[Lomba Fiksi Fantasi 2012] Kinuta Sang Cerpelai Sakti


[Lomba Fiksi Fantasi 2012] Kinuta Sang Cerpelai Sakti

KEYWORD: cerpelai, pasar malam, pohon pisang, gula-gula, rasi, rajah, polkadot, jelantah



Di suatu hutan yang damai dan tentram hiduplah seekor cerpelai sakti bernama Kinuta. Cerpelai tua itu hidup di sebuah rumah mungil yang dia bangun di bawah sebuah pohon pisang raksasa yang tumbuh di pinggiran hutan. Oleh seluruh penghuni hutan, Kinuta dikenal sebagai hewan yang murah hati, bijak dan suka menolong orang lain. Dia juga dikenal ahli sihir serta membaca petunjuk rasi bintang. Karena keahlian dan sifatnya itulah hewan – hewan yang tinggal di dalam hutan sering mengunjungi Kinuta untuk meminta bantuan. Kinuta tidak pernah meminta imbalan atas bantuan yang dia berikan, tapi para penghuni hutan tahu kalau cerpelai itu sangat menggemari gula-gula, sehingga mereka sering memberikan gula-gula pada Kinuta sebagai rasa terima kasih.


Hari ini seperti biasanya Kinuta berjalan-jalan di sekitar pohon pisang tempatnya tinggal. Suara kicauan burung terdengar bersahutan di dalam hutan. Matahari bersinar cerah dan angin pun berhembus lembut, membuat suasana pagi itu menjadi begitu menyejukkan hati.


“Pagi ini pun semuanya terasa damai,” ujar Kinuta sambil berjalan tertatih-tatih mengelilingi rumahnya sendiri.


Tapi hari itu ada yang berbeda. Biasanya pagi-pagi begini sudah ada hewan yang datang mengunjungi Kinuta untuk meminta bantuan atau saran. Tapi sampai matahari agak tinggi seperti ini, belum satupun tamu datang berkunjung ke rumahnya. Kinuta memang merasa heran, tapi cerpelai tua itu tidak ambil pusing dan melanjutkan acara jalan-jalan paginya.


Dengan langkahnya yang lamban, Kinuta berjalan menyusuri hutan dan semakin bingung karena tidak satupun hewan yang dia kenal menampakkan dirinya.


Ada apa ini? pikir Kinuta kebingungan. Ah sebaiknya aku pergi ke rumah Netsuki...




Kinuta lalu berjalan menuju rumah sahabat baiknya, seekor rubah sakti yang bernama Netsuki. Tempat tinggal rubah yang tidak bisa menua itu, berada di dekat sebuah kolam kecil di sisi lain hutan. Jaraknya memang cukup jauh dari rumah Kinuta, karena itu dia jarang pergi ke sana.


Meskipun butuh waktu agak lama, akhirnya Kinuta tiba di rumah Netsuki. Sosok seekor rubah yang sedang memanen jamur, tampak terlihat di depan sebuah pohon beringin berukuran cukup besar. Begitu melihat sosok itu, Kinuta langsung merasa lega.


“Netsuki~!” sapa Kinuta.


Netsuki langsung menoleh ke arah hewan yang memanggilnya.


“Ah~! Kinuta! Lama tidak berjumpa. Apa kabar?” seru Netsuki sambil melambaikan tangannya. “Kau datang di saat yang tepat! Jamur yang kutanam 3 bulan yang lalu sudah bisa dipanen! Malam ini aku akan masak sup jamur. Apa kau mau makan di rumahku?”


Kinuta tersenyum lebar dan bergegas menghampiri sahabatnya itu.


“Tentu aku mau,” sahut Kinuta. “Tapi aku bingung. Kenapa hari ini hutan sepi sekali? Dimana hewan yang lainnya?”


Ucapan Kinuta membuat Netsuki tertawa.


“Ah! Kau memang sudah tua. Apa kau lupa hari ini ada apa?” ujar Netsuki sambil terkikik. “Hari ini Sang Raja Hutan berulang tahun, dan seperti biasa seluruh hutan akan merayakannya sambil membuka pasar malam! Apa kau lupa?”


Kinuta langsung menepuk dahinya.


“Astaga! Kau benar!” seru Kinuta kaget, cerpelai tua itu lalu menambahkan dengan lesu. “Dan aku belum menyiapkan hadiah untuk Paduka.....”


Netsuki langsung menepuk pundak Kinuta.


“Jangan khawatir. Aku tahu kau pasti bisa memberi kejutan pada Raja Hutan,” ujar Netsuki dengan riang. “Aku ingat kejadian heboh tahun lalu, waktu kau memberikan hadiah sebuah payung polkadot yang bisa bernyanyi. Semua hewan terkejut bukan main ketika payung yang kau berikan itu mulai menyanyikan lagu ‘selamat ulang tahun’ untuk Paduka Raja....tapi dengan suara sumbang yang bisa bikin hewan mati bangkit dari kuburnya.”


Kinuta tersenyum kecut mendengar ucapan Netsuki. Dia tidak mungkin memberikan hadiah seperti itu lagi pada Paduka Raja. Meski Sang Raja Hutan sangat menyukainya, tapi ada saja hewan yang pingsan karena mendengar suara sumbang sang payung ajaib. Akibatnya sekarang Sang Raja Hutan hampir tidak pernah mengeluarkan payung polkadot unik itu dari peti hartanya.


“Nah. Selagi kau berpikir, kenapa kita tidak masuk dan makan? Sebentar lagi matahari sudah diatas kepala dan aku tahu kau pasti lapar.”


Ajakan Netsuki membuat Kinuta terbangun dari lamunannya. Cerpelai tua itu lalu menggelengkan kepalanya.


“Tidak...tidak terima kasih. Aku harus pulang dan menyiapkan hadiah untuk Paduka Raja,” tolak Kinuta dengan sopan.


Netsuki langsung nyengir lebar mendengar ucapan Kinuta.


“Oke! Kuharap tahun ini kau bisa membuat kejutan lagi!” seru Netsuki.


Kinuta tidak menjawab dan mulai berjalan menjauh dari rubah itu. Sambil berjalan cerpelai sakti itu berpikir keras.


Hadiah apa yang harus kuberikan kepada Paduka Raja tahun ini? tanya Kinuta pada dirinya sendiri.



****



Kinuta berjalan pulang ke rumahnya dengan terburu-buru. Dia kebingungan karena tidak bisa memikirkan hadiah yang tepat untuk Paduka Raja. Tapi tiba-tiba cerpelai tua itu teringat akan suatu tempat yang suda lama tidak dia kunjungi. Ladang Bunga Pelangi-Bulan. Sebuah padang terbuka yang ada di sisi timur hutan, tempat tumbuhnya bunga langka yang disebut Bunga Pelangi-Bulan. Bunga yang kalau siang hari akan berwarna-warni bagaikan pelangi, sedangkan pada malam hari akan berpendar lembut bagaikan bulan.


“Itu dia!” seru Kinuta sambil menepukkan kedua tangannya. “Bunga Pelangi-Bulan akan jadi hadiah yang istimewa bagi Paduka Raja!”


Sambil tersenyum riang, Kinuta bergegas menuju rumahnya. Dia harus membawa beberapa benda penting sebelum bisa mencapai Ladang Bunga Pelangi-Bulan. Untuk mencapai padang itu, Kinuta harus berjalan melewati Lingkaran Semak Pemakan Daging, sebuah rumpun semak belukar tumbuh mengelilingi Ladang Bunga Pelangi-Bulan. Tempat itu dipenuhi tumbuhan Semak Pemakan Daging yang akan memakan hewan apapun yang mendekatinya. Tapi tentu saja Kinuta tahu bagaimana mengatasi tumbuhan-tumbuhan ganas itu.


Segera setelah sampai di rumahnya, Kinuta segera bergegas menuju ke dapur dan mengambil minyak jelantah dari kendi di samping tungku masaknya. Minyak itu akan dia gunakan untuk menghadapi Semak Pemakan Daging, yang akan jadi lebih ‘jinak’ ketika akarnya disiram dengan minyak jelantah, sehingga Kinuta bisa lewat dengan aman.


“Yap! Semuanya sudah siap!”


Kinuta berseru pada dirinya sendiri kemudian meraih tongkat bepergiannya dan segera berjalan keluar rumah, menuju ke arah Ladang Bunga Pelangi-Bulan. Kinuta segera menggunakan kesaktiannya dan memanggil angin untuk meringankan langkahnya.


Dengan cepat cerpelai sakti itu melesat ke arah Ladang Bunga Pelangi-Bulan. Sesuai dugaannya, rumpun Semak Pemakan Daging yang melindungi padang bunga itu langsung bergerak liar ketika merasakan Kinuta datang. Dengan cepat Kinuta menyiramkan minyak jelantah dari kendi yang dia bawa.


Ajaib. Tumbuhan-tumbuhan ganas di sekitarnya langsung terlihat lebih tenang dan tidak memperdulikan Kinuta yang melangkah cepat diantara mereka. Tidak butuh waktu lama sampai Kinuta tiba di tempat tujuannya.


Untuk beberapa saat, Kinuta tertegun melihat bunga-bunga yang berwarna-warni bagaikan pelangi.


“Indah sekali.....” gumam cerpelai tua itu. “Ups! Bukan saatnya terkagum-kagum.”


Dengan cepat, Kinuta memetik beberapa tangkai bunga dan mengumpulkannya di kendi yang dia bawa. Tapi selagi dia melakukan itu, tiba-tiba telinganya yang tajam menangkap suara sayup-sayup.


Kinuta menoleh ke arah datangnya suara dan terkejut bukan main ketika melihat seekor hewan dalam masalah besar. Seekor harimau kecil tampak terbelit oleh sulur-sulur ganas milik Semak Pemakan Daging.


Astaga! jerit Kinuta kaget. Cerpelai tua itu bergegas menghampiri harimau itu dan berkata dengan suara lembut.


“Jangan bergerak. Aku akan menyelamatkanmu,” ujar Kinuta.


Harimau kecil itu langsung diam ketika melihat sosok Kinuta datang.


“Tolong aku....” pinta sang harimau.


Kinuta lalu menyiramkan sisa minyak jelantah di kendinya ke sulur yang membelit sang harimau. Sulur-sulur tebal itu mendadak mengendurkan belitannya. Kesempatan itu tidak disia-siakan sang harimau yang langsung berontak dan akhirnya berhasil meloloskan diri.


“Terima kasih,” ujar sang harimau.


“Tidak masalah,” sahut Kinuta. “Kenapa anda bisa disini, tuan putri Agita? Tempat ini berbahaya.”


Putri Agita, yang sebenarnya adalah putri tunggal Raja Hutan langsung tertunduk lesu.


“Aku kesini untuk mengambil Bunga Pelangi-Bulan sebagai hadiah untuk ayahku....” ujar harimau kecil itu. “Aku tahu tempat ini berbahaya....tapi aku ingin memberikan bunga itu sebagai hadiah ulang tahun. Aku tahu ayah akan menyukainya.”


Kinuta tersenyum lembut pada putri Agita. Cerpelai tua itu lalu membelai kepala sang putri.


“Sudahlah. Aku tahu maksud anda baik. Tapi lain kali jangan kesini sendirian. Tempat ini berbahaya sekali,” nasihat Kinuta dengan nada lembut, dia lalu menambahkan sambil mengedipkan sebelah matanya. “Lagipula aku juga ingin memberikan Bunga Pelangi-Bulan sebagai hadiah ulang tahun untuk ayah anda, sang Raja Hutan. Bagaimana kalau kita berikan hadiah itu berdua? Paduka pasti akan gembira sekali.”


Kedua mata putri Agita langsung berbinar-binar mendengar ucapan Kinuta.


“Benarkah?!” seru harimau kecil itu.


“Tentu saja,” balas Kinuta. “Nah, sekarang ayo kita pergi ke pesta ulang tahun Paduka Raja, lalu aku akan mengajakmu pergi ke pasar malam.”


Putri Agita langsung melompat girang dan memeluk Kinuta dengan erat.



****



Ketika Kinuta dan putri Agita datang ke pesta pada malam harinya, semua orang, terutama sang Raja Hutan langsung menyambut keduanya dengan suka cita. Rupanya sang Raja Hutan sudah mengetahui kalau putri kesayangannya pergi tanpa sepengetahuan dirinya. Harimau tua itu sangat khawatir akan keselamatan anaknya dan begitu lega ketika melihat Kinuta bersama putrinya.


“Putriku!! Oh...aku sangat khawatir ketika kau pergi tanpa pamit!” seru Raja Hutan sambil memeluk putri Agita. “Kemana saja kau?”


“Aku pergi ke Ladang Bunga Pelangi-Bulan untuk mencari hadiah ulang tahun ayah. Sayangnya aku tetangkap Semak Pemakan Daging, tapi Kinuta menyelamatkanku,” jawab putri Agita.


Sang Raja Hutan langsung menoleh ke arah cerpelai tua yang kini berlutut tidak jauh di hadapannya.


“Benarkah itu?” tanya sang Raja Hutan.


“Ampun paduka. Perkataan tuan putri Agita adalah benar adanya,” jawab Kinuta, masih sambil berlutut. “Dan inilah hadiah dari hamba dan tuan putri. Semoga anda menyukainya.”


Kinuta lalu membuka bungkusan kain yang dia bawa dan menunjukkan sebuah mahkota yang terbuat dari jalinan Bunga Pelangi-Bulan. Mahkota itu tampak berpendar lembut memancarkan cahaya bulan. Semua hewan yang hadir di pesta itu langsung berdecak kagum karena keindahan mahkota yang dibawa Kinuta.


 “Selamat ulang tahun, ayah!”


“Selamat ulang tahun, Paduka.”


Sang Raja Hutan terbelalak ketika melihat hadiah yang begitu indah itu. Dengan segera dia melepaskan mahkota yang dia kenakan dan menggantinya dengan mahkota bunga yang dihadiahkan kepadanya. Sang Raja Hutan lalu berdiri tegak. Sosoknya yang dilengkapi mahkota bersinar di atas kepalanya itu, tampak begitu kuat, berwibawa, anggun namun lembut. Dia lalu tersenyum gembira ke arah Kinuta dan putri Agita.


“Terima kasih banyak. Ini benar-benar hadiah yang sangat istimewa. Terima kasih!”


Bersamaan dengan ucapan terima kasih dari sang Raja Hutan, suara tepuk tangan terdengar begemuruh dari semua hewan yang hadir di pesta. Kinuta, sang cerpelai tua hanya tersenyum bangga.



****



~FIN~




Author's Note:

Comments