Ryouta, Arslan.”
“Tidak perlu berterima kasih,” balas Ryouta.
“Ini bukan apa-apa,” timpal Arslan. Dia lalu memandang ke arah Dokter dan menyentuh kabel energi yang menghubungkan antara Core Machina di dalam tubuhnya dan kompresor energi di Rail-gun. “Aku siap kapan saja.”
Dokter pun mengangguk dan kembali memandang ke arah Maria, Ryouta, Buggy, dan Arslan bergantian. Tanpa terduga, Automa itu pun mengulurkan tombol pemicu senjata ke arah Maria, yang langsung terbelalak kaget.
“Ini kuserahkan padamu, Maria,” ujar Dokter. “Kau adalah Generasi Baru kota Bravaga. Sudah sepantasnya kalau dirimu yang meluncurkan pesan ke generasi masa depan ini.”
Maria lalu mengambil tombol pemicu dari tangannya sambil memperlihatkan ekspresi terkejut bercampur gembira bukan main. Dia memandangi tombol di tangannya itu dengan tatapan tidak percaya, kemudian menoleh ke arah Ryouta, yang membalas tatapannya dengan anggukan pelan, dan lalu ke arah Arslan.
“Tidak usah ragu,” ujar bekas Machina itu. “Ini adalah bagian dari peranmu, Maria.”
“Lakukan yang benar ya~!” timpal Buggy riang sambil melompat ke pundak Maria. Robot kecoak itu lalu mengelus rambut Maria dengan lembut. “Biar memori kita hari ini jadi catatan penting bagi generasi masa depan.”
Mendengar ucapan Arslan dan Buggy, Maria pun menarik nafas panjang, kemudian memandang ke arah langit malam yang berhiaskan bintang dan pecahan bulan.
“Pesan ini aku tujukan ke arah mereka yang nantinya memandang langit malam seperti ini di masa depan. Semoga dunia tempat tinggal generasi itu sudah lebih baik dari sekarang dan ...” Maria berhenti sejenak, kemudian memandang ke arah teman-temannya. “... semoga kami semua masih ada bersama mereka saat pesan ini kembali ke Bumi.”
Bersamaan dengan berakhirnya ucapannya itu, Maria menekan tombol pemicu senjata yang dia pegang. Dengan segera, Orbital Rail-gun di hadapan gynoid itu bereaksi dan berdengung nyaring selagi Core milik Arslan menyuplai energi ke dalam kompresor energi senjata tersebut.
Bagaikan ingin menunjukkan betapa gembiranya karena kembali aktif setelah entah berapa ratus tahun, senjata kuno itu mengeluarkan kilatan listrik statis yang memercik ke segala arah, serta mengeluarkan suara berdenging nyaring selagi Orbital Rail-gun itu mempersiapkan diri untuk menunjukkan aksi spektakulernya.  
Kemudian ... bersamaan dengan suara dentum nyaring, gelombang kejut, dan kilatan cahaya yang mendadak menerangi malam, Orbital Rail-gun di depan Maria pun menyalak keras dan melontarkan ‘peluru’ yang ada di dalamnya dengan sekuat tenaga.
Diiringi suara desing yang memekakkan telinga, time capsule milik Dokter pun melesat dengan kecepatan tinggi menembus kegelapan langit malam, sembari meninggalkan jejak berupa garis cahaya kebiruan yang menggantung di udara selama beberapa detik.
Dalam waktu beberapa menit, time capsule yang ditembakkan rail-gun itu akan menembus lapisan terakhir atmosfer Bumi dan sampai ke orbitnya, sekitar beberapa puluh ribu kilometer di atas permukaan planet biru itu.
Benda itu pun akan menetap di sana sampai waktunya tiba dan pada akhirnya kekuatan gravitasi akan menariknya kembali ke Bumi, sama seperti time capsule KEO yang ditemukan Maria.
Sementara itu, Maria kini duduk diam di atas tanah setelah tersentak ke belakang akibat gelombang kejut yang dikeluarkan oleh senjata di depannya itu. Perhatiannya lalu terpaku ke arah Orbital Rail-gun yang kini diam untuk selamanya.
Tembakan yang baru saja dilepaskan senjata tua itu ternyata telah merusak laras dan komponen intinya, membuat benda itu kini tidak lebih dari sebuah rongsokan kuno. Asap tebal terlihat mengepul dari berbagai sudut senjata maut tersebut, sementara larasnya tampak menghitam dan terbelah.
Walaupun tidak punya kecerdasan buatan, tapi senjata dari era Perang Bulan itu seolah-olah puas dengan tembakan terakhir yang baru saja dilepaskannya.
“Terima kasih atas bantuannya.”
Maria bergumam pelan sambil mengelus senjata maut di hadapannya itu. Dia lalu memandang ke arah jalur tembakan Orbital Rail-gun yang baru saja dia tembakkan. Jejak garis kebiruan yang tadi menandakan jalur tembakan kini sudah hilang ditelan langit malam.  
Dalam hati, Maria berharap kalau kapsul waktu yang dia kirimkan untuk generasi masa depan itu dapat kembali dengan selamat ke Bumi. Dia juga berharap mereka masih bisa membaca isi pesan yang dikirimkan olehnya dan teman-temannya itu.
Tidak lupa Maria berharap dengan sepenuh hati bahwa ingatan akan kehidupan mereka sekarang di kota Bravaga akan terus abadi dalam ingatan mereka yang hidup setelah generasinya.
Kepada mereka yang datang setelah kami, aku menitipkan pesan dan harapan dari kami yang hidup di masa kini ...
Maria menutup matanya sejenak sebelum akhirnya berbalik dan melangkah riang menghampiri teman-temannya sambil tersenyum lebar.
Gynoid Generasi Baru itu pun tidak lupa untuk melompat memeluk Ryouta yang langsung salah tingkah, hingga membuat Arslan dan Buggy langsung tertawa pelan, sementara Dokter menghela nafas sambil menyalakan sebatang rokok lagi.
Suasana bahagia langsung menghiasi lapangan luas yang terletak di tengah-tengah reruntuhan kota kuno itu, membuat siapa pun yang kebetulan melihat para mesin itu, akan ikut merasa gembira.
Untuk terakhir kalinya, Maria memandang langit, ke arah bintang-bintang dan pecahan bulan yang menghiasi malam, kemudian tersenyum lebar.
... dan semoga kebahagiaan akan tetap bersama kalian ...


****
-FIN?-

red_rackham 2017


Comments