Everyday Adventure XVIV: Maria
Dengan diikuti Buggy,
Maria berjalan menyusuri lorong bangunan serba putih mengikuti langkah Graham.
Beberapa Automa yang kebetulan berpapasan dengan mereka, sempat berhenti
sejenak dan jelas terlihat bertanya-tanya. Beberapa dari mereka langsung
menunduk singkat, tanda hormat, sebelum akhirnya memberi jalan kepada rombongan
itu.
Menyaksikan itu,
Maria semakin sadar kalau Automa bernama Graham yang berjalan di depannya itu
benar-benar memiliki posisi sangat penting di Colony. Terutama karena mereka
baru saja melewati gerbang besar yang dilengkapi dua pasang robot bertampang
mengerikan dan bersenjata berat itu dengan sangat mulus dan tanpa hambatan sama
sekali.
“Profesor Graham,
kami sudah menunggu Anda.”
Sesosok gadis tampan
berpakaian agak mirip dengan Graham bergegas menghampiri Graham dan Maria begitu
mereka melewati gerbang. Berbeda dengan Automa lain yang sejauh ini dilihat
Maria di Colony, sosok gadis ini terlihat jauh lebih mirip manusia. Hanya saja,
entah apa sebabnya, sensor tubuh Maria langsung bereaksi. Persis seperti yang
terjadi setiap kali dia berhadapan dengan Arslan.
“Terima kasih sudah
menjemputku, Shao,” sahut Graham. Dia lalu menoleh ke arah Maria, dan Buggy
yang sedang bertengger di atas kepala gynoid itu. “Perkenalkan, ini Maria,
gynoid Generasi Baru, dan Buggy, robot mata-mata dari era Catastrophy. Mereka
berdua tamu dari Bravaga.”
Gadis bernama Shao
itu menghampiri Maria, kemudian menatap tajam ke arah gynoid itu. Dan tentu
saja itu membuat Maria merasa agak tidak nyaman. Tanpa sadar dia melangkah
mundur.
“Ah!” ujar Shao
ketika menyadari kalau tingkahnya telah membuat takut tamunya itu. Dia lalu
mengulurkan sebelah tangannya. “Maaf kalau sudah membuatmu takut. Namaku Shao,
asisten Profesor Graham.”
Maria pun tersenyum
lebar untuk membuang rasa takutnya jauh-jauh, lalu menjabat tangan Shao.
“Perkenalkan, namaku
Maria, robot Generasi Baru dari Brava ...”
Maria belum sempat
menyelesaikan perkataannya ketika tiba-tiba saja pemandangan di sekitarnya
berubah menjadi sebuah areal luas yang dipenuhi rongsokan ratusan, atau ribuan
mesin dengan berbagai wujud, yang bertumpuk dan bercampur dengan bangkai
manusia. Aroma kematian dan kehancuran menguar kuat dan menggantung di udara,
sementara langit dihiasi semburat merah dan ratusan bintang jatuh, yang
sebenarnya bukan sekedar meteorit biasa, melainkan merupakan potongan bulan
yang tampak baru saja hancur sebagian. Jauh di depan, Maria menyaksikan sesosok
gadis berpakaian serba biru yang menenteng sepucuk pistol yang masih
memercikkan kilatan energi. Ketika melihat sosok itu, tiba-tiba gelombang
kengerian luar biasa menerpa Maria, dan membuat gynoid melompat mundur karena
ketakutan.
Seketika itu juga,
Maria seolah kembali ke dunia nyata, dan di hadapannya, terlihat sosok Shao
yang juga terlihat terkejut bukan main. Gadis itu terlihat memegangi sebelah
tangannya dan jelas-jelas kebingungan.
“Ada apa, Shao? Ada
yang salah?” tanya Graham penasaran. Dia lalu menoleh ke arah Maria, yang juga
terlihat kaget bukan main. “Maria? Ada apa?”
Maria memandangi
Graham sejenak, dia masih ragu dan tidak ingin menceritakan ‘kilasan’ yang dia
lihat barusan ketika menyentuh tangan Shao. Oleh karena itu, Maria terpaksa
berbohong kepada Automa di hadapannya itu.
“Enggak ada apa-apa.
Hanya sedikit ... eh... kaget. Soalnya ada feedback
energi waktu aku menyentuh tangan Shao,” ujar Maria sambil memaksakan senyuman.
“Tapi enggak masalah kok. Cuma kaget doang.”
Graham tersenyum
tipis.
“Ah, begitukah?”
tanyanya sambil melirik ke arah Shao, asistennya itu. “Maafkan dia. Mungkin
karena dia itu Machina, ada beberapa robot yang bereaksi kuat dengan sumber
energi, atau Core miliknya.”
Maria terbelalak
kaget, sekaligus kagum, karena tidak menyangka kalau gadis berparas androgynous di hadapannya itu juga
Machina, sama seperti Arslan. Tapi sebelum dia sempat bertanya lebih lanjut,
Graham keburu bicara lagi sambil berjalan mendahuluinya.
“Ayo. Kita masih
banyak urusan dan sebaiknya cepat diselesaikan,” ujar Graham. Dia lalu menepuk
pundak Shao, dan Machina itu pun mengangguk dan mengikuti langkahnya.
Maria bertukar
pandang sejenak dengan Buggy, yang masih setia bertengger di atas kepalanya,
kemudian mengangkat bahu, lalu berjalan mengikuti Graham dan Shao. Sementara
itu, cyberbrain gadis robot itu masih dipenuhi berbagai pertanyaan terkait
pengalamannya barusan. Pasalnya, kilasan yang dia lihat tadi itu terasa begitu
nyata, seolah-olah dia benar-benar berada di tengah padang kehancuran itu, dan
itu membuat Maria merinding sendiri ketika dia mengingat peristiwa barusan.
Yang tadi itu apa ya? Gumamnya dalam hati.
****
“Ini tidak akan
berlangsung lama. Kami akan mematikan sebagian besar Sistem Intelegensi,
Simulasi Kesadaran, Kepribadian, dan Emosi. Jadi Anda tidak akan merasakan apa pun,
dan akan terbangun nyaris tanpa menyadari kalau sistem Anda baru saja dimatikan
sementara.”
Setidaknya itu yang
tadi dijelaskan oleh Graham, sebelum Maria berbaring di atas sebuah dipan penuh
mesin canggih, yang akan digunakan oleh ahli dari Coloni itu untuk memeriksa
cyberbrain-nya. Sebenarnya Maria masih takut dengan apa yang akan terjadi
padanya selagi Graham memeriksa otak elektroniknya. Tetapi bayang-bayang para
Automa yang mengalami Soul Decay di salah satu Silo Colony itu membuat Maria
kembali membulatkan tekadnya untuk membantu Graham.
Dan di sinilah dia
saat ini.
Di tengah-tengah
kegelapan pekat dan di tempat antah-berantah.
“HALO~~!”
Maria berseru sambil
memandangi sekelilingnya, yang benar-benar gelap gulita. Sama sekali tidak ada
cahaya apapun, dan tidak seperti ucapan Graham tadi, dia saat ini benar-benar
dalam kondisi sadar. Setidaknya itu yang dirasakan olehnya, sebab Maria sama
sekali tidak tahu apa sistemnya saat ini masih bekerja, atau ini hanya fenomena
yang dinamakan ‘mimpi’ atau ‘halusinasi’.
“HALOOOO~~~!”
Sekali lagi Maria
berseru, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Suaranya pun seolah segera ditelan
oleh kegelapan yang menyelimutinya. Karena tidak ada jawaban, gynoid itu pun
menghela nafas panjang dan mulai merasa takut lagi.
“Seandainya saja
tempat ini jadi terang. Aku pasti enggak bakalan takut...” gumamnya pada
dirinya sendiri.
Dan bersamaan dengan
ucapannya itu, seolah-olah ada yang baru saja menekan sakelar lampu, dan
seluruh dunia di sekeliling Maria pun mendadak terang benderang. Kini gynoid
itu menyadari kalau dia sedang berada di sebuah ruangan serba putih, namun
dengan puluhan benda mirip bola yang melayang di udara, serta pilar-pilar
transparan yang berjejer dengan raih. Sementara itu, di ‘lantai’ ruangan
tempatnya berada saat ini, terlihat guratan-guratan yang berpendar biru dan
saling-silang membentuk pola rumit seperti pada sirkuit elektronik.
“Wah! Di mana ini?”
tanya Maria lagi sambil memandang berkeliling.
Karena penasaran,
Maria lalu mengambil sebuah bola transparan yang melayang di sampingnya. Tanpa
peringatan sama sekali, guratan-guratan di bawah bola yang baru saja diambilnya
itu tiba-tiba berubah warna jadi merah. Pada saat yang sama, Maria seolah-olah
baru saja dilemparkan ke tempat lain dan gynoid itu tahu-tahu ada di tengah
ruangan luas yang dipenuhi mesin konstruksi. Hanya butuh beberapa detik baginya
untuk menyadari tempatnya berada sekarang adalah di tengah-tengah salah satu
Silo di Colony. Hanya saja kali ini terlihat kalau Silo itu masih belum selesai
dibangun ... karena masih banyak bagian-bagian Silo yang masih setengah jadi
dan ada banyak sosok yang mirip manusia dengan setelan power-suit yang bekerja
bersama ratusan robot dan mesin konstruksi dengan berbagai wujud. Mereka semua
tampak bekerja terburu-buru, sementara suara gemuruh misterius sesekali
terdengar samar dari kejauhan.
Maria baru saja ingin
bertanya pada salah satu sosok manusia terdekat, namun belum apa-apa, tahu-tahu
gynoid itu sudah berada di ruang serba putih lagi. Menyadari kalau yang
dilihatnya tadi itu mungkin semacam rekaman masa lalu, Maria pun buru-buru
meletakkan bola yang masih di tangannya itu ke tempatnya lagi, namun guratan di
bawah bola misterius itu tetap berwarna merah. Guratan-guratan yang warna merah
itu tampak menyambung ke beberapa guratan, pilar, dan bola lainnya, yang kini
juga berwarna merah.
Karena penasaran,
Maria pun lalu menoleh ke arah pilar terdekat dan menyentuh benda misterius
itu, kali ini dengan kedua tangannya. Sama seperti yang terjadi saat menyentuh
bola biru tadi, Maria tahu-tahu saja ‘dilempar’ ke tempat lain. Hanya saja kali
ini dia seolah seperti berada di banyak tempat sekaligus dalam waktu yang
bersamaan dan melihat banyak sekali kilasan gambar berbagai sudut Colony, serta
menerima berbagai data dalam bermacam-macam format yang mendadak membanjiri benak
gynoid berambut hitam itu.
Karena terkejut,
Maria melompat mundur dan jatuh terduduk di atas lantai, sementara pilar transparan
yang dia pegang barusan kini sudah berubah warna menjadi merah, persis seperti
yang terjadi pada bola misterius yang tadi dia sentuh.
“Yang barusan itu ...
apa?” gumam Maria pada dirinya sendiri, dia lalu berdiri perlahan-lahan dan
mengamati sekelilingnya.
Karena ulahnya tadi,
semakin banyak guratan merah di lantai, serta pilar dan bola transparan yang
kini berwarna kemerahan dan terlihat kontras dengan ruangan serba putih
tempatnya berada saat ini. Sebenarnya Maria ingin mengambil bola, atau
menyentuh pilar transparan lainnya. Tapi belum sempat dia melakukan itu,
sesuatu yang lain terjadi ...
<<<Kesini!
Aku di sini!>>>
Maria tersentak
kaget. Bukan karena ada yang mendadak bicara padanya, namun lebih karena yang
barusan itu bukanlah sesuatu yang Maria dengar, atau pun diterima oleh penerima
sinyal elektronik di tubuh Maria. ‘Suara panggilan’ yang barusan diterima Maria
seolah seperti dirasakan oleh seluruh sensor elektronik tubuhnya, sehingga
gynoid itu pun bergidik tidak nyaman.
“Siapa?!” seru Maria
pada ruangan putih di sekelilingnya. “Siapa itu?!”
<<<Kesini!
Aku di sini!>>>
Panggilan itu datang
lagi dan kali ini lebih kuat, sehingga dengan refleks Maria memeluk tubuhnya
sendiri untuk menghentikan sensasi tidak nyaman yang dia rasakan. Meskipun
seharusnya saat ini Maria tidak bisa merasakan apa pun, karena tubuh aslinya
sedang diperiksa oleh Graham dan timnya, tapi itulah yang dia rasakan. Dan itu
membuat Maria merasa sedikit ngeri, namun tentu saja ... rasa ingin tahunya
justru jadi semakin besar.
Tanpa pikir panjang
lagi, Maria pun mulai berjalan menyusuri ruangan yang tampak nyaris tanpa batas
itu, sambil sesekali berhenti karena melihat ada benda-benda yang bentuknya
asing, atau memperhatikan gurat-gurat misterius di lantai. Tidak butuh waktu
lama untuk menyadari kalau tampaknya semua gurat-gurat misterius yang ada di
lantai ruangan serba putih tempatnya berada itu jelas mengarah ke satu tempat,
dan itulah tempat yang sedang dituju oleh Maria saat ini.
Semakin Maria
berjalan mendekati apa pun yang jadi pusat guratan-guratan itu, semakin dia
menyadari kalau ukuran benda-benda transparan di sekitarnya juga semakin besar.
Beberapa pilar tetrahedron yang ada di sekitar gynoid itu kini memiliki tinggi
setidaknya tiga meter dan berdiameter sekitar setengah meter. Selain itu,
‘panggilan’ yang dia rasakan pun jadi semakin kuat, sehingga kini gynoid itu
harus berjongkok beberapa detik untuk menghentikan gemetar yang dia rasakan di
sekujur tubuhnya.
“Ini sebenarnya di
mana sih ... ?” tanya Maria kebingungan. “Dan ada apa ini ...? Siapa sih yang
panggil-panggil dari tadi ...”
Sudah cukup lama
Maria berjalan di ruang antah-berantah ini, namun dia masih belum menemukan
petunjuk apa pun yang menjelaskan di mana dia berada saat ini. Satu-satunya
yang terlihat seperti sebuah petunjuk adalah guratan di lantai, yang semakin
jelas mengarah ke satu titik, entah apa pun itu.
Setelah berjalan
menyusuri ruangan dan hanya berbekal petunjuk berupa guratan-guratan misterius
di lantai, kini Maria berdiri di tengah ‘hutan’ pilar-pilar transparan raksasa,
yang kini berukuran sangat besar dan menjulang tinggi ke atas. Sementara itu, tepat
di tengah-tengah lingkaran, yang tampaknya merupakan pusat dari semua
guratan-guratan di lantai, terdapat sebuah benda mirip kristal transparan, yang
menyelimuti sesosok gadis kecil yang tampak tertidur dalam posisi meringkuk.
<<<Di sini!
Aku di sini!>>>
Kali ini ‘panggilan’
itu terasa begitu kuat dan tidak tertahankan, sehingga Maria sampai nyaris jatuh
tersungkur. Untungnya dia sempat menyeimbangkan diri dan jatuh berlutut di
lantai, sembari menatap ke arah kristal transparan berisi sosok gadis misterius
yang melayang tidak jauh di hadapannya itu.
“Siapa kamu?” tanya
Maria, meskipun dia tidak yakin kalau gadis di dalam kristal itu bisa mendengar
suaranya.
Kali ini, Maria
merasakan sensasi aneh, yang sama seperti yang dia rasakan ketika bertemu
dengan Arslan, dan juga saat berjabat tangan dengan Shao. Oleh karena itu, dia
menduga kalau sosok gadis yang ada di dalam kristal itu kemungkinan adalah sebuah
Machina. Tapi tentu saja dia tidak bisa tahu pasti tanpa mengamati lebih dekat,
oleh karena itu, Maria pun mulai melangkah perlahan dan mendekati pusat dari
semua guratan misterius di ruangan putih misterius itu, sembari mengulurkan
sebelah tangannya, dengan maksud untuk menyentuh kristal yang melayang di
hadapannya itu.
Namun sebelum Maria
sempat menyentuh kristal misterius di hadapannya itu, tiba-tiba dia merasa
seperti ada yang menarik paksa sebelah tangannya, sembari berseru nyaring
dengan suara bergetar.
“BERHENTI! JANGAN
SENTUH DIA!”
Seketika itu juga
Maria tersentak bangun dan menyadari kalau dirinya masih berada di dipan penuh
mesin canggih, tempatnya tadi ‘tertidur’ saat akan diperiksa oleh Graham dan
timnya. Bedanya, sekarang seluruh ruangan tempatnya berada itu dihiasi dengan
lampu tanda bahaya berwarna merah. Suara sirene juga meraung nyaring
bersahut-sahutan dan membuat Maria secara refleks menurunkan sensitivitas alat
pendengarannya.
“Apa yang ter ...”
Ucapan Maria terhenti
ketika dia menyadari kalau tubuhnya kini sedang melayang di udara. Di hadapan
gynoid itu, terlihat sosok Arslan yang melayang di udara dan tengah mengembangkan
kedua sayap dan membuat semacam gelembung energi di sekeliling tubuhnya. Di
dalam gelembung itu, selain Maria, ada berbagai macam benda lain yang juga
melayang di udara, seolah-olah gaya gravitasi mendadak hilang dan semua benda
di sekeliling Maria sama ringannya dengan balon yang diisi gas helium.
Di sisi lain ruangan,
sosok kekar Ryouta terlihat sedang berada di seberang ruangan dan memiting
sosok lain ke dinding ... sembari membuka senjata maut yang tersimpan di balik
pelindung tebal dada Guardia itu. Sementara itu, di sudut lain ruangan yang
kini berantakan, terlihat Graham yang tengah terbelalak ngeri, entah karena
kehadiran dua sosok mesin perang paling ditakuti di masa Perang Bulan dulu,
atau karena entah apa pun yang baru saja terjadi, sehingga mengakibatkan
situasi kacau seperti ini.
Selama beberapa detik, yang terasa seperti
berjam-jam lamanya, tidak ada satu pun yang bicara atau bergerak. Semuanya tahu
kalau satu gerakan, atau ucapan yang salah, akan membuat situasi yang sudah
begitu panas ini, menjadi semakin panas dan bahkan bisa meledak seketika.
“Satu kalimat.”
Kali ini Arslan yang
bicara, dengan nada datar dan begitu dingin dan menakutkan.
“Cukup satu kalimat yang
tepat, Graham, dan aku akan mengurungkan niatku untuk menghancurkan seluruh
tempat ini ...” ujar Arslan lagi sambil mengangkat sebelah tangannya. “Sebaiknya
kau pikirkan baik-baik apa yang akan kau katakan selanjutnya ...”
Graham baru saja akan
bicara, namun Maria keburu memotong dan terlebih dahulu melemparkan pertanyaan
pada semua yang ada di ruangan saat ini.
“HEI! Ada apa ini?!”
seru gynoid itu kebingungan. “Kenapa ada Arslan dan Ryouta di sini dan ...
RYOUTA! Singkirkan tanganmu dari Shao, kamu menyakitinya!”
Ryouta yang terkejut
dengan ucapan Maria langsung menoleh dan menatap ke arah gadis robot itu dengan
tatapan bingung, sekaligus tidak percaya.
“Maria?!” seru
Guardia tua itu dengan nada lega. Pada saat bersamaan, Anti-Machina Weapon yang
sudah siap ditembakkan dari dadanya pun berhenti berdengung dan kembali menutup.
Shao yang tadinya tampak ketakutan, kini mulai bisa mengendalikan ekspresinya,
meskipun dia masih tidak bisa bergerak karena Ryouta masih memitingnya ke
tembok.
“Maria! Apa kau
baik-baik saja?!” seru Ryouta lagi. “Kupikir kau sudah ...”
“... Graham! Ada apa
ini?! Kenapa mereka ada di sini?” potong Maria tanpa memperdulikan pertanyaan
Ryouta. Dia lalu beralih memandangi Arslan, yang kini sudah membalikkan
tubuhnya dan menatap bingung ke arahnya. “Oke, Arslan, bisa tolong turunkan
aku?”
Arslan mengedip
beberapa kali, sebelum akhirnya melipat sayapnya dengan perlahan dan membiarkan
Maria turun ke lantai dengan lembut. Begitu kakinya sudah kembali menapak
lantai, Maria langsung menoleh ke arah Ryouta dan berkacak pinggang.
“Sekarang, Ryouta!
Lepaskan Shao!” seru gynoid berambut hitam itu dengan nada memerintah, yang
amat jarang sekali keluar dari mulutnya, dan itu juga sebenarnya membuat Maria
kaget sendiri.
Tanpa membantah, atau
pun mengucapkan sepatah kata pun, Ryouta lalu melepaskan Shao, yang kemudian terjatuh
ke lantai dengan suara keras. Machina itu pun langsung mendongak dan menatap
tajam ke arah bekas musuh bebuyutannya itu, tapi dia pun juga diam saja dan tidak
mengucapkan apa pun.
Puas karena semua
orang seperti mematuhi perintahnya, Maria pun kini berbalik ke arah Graham,
yang kini sudah kembali berdiri dan menguasai dirinya sendiri. Ekspresi
wajahnya pun sudah kembali tenang dan datar.
“Ada apa ini? Apa yang
ter ...”
“MARIAAAAAA~~~~!”
Belum sempat Maria
menyelesaikan perkataannya, tahu-tahu Buggy sudah melesat dan memeluk wajah
gynoid itu dengan seluruh tubuhnya. Meskipun tidak bisa menunjukkan ekspresi
apa pun, tapi robot berbentuk mirip kecoak itu jelas-jelas sedang panik.
“Buggy? Minggir dulu
sebentar!” protes Maria sambil menyingkirkan tubuh Buggy dari wajahnya. Begitu
berhasil menyingkirkan robot serangga itu dari wajahnya, Maria kembali
memandangi sekelilingnya dan melihat sekilas ke arah layar-layar holografis
yang masih melayang-layang di sekitarnya. Semua layar itu kini menunjukkan
berbagai macam peringatan dan label error.
“Graham, ada apa ini sebenarnya?” tanya Maria
kebingungan. Dia lalu menoleh ke arah Ryouta dan Arslan, yang masih berdiri
tegak sambil memandangi Graham atau Shao. “Kok kalian ada di sini?”
“Tanyakan saja pada
Automa itu!” geram Ryouta sambil menatap tajam ke arah Graham selama beberapa
saat, kemudian berbalik memandangi wajah Maria, yang masih saja terlihat
kebingungan. “Apa yang kau pikirkan?! Kenapa kau mau saja menuruti
permintaannya?! Apa kau tidak tahu akibatnya pada tubuh dan sistem kecerdasan
buatanmu?!”
“Apa maksudmu?” tanya
Maria makin kebingungan. “Aku tidak mengerti ... sebenarnya aku ini diapakan?”
Baik Arslan maupun
Ryouta memang tidak bisa menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya, tapi hawa kemarahan
kedua bekas mesin perang mematikan di era Perang Bulan Kedua itu seolah menguar
dari tubuh keduanya. Dan tentu saja hal itu disadari oleh Graham, itu sebabnya
dia buru-buru bicara sambil mengangkat kedua tangannya.
“Aku sama sekali
tidak bermaksud buruk, atau pun ingin menyakiti Maria,” ujar Graham sembari
mengenakan topi bundarnya lagi. “Seperti yang kujelaskan sejak awal padanya,
aku membutuhkan Cyberbrain-nya. Tidak untuk kuambil dan kubongkar-bongkar
hingga komponen terkecilnya, tapi lebih untuk kupelajari sistem dan teknologi
baru yang tertanam di dalam sana selama ... beberapa jam saja ... hanya itu
saja.”
Entah apa yang salah, tapi Ryouta tahu-tahu
melangkah maju dan merenggut kerah pakaian yang dikenakan Graham dan
mendorongnya ke belakang hingga Automa itu membentur salah satu mesin canggih
yang ada di sisi ruangan.
“Hanya itu saja?!”
seru Ryouta dengan nada tinggi karena marah. “Seluruh sistem Maria mati total.
Semuanya! Dan alarm ‘kematiannya’ sampai padaku dan Arslan! APA YANG SEBENARNYA
KAU LAKUKAN PADANYA?!”
Graham kali ini bisa
mengendalikan diri dan menyembunyikan rasa takutnya. Sementara itu, Shao yang
sempat ingin bangkit dari tempatnya berlutut, tahu-tahu merasakan seolah
tubuhnya baru ditimpa sesuatu yang begitu berat. Akibatnya dia kembali dipaksa
berlutut di lantai beton, yang mendadak retak-retak seolah sedang menahan bobot
benda yang kelewat berat. Machina itu lalu menatap tajam ke arah Arslan yang
masih berdiri di tempatnya, namun kini sudah terlihat mengembangkan sayapnya
lagi.
“Jangan coba-coba,”
ujarnya singkat pada Shao, dan Machina itu pun terdiam karena menyadari dirinya
berada di posisi yang sangat tidak menguntungkan. Shao juga menyadari kalau
lawanya kali ini juga sama seperti dirinya ... atau bahkan ... jauh lebih kuat
dan menakutkan darinya.
“Apa yang sebenarnya
telah diciptakan oleh Clone Replicator di kota kalian itu?”
Graham akhirnya
kembali bicara dan sama sekali mengabaikan pertanyaan Ryouta. Automa itu kini
sudah terlihat tenang dan sudah pulih dari rasa terkejutnya karena tempat
kerjanya mendadak diserbu oleh dua mantan mesin perang dari era sebelum
Catastrophy itu.
“Apa pun Maria, dia
masuk ke dalam sistem utama Colony hanya dalam waktu beberapa detik dan
melangkahi seluruh sistem keamanan dan pertahanan digital kami begitu saja ...
atau lebih tepatnya ... semua sistem pertahanan digital yang kami punya menolak
bereaksi sama sekali. Semuanya. Padahal kami bisa menghanguskan otak elektronik
atau pun Kecerdasan Buatan mana pun yang nekat menyusup masuk ke dalam sistem
Colony ... tapi tidak gynoid yang satu ini!”
Maria mengerutkan dahi begitu mendengar penuturan Graham.
“Eh? Apa maksudnya
itu?” tanyanya semakin penasaran.
“Sederhananya ... kamu baru saja berjalan santai melewati
seluruh sistem keamanan digital yang ada di Colony, langsung ke jantung utama
seluruh sistem di tempat ini ...” jawab Shao, yang masih dipaksa berlutut di
lantai. “Bagaimana bisa ... seolah-olah kamu adalah ...”
“... sebuah Machina,” sahut Graham dengan tegas.
Dan kali ini ... giliran Maria yang terbelalak kaget.
****
Tadinya Graham ingin
melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap tubuh, cyberbrain, dan sistem Maria,
tapi akibat insiden yang melumpuhkan sebagian besar sistem keamanan di Colony,
dia pun mengurungkan niatnya. Terlebih karena dia tahu dua mesin perang yang
menerobos masuk Colony demi menyelamatkan Maria itu, tidak akan tinggal diam
kalau dia masih nekat melakukan apapun pada tubuh Gynoid misterius itu. Graham
tahu kalau Guardia dan Machina tua itu masih memiliki kapasitas tempur yang
lebih dari cukup untuk mengacaukan setidaknya setengah dari Silo-Silo yang
tersisa di Colony. Itu sebabnya dia dan Shao hanya diam saja dan membiarkan
Ryouta, Arslan, dan juga Buggy, membawa keluar Maria dari dalam Colony. Mereka
juga tidak mengatakan apa pun selagi keempat warga Bravaga itu berjalan keluar
dari laboratoriumnya dan bergegas pergi meninggalkan Colony.
Ketika keempat
tamunya itu sudah benar-benar menghilang dari pandangan, barulah Shao berani
berkomentar lagi.
“Profesor! Kenapa
Anda biarkan mereka pergi begitu saja?! Ini kesempatan langka untuk mendapatkan
petunjuk untuk mengatasi Soul Decay! Kita kan bisa ...”
Shao menghentikan
ucapannya ketika melihat Graham mengacungkan jari dan memberi isyarat padanya
untuk berhenti bicara. Ekspresi wajah Graham terlihat sangat menakutkan ketika
dia melakukan itu, dan bahkan membuat Shao, yang merupakan sebuah Machina, sama
sekali tidak berani membantah perintahnya.
“Shao,” panggil
Graham dengan nada dingin. “Sebenarnya aku juga tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan ini ... tapi apa kamu menyadari kalau insiden tadi sudah melumpuhkan
semua Drone yang kita tempatkan untuk menjaga pintu-pintu gerbang Colony, serta
membuat semua sistem persenjataan, perangkap, dan piranti anti-penyusup yang
kita miliki sama sekali tidak bereaksi ketika dua mesin perang kuno itu
menerobos masuk?”
Shao terbelalak
ketika mendengar ucapan Graham. Dia sama sekali tidak mengetahui kalau efek
insiden yang melibatkan Maria tadi itu benar-benar fatal. Machina kuno itu lalu
merinding ketika menyadari kalau kini Graham sedang menatapnya dengan tatapan
dingin dan menakutkan.
“Shao,” ujar Graham
lagi, masih dengan nada yang sama. “Kalau aku nekat melakukan apa pun pada
Maria, kita berdua sudah pasti akan mati. Kau sudah merasakan sendiri bukan?
Meski sudah tidak menggunakan tubuh aslinya lagi, tapi Guardia dan Machina yang
satu itu masih sama mematikannya dengan saat mereka aktif berperang di Perang
Bulan Kedua. Kita tidak bisa memberi alasan bagi keduanya untuk mengacau di
Koloni. Sudah cukup banyak masalah yang kita hadapi di tempat ini, dan tidak
perlu ditambah lagi!”
Profesor Graham
berhenti sejenak untuk memeriksa mesin-mesin canggih yang masih berantakan di
sekelilingnya, serta masih belum berhenti menunjukkan tanda eror di layar-layar
holografis yang melayang di sekitarnya.
“Tapi ini sungguh di
luar dugaan ...” ujar Automa itu. “Kalau memang benar gynoid Generasi Baru itu
adalah sebuah Machina seperti mu, itu artinya Clone Replicator di Bravaga sudah
berkembang melebihi harapan dan dugaanku, serta penciptanya. Ini benar-benar
berita bagus, sekaligus berita buruk bagi kita ...”
Graham tiba-tiba
berhenti bicara dan membiarkan kalimatnya menggantung di udara. Selama beberapa
saat, keduanya terdiam, sampai akhirnya Shao memberanikan diri untuk kembali
bicara, terutama ketika dia menyaksikan kalau ekspresi wajah Automa di
hadapannya itu sudah kembali normal seperti biasanya.
“Lalu ... apa yang
harus kita lakukan sekarang, Profesor?” tanya Shao dengan nada lambat. Dia
masih tidak mau membuat Profesor Graham kembali emosi. “Tentunya kita tidak akan
membiarkan insiden ini berlalu begitu saja kan?”
Graham menoleh ke
arah Shao, kemudian tersenyum tipis penuh arti.
“Tentu saja tidak,”
ujarnya sambil duduk di seberang Shao, kemudian menopang dagunya dan memandang
ke arah luar jendela ruangannya, tepatnya ke arah ruang kosong di tengah-tengah
Silo Colony, tempat tinggalnya itu.
“Tapi untuk saat ini
... kita akan menunggu dan mengamati.”
“Apa yang kita
tunggu, Profesor?” tanya Shao, yang kini sudah memberanikan diri untuk berdiri
di samping pimpinannya itu.
“Saat yang tepat,”
sahut Profesor Graham, masih sambil tersenyum tipis.
“Untuk apa?” tanya
Shao kebingungan.
Sang Automa pun
menoleh ke arah Machina yang menjadi asistennya itu, namun dia tidak mengatakan
apa pun, sampai akhirnya dia kembali memandang ke arah kejauhan.
“Kamu akan tahu pada
saatnya nanti ... bersabarlah.”
****
~FIN?~
red_rackham
2019
Comments