Everyday Adventure XXIV: Pilihan
Arslan baru saja berniat untuk kembali ke tempat tinggalnya ketika dia melihat sosok gynoid berambut biru yang menyelinap masuk ke salah satu lorong di sudut Bravaga. Sang Pengembara yang sedang melayang rendah di langit kota itu pun langsung menghentikan lajunya karena penasaran.
Hmm? Itu bukannya Orabelle? gumam Arslan dalam hati.
Dia lalu mengamati sekilas tempat yang dimasuki oleh Orabelle. Tempat gynoid itu menyelinap tadi tampak seperti bangunan lain di kota Bravaga yang dibangun seenaknya oleh penghuni, atau pun para Builder. Tidak ada yang istimewa dari bangunan itu. Setidaknya itu yang terlihat dari luar. Tapi sikap Orabelle yang seolah-olah dia tidak mau terlihat siapa pun ketika masuk ke bangunan tadi itu membuat Arslan jadi semakin penasaran.
Arslan pun melayang turun dan kini berdiri di depan lorong sempit dan gelap tempat Orabelle menyelinap tadi. Seperti yang terlihat dari atas tadi, tidak ada yang istimewa dari tempat ini. Tapi pasti ada alasan khusus kenapa Orabelle sampai datang ke sini. Karena rasa penasarannya sudah tidak tidak bisa dibendung lagi, mantan Machina itu pun akhirnya memutuskan untuk menyusuri lorong misterius itu dan berusaha menemukan ke mana Orabelle pergi tadi.
Tidak perlu waktu lama untuk itu, karena lorong yang dilalui Arslan itu mendadak berakhir di sebuah ruangan berbentuk kubah yang setengah hancur dan tampak sudah lama tidak ditinggali. Sebagian atap ruangan itu sudah tidak ada, dan sebagai gantinya, beberapa batang Travelling Tree tampak bertengger di tengah ruangan, di dinding, dan di atap gedung. Sementara itu, puluhan, kalau tidak ratusan Backpacker bersayap tipis, yang biasa disebut dengan nama Glider, terlihat sedang bersantai atau berlari-lari kecil mengitari ruangan.
Dan di tengah ruangan itu, duduk Orabelle yang tampak sedang sibuk mengobati seekor Glider yang terluka di pangkuannya. Gynoid itu terlihat begitu anggun dan sama sekali tidak tampak seperti sebuah robot ketika dia melakukan itu. Cahaya matahari yang masuk dari sela-sela dedaunan di kanopi Travelling Tree yang tumbuh seenaknya di sekitar ruangan itu membuat sosok Orabelle jadi semakin terlihat bagaikan seorang dewi.
Ketika melihat Arslan datang, beberapa Backpacker yang ada di sekitar Orabelle mendadak siaga, sedangkan beberapa ekor lainnya langsung melarikan diri dan bersembunyi di sela-sela pepohonan, semak, atau pun di lubang dan retakan yang ada di bangunan di sekitarnya.
Karena sedang benar-benar sedang fokus dengan apa yang sedang dilakukannya, Orabelle tidak memperhatikan kondisi di sekitarnya, sehingga dia sama sekali tidak menyadari kedatangan Arslan. Tapi begitu dia melihat perubahan perilaku para Backpacker yang ada di sekelilingnya, Orabelle pun tahu ada sesuatu yang baru saja terjadi. Dia pun segera mengalihkan perhatiannya dari sosok Backpacker yang sedang dia rawat dan begitu melihat sosok Arslan yang tahu-tahu sudah berdiri tidak jauh darinya, Orabelle pun terkejut dan langsung panik. Namun dia tidak bisa langsung berdiri dan kabur begitu saja, soalnya di pangkuan gadis robot itu, sedang bergelung tidur seekor Glider yang baru saja dia rawat. Gara-gara itu, Orabelle langsung salah tingkah. Karena tidak bisa berbuat apa-apa, dia akhirnya hanya terdiam, sementara air mata mulai menggenang karena takut, frustrasi, dan bingung.
Melihat reaksi Orabelle, Arslan langsung merasa bersalah. Dia pun mengangkat kedua tangannya, tanda kalau dia tidak berniat melakukan hal buruk pada gynoid itu.
“Ah, maaf kalau aku membuatmu terkejut. Aku benar-benar tidak bermaksud apa-apa. Tenang saja,” ujar Arslan sambil melangkah mundur. Namun Orabelle masih terlihat siap menangis kapan saja. Melihat itu, Arslan lalu berlutut di lantai yang berlapis lumut dan rumput, kemudian meletakkan satu tangan di dadanya.
“Apa kau masih ingat denganku? Aku Arslan, pemimpin para Pengembara,” ujar Arslan lagi dengan nada lembut. “Aku tidak bermaksud menakut-nakutimu. Aku tadi melihatmu masuk ke sini saat sedang terbang melintas. Karena penasaran, aku jadi mengikutimu dan ...”
Arslan berhenti bicara sejenak dan mengamati pemandangan di sekelilingnya. Meskipun ruangan tempatnya berada itu sudah setengah runtuh dan terabaikan, namun banyaknya tumbuhan, Travelling Tree, dan Backpacker yang berdiam di sini membuat tempat ini jadi terlihat indah.
“... aku tidak tahu ada tempat seperti ini di Bravaga,” ujar Arslan sambil kembali menatap ke arah Orabelle. Gynoid itu kini sudah terlihat lebih tenang, meskipun sikap tubuhnya masih menunjukkan kalau dia siap untuk kabur sewaktu-waktu. Arslan pun langsung putar otak untuk mencari objek obrolan lain yang bisa menenangkan Orabelle. Dia pun lalu menyadari kalau gynoid itu tidak beranjak dari tempatnya duduk karena ada seekor Glider yang sedang bergelung tidur di pangkuan Orabelle. Di tubuh makhluk mungil itu terlihat kain perban putih yang tampak sudah dibalutkan dengan lembut dan hati-hati.
“Ada apa dengan Backpacker itu?”
Arslan lalu menunjuk ke arah sosok Backpacker yang ada di pangkuan Orabelle.
Orabelle pun menoleh ke arah sosok mungil yang sedang dia pangku, kemudian kembali menatap ke arah Arslan, yang masih berlutut tidak jauh di depannya.
“Dia terluka,” jawab gynoid itu singkat. Dia lalu mengelus tubuh Glider yang dipangkunya, dan makhluk itu pun balas mengeluarkan suara dengkuran nyaman. “Aku menemukan dia beberapa hari lalu. Sepertinya karena kondisinya yang lemah waktu itu, dia jadi terpisah dengan kawanannya. Lalu setelah kuobati, dia kubawa ke sini begitu kondisinya sudah jauh lebih baik.”
Sekali lagi, Orabelle membelai tubuh Glider di pangkuannya dengan lembut, sementara Arslan tertegun mendengar ucapan Orabelle barusan. Dua pertanyaan pun segera muncul dari dalam Cyberbrain-nya.
“Dari mana kau tahu cara mengobati Backpacker itu?” tanya Arslan, masih belum beranjak dari posisi berlututnya saat ini. “Lalu ... dari mana kau tahu kalau kawanan Backpacker itu ada di sini? Atau lebih tepatnya, dari mana kau bisa menemukan tempat ini? Dari atas sana, tempat ini sama sekali tidak istimewa dan terlihat seperti reruntuhan biasa yang bertebaran di sudut-sudut kota Bravaga.”
Orabelle mendadak kembali tegang. Entah mengapa, gadis robot itu terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan Arslan tadi. Arslan pun menyadari perubahan ekspresi dan sikap Orabelle, tapi dia benar-benar ingin tahu bagaimana gadis robot itu bisa menemukan tempat persembunyian para Backpacker itu di sini. Terlebih, dari kondisi sang Glider yang diobatinya, tampaknya Orabelle benar-benar tahu bagaimana cara merawat mereka.
Terus terang saja, setahu Arslan, tidak seorang pun di Bravaga yang benar-benar tahu cara merawat Backpacker yang sakit seperti itu. Dia bahkan yakin kalau Dokter, sang Automa yang tinggal di hutan di sisi lain Bravaga pun tidak benar-benar tahu soal ini. Berhubung Orabelle belum lama ‘lahir’ di kota ini, dia pastinya belajar soal itu dari salah satu robot, atau bahkan, Automa, yang tinggal di Bravaga.
“Orabelle? Aku bisa menduga kalau kau masih takut dan tidak percaya denganku, tapi aku benar-benar ingin tahu jawaban dari pertanyaanku tadi,” ujar Arslan lagi dengan lembut. “Dan kalau kau tidak ingin jawaban itu diketahui yang lainnya, aku bisa menyimpan rahasiamu.”
Orabelle masih terdiam dan tampak menimbang-nimbang pilihannya. Tapi dia lalu terlihat seperti baru saja mengumpulkan keberaniannya dan akhirnya kembali bicara.
“Semuanya ada di dalam sini,” ujar gynoid itu sambil menunjuk ke kepalanya sendiri. “Semua pengetahuan soal Backpacker ada di sini, dan aku juga tahu semuanya tentang kota Bravaga ... termasuk keberadaan tempat ini. Itu sebabnya aku juga tahu kalau di sini ada sarang dan tempat persembunyian sementara milik beberapa koloni Backpacker.”
“Dari mana, atau dari siapa kau dapat semua pengetahuan itu?” tanya Arslan heran bercampur kaget. “Ryouta? Tidak ... aku yakin dia tidak tahu apa-apa soal Backpacker dan dia hanya peduli dengan reparasi dan konstruksi kota. Apa dari Maria?”
Orabelle menggelengkan kepalanya.
“Bukan dari Maria,” balasnya sembari memindahkan sang Glider yang ada di pangkuannya ke lantai berlapis rumput dengan lembut. Dia lalu kembali menatap ke arah Arslan. “Semuanya kudapat waktu aku tidak sengaja masuk ke dalam Ruang Maya sang Insinyur. Aku ... melihat semua hal tentang Bravaga dan tahu segalanya tentang kota ini. Dan ... dari lautan data yang begitu banyak itu, aku juga belajar soal Backpacker ...”
Arslan terdiam mendengar ucapan Orabelle. Dia memang sudah dengar soal insiden itu dari Maria, Ryouta, dan kakek Tesla. Dia juga tahu kalau Orabelle memang terlibat dalam insiden yang terjadi beberapa waktu di Central Tower itu, tapi Arslan tidak menyangka kalau peristiwa itu meninggalkan efek samping pada gynoid Generasi Baru itu.
“Kau ... sempat terhubung langsung dengan Mother?” tanya Arslan ketika dia akhirnya menyadari apa yang terjadi pada Orabelle. “Kalau memang itu yang terjadi ... itu artinya kau juga sempat mengakses langsung database utamanya.”
Orabelle mengangguk perlahan.
“Aku tidak begitu paham ... tapi kurasa begitu ...” balas gynoid itu lagi. “Walau hanya sebentar, tapi aku merasa seperti baru saja terbenam dalam lautan informasi yang begitu luas dan dalam ... sampai-sampai aku hampir kehilangan jati diriku. Kalau tidak ditarik oleh Maria, mungkin kesadaranku sudah benar-benar hilang dan terhapus.”
Arslan kembali terdiam.
Selama ini tidak ada robot di Bravaga yang sanggup terhubung langsung dengan Mother. Pasalnya, mesin super canggih yang bisa dibilang menjadi pusat dari seluruh kehidupan di Bravaga itu terlindungi oleh beberapa lapis firewall dan perangkap digital tersembunyi. Semua sistem perlindungan itu bisa dengan mudah menghanguskan sistem kecerdasan buatan apa pun yang nekat mengakses langsung informasi yang tersimpan jauh di dalam database-nya. Itu belum ditambah dengan jumlah informasi yang tersimpan di sana, serta sistem enkripsi rumit yang bisa membuat cyberbrain robot biasa mengalami kelebihan beban kerja kalau mencoba mengurai kode enkripsi dan membaca informasi yang dicurinya dari Mother itu.
Itulah alasan mengapa setiap kali ada yang bertanya atau membutuhkan informasi apa pun dari Mother, ‘ibu’ dari para robot di Bravaga itu akan memberikan data yang sudah terlebih dahulu diproses agar lebih mudah dibaca dan dipahami oleh robot-robot lainnya.
Satu-satunya robot di Bravaga yang bisa mengakses database Mother secara langsung hanyalah sang Insinyur. Namun sang Insinyur pun hanya bisa mengakses langsung sebagian kecil dari database Mother yang begitu besar. Karena bahkan robot yang didesain khusus sebagai mesin perang siber di era Perang Bulan Kedua itu pun tidak sanggup mengakses, membuka kode enkripsi, dan membaca informasi yang ada di dalam database Mother secara bersamaan. Sang Insinyur hanya bisa mengakses informasi yang berhubungan dengan tugasnya sebagai robot yang mengatur tata kota di Bravaga.
Tapi jika yang dikatakan oleh Orabelle tadi itu memang benar-benar yang terjadi pada dirinya. Maka meskipun hanya sebentar, Orabelle baru saja melakukan hal yang sama dengan sang Insinyur.
Gadis robot itu sempat terhubung langsung dan mengakses informasi tersembunyi yang ada di dalam database Mother ... tanpa penghalang atau perantara apa pun.
“Selain tentang Backpacker dan Bravaga, apa lagi yang kau pelajari dari database Mother?” tanya Arslan lagi. Dia masih penasaran sejauh mana Orabelle berhasil mendapatkan informasi, yang bahkan tidak diketahui oleh robot-robot lain yang tinggal di kota Bravaga.
Orabelle terdiam sejenak, kemudian mengucapkan satu kata yang membuat Arslan langsung tersentak kaget.
“Verne.” ujar gynoid bertubuh mungil itu sembari menatap lurus ke arah mata Arslan. “Mother memintaku mencari kompasku sendiri untuk menemukan Verne.”
Begitu nama itu terucap, Arslan mendadak bangkit dan merentangkan kedua sayap lebarnya. Tentu saja aksinya itu langsung membuat Orabelle terbelalak ngeri dan tanpa sadar sudah setengah berdiri. Siap untuk kabur dari hadapan sosok yang tiba-tiba terlihat mengancam dan menakutkan itu.
Tapi entah dari mana, tiba-tiba saja ada dorongan di dalam diri Orabelle, untuk tidak segera kabur sejauh mungkin dari hadapan Arslan. Ada sesuatu yang membuat gynoid itu tahu kalau ini adalah persimpangan jalan di mana dia harus memutuskan masa depan ... dan juga tujuan hidupnya.
“A ... aku sebenarnya masih tidak paham ... apa itu Verne ...” ujar Orabelle terbata-bata. Dia lalu menarik nafas panjang, kemudian mengamati sosok Arslan yang masih berdiri terpaku dengan sikap yang terlihat mengancam. “Tapi yang kutahu, aku harus menemukan apa pun Verne itu ... karena itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan manusia yang tersisa di planet ini ... serta membukakan jalan untuk mereka yang akan hadir menggantikan manusia nantinya.”
Arslan masih terdiam, tapi perlahan-lahan dia melipat sayapnya.
“Itu ...” ujarnya singkat, sebelum terdiam sejenak.
Seperti yang diucapkan Orabelle tadi, bahkan dirinya sendiri tidak mengerti sepenuhnya apa itu Verne. Yang jelas, Arslan merasa kalau dia harus menemukan apa yang dinamakan dengan Verne itu, bagaimanapun caranya. Itu adalah salah satu tujuan hidupnya sebagai sebuah Machina, dan itu juga menjadi salah satu tujuan dibentuknya para Pengembara, selain untuk mencari dan mengembalikan teknologi yang sudah hilang atau terlupakan.
Begitu mengetahui ada satu robot lain selain dirinya yang menerima perintah untuk mencari Verne, tiba-tiba saja pimpinan dari para Pengembara itu mengucapkan sebuah ide yang terlintas di dalam cyberbrain-nya.
“Orabelle. Apa kau mau bergabung bersama kami?”
Kedua mata Orabelle terbelalak lebar mendengar tawaran dari Arslan. Pikiran itu memang sempat terbesit olehnya sejak dia mendengar lebih banyak mengenai para Pengembara dari Maria. Tapi gynoid itu sama sekali tidak pernah membayangkan seperti apa rasanya menjadi Pengembara seperti Arslan. Sehingga ketika tiba-tiba saja tawaran itu datang, Orabelle sama sekali tidak tahu harus berbuat apa.
Terlebih karena ini datang langsung dari Arslan, pimpinan dari para Pengembara.
“Aku tahu ini tawaran yang terdengar tidak masuk akal dan tentunya ini pilihan yang sangat sulit bagimu. Terutama karena kau belum lama hadir di dunia ini dan masih butuh banyak pengalaman hidup,” ujar Arslan. Dia lalu mengalihkan pandangannya sejenak ke arah pohon besar yang ada di belakang Orabelle, lalu ke langit, dan kembali memandang ke arah gynoid yang masih terduduk di lantai berlapis rumput itu. “Tapi ketahuilah. Apa pun informasi yang kau miliki mengenai Verne, itu akan sangat membantu sekali bagiku, bagi Pengembara, dan bagi semua yang ada di Bravaga ... dan juga ... bagi manusia yang tersisa di dunia ini. Itu sebabnya aku memberimu tawaran gila ini. Dan kau tidak perlu ragu untuk menolaknya, kalau menurutmu tawaranku itu terlalu berat atau tidak masuk akal.”
Orabelle masih diam terpaku di tempat.
Gynoid itu masih menimbang-nimbang tawaran Arslan tadi dan sedang memikirkan konsekuensi yang harus dia tanggung kalau dia memilih untuk menjadi Pengembara. Robot yang memiliki wujud seperti seorang gadis remaja itu lalu mengangkat dan mengamati kedua tangannya yang ramping dan lentik.
Sejak dibuat oleh Mother, Orabelle selalu bertanya-tanya soal tujuan dia dibuat dan apa yang harus dia lakukan untuk mengisi hidupnya. Dulu dia sempat membayangkan kalau dia akan tinggal selamanya di dalam kota Bravaga, seperti hampir semua robot yang berdiam di dalam kota itu. Tidak seperti Maria, yang selalu penasaran dengan segala sesuatu yang ada di luar kota Bravaga, Orabelle tidak pernah membayangkan kalau dia akan pergi meninggalkan kota tempat kelahirannya itu dan menjelajahi dunia.
Tapi tiba-tiba saja ... di sinilah dia sekarang.
Di persimpangan jalan.
Meskipun ini terjadi begitu saja dan tanpa disangka-sangka oleh dirinya sendiri, namun dengan segera Orabelle membulatkan tekad dan membuat sebuah keputusan besar yang akan mengubah seluruh jalan hidupnya. Seolah ada dorongan kuat yang tiba-tiba saja mencuat dari dalam dirinya untuk membuat keputusan itu.
“Arslan. Kalau kau tidak keberatan dengan anggota baru yang ... sama sekali tidak tahu apa-apa soal dunia luar seperti ku ...” Orabelle akhirnya bicara sambil memandang lurus ke arah mata Arslan. Gynoid itu lalu tersenyum manis sembari mengulurkan sebelah tangannya. “... maka aku bersedia untuk bergabung bersama para Pengembara.”
Sayang sekali Arslan tidak bisa menunjukkan ekspresi wajah, karena saat ini bekas mesin perang kuno itu tengah tersenyum lebar setelah mendengar keputusan Orabelle. Dia pun menyambut uluran tangan Orabelle dan membantu gynoid itu untuk berdiri.
“Aku sama sekali tidak keberatan,” balas Arslan dengan lembut. “Selamat datang dalam kawanan Pengembara, Orabelle.”
Spontan, Orabelle memberi hormat sembari menarik ujung rok yang dia kenakan dengan kedua tangannya. Selama beberapa detik, sosok mungil Orabelle tampak terlihat seperti seorang putri bangsawan dari kerajaan kuno yang telah lama hilang ditelan arus waktu. Kedua mata Arslan langsung terbelalak lebar ketika dia melihat sikap Orabelle yang mendadak terlihat begitu anggun dan cantik itu.
“Terima kasih, dan salam kenal, tuan Arslan,” ujar Orabelle, masih sambil tersenyum lebar ke arah Arslan. “ Terima kasih karena Anda mau menerimaku yang tidak berpengalaman ini.”
Arslan tertawa ringan melihat sikap Orabelle yang sama sekali tidak terduga itu. Kedua robot canggih itu sempat saling tatap selama beberapa saat, sebelum akhirnya Arslan mengalihkan pandangannya.
“Nah, sekarang tinggal bagaimana cara kita memberi tahu yang lainnya,” ujar Arslan. Dia lalu kembali menoleh ke arah Orabelle. “Para Pengembara lain pasti akan setuju dengan keputusanku, terutama karena ini menyangkut soal Verne. Tapi Ryouta, Maria, Buggy, dan yang lainnya ...”
“... serahkan padaku!” sahut Orabelle dengan nada mantap. “Biar aku yang bilang ke mereka. Dan karena ini adalah keputusanku, dan ini adalah jalan hidup yang kupilih, mereka pasti mau mengerti.”
Arslan mengangguk setuju.
Ya, Ryouta dan Buggy mungkin akan protes lalu Maria mungkin akan sedih, tapi kurasa mereka akan mengerti, ujar Arslan. Dia lalu melirik ke arah Orabelle, yang kini sudah mulai dikerumuni oleh para Backpacker lagi. Nah ... sekarang masalah lainnya adalah soal tubuh Orabelle yang perlu modifikasi berat ... tapi kurasa itu bukan masalah bagi kakek Tesla dan Mother.
****
Sesuai dugaan Arslan, ketika Orabelle memberitahu soal tawaran dan keputusannya untuk bergabung bersama para Pengembara, Buggy dan Ryouta memang langsung protes dan terlihat jengkel setengah mati. Dari sikap dan nada bicaranya, Ryouta jelas-jelas ingin sekali menghajar Arslan saat ini juga. Sementara itu, Maria langsung memeluk tubuh Orabelle dengan erat sambil terlihat menahan air matanya. Gynoid yang dianggap Orabelle seperti kakaknya sendiri itu terlihat enggan untuk melepaskan kepergian Orabelle begitu saja.
Sama seperti Arslan, Orabelle sebenarnya sudah bisa menduga bagaimana reaksi teman-temannya atas keputusan besarnya itu, tapi dia masih bingung harus berbuat apa ketika sudah berada di tengah-tengah pelukan erat Maria dan Buggy.
“I ... ini keputusanku sendiri, Arslan sama sekali tidak memaksaku untuk bergabung bersama para Pengembara,” ujar Orabelle canggung sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Maria. Dia lalu memandang ngeri ke arah Ryouta dan Arslan yang seperti sewaktu-waktu akan saling baku hantam. “Ryo ... Ryouta! Ini bukan paksaan Arslan! Ini murni keputusanku sendiri! Jadi tolong kalian tidak usah bertengkar ya!”
“Aku tahu!” balas Ryouta ketus tanpa mengalihkan tatapan tajamnya dari sosok Pengembara yang berdiri di hadapannya itu. “Tapi tetap saja ... ini terlalu gegabah. Orabelle belum punya pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk menghadapi dunia luar. Kau pasti menyadari soal itu, Arslan.”
Arslan mengalihkan pandangan sekilas ke arah Orabelle, yang masih dipeluk Maria dengan erat, kemudian kembali membalas tatapan Ryouta.
“Ya. Aku sadar Orabelle masih terlalu muda, kurang pengalaman hidup, dan masih perlu banyak belajar.” Arslan lalu terdiam sejenak. “Tapi siap atau pun tidak, kalau ini adalah keputusannya, kau juga tidak boleh menghalanginya, Ryouta.”
Ryouta terdiam. Meskipun dia sangat mengkhawatirkan keselamatan Orabelle kalau gynoid itu pergi keluar dari Bravaga, tapi ucapan Arslan benar. Kalau ini memang keputusan Orabelle dan itu adalah panggilan hidupnya, Ryouta tahu dirinya tidak berhak untuk melarang kepergian gynoid termuda di Bravaga itu.
“Lagi pula ... waktu kepergian kami sudah dekat dan kalau dia merasa ini adalah panggilan hidupnya, tidak ada waktu yang lebih tepat lagi baginya untuk bergabung dengan para Pengembara dan pergi menjelajah dunia luar sana, selain sekarang ini.” Arslan kembali bicara, masih sambil membalas tatapan tajam Ryouta dengan tenangnya.
Ryouta mendengus kesal ketika mendengar ucapan Arslan itu, kemudian menoleh ke arah Orabelle. Ekspresi di wajah gadis robot itu menyiratkan kalau keputusannya untuk bergabung dengan para Pengembara itu sudah bulat dan tidak bisa diubah lagi.
“Orabelle, apa Arslan sudah memberitahu konsekuensinya kalau kau bergabung dengan Pengembara?” tanya Ryouta pada gadis robot itu.
Orabelle mengangguk. Dia lalu berusaha melepaskan diri dari pelukan Maria untuk kesekian kalinya. Meskipun dengan enggan, kali ini Maria akhirnya mau melepaskan pelukannya. Setelah menenangkan diri, Orabelle lalu menjawab pertanyaan Ryouta tadi.
“Ya. Hidup sebagai Pengembara akan selalu penuh dengan tantangan dan bahaya yang mengancam setiap saat. Dan dengan spesifikasi tubuhku saat ini, aku tahu aku tidak akan bertahan lama di luar sana itu sebabnya ...” Orabelle berhenti sejenak, sebelum kembali bicara lagi. “... Mother harus mengubah tubuhku atau memindahkan cyberbrain-ku ke tubuh Pengembara yang jauh lebih tangguh dari tubuhku sekarang ini.”
Ryouta tadinya mau meminta Orabelle untuk memikirkan ulang keputusannya, tapi ketika dia melihat kedua mata gynoid bertubuh mungil yang berdiri tegak di hadapannya itu, Ryouta tahu kalau apa pun yang dia katakan tidak akan bisa meyakinkan Orabelle untuk mengubah keputusannya.
“Kalau memang itu keputusanmu, aku tidak akan menghalangimu,” ujar Ryouta sambil menghela nafas panjang. Dia lalu menoleh ke arah Maria, yang masih terlihat sedih dan belum menerima pilihan Orabelle untuk pergi meninggalkan Bravaga. “Bagaimana menurutmu, Maria?”
Maria tampak berusaha menenangkan diri sejenak, sebelum akhirnya memaksakan diri untuk tersenyum.
Ketika Orabelle meminta bertemu dengannya di Menara Memori untuk membicarakan tentang sesuatu yang serius, entah kenapa Maria punya firasat kalau ini ada hubungannya dengan keputusan hidup yang akan diambil oleh gynoid itu. Selain itu, Maria juga seolah-olah tahu kalau ada sesuatu yang penting yang harus dia lakukan untuk gadis robot yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri. Itu sebabnya Maria sudah tahu apa yang harus dia lakukan berikutnya dan sudah bersiap untuk memberikan sesuatu, yang menurutnya, sudah saatnya dimiliki oleh Orabelle.
Masih sambil tersenyum di hadapan Orabelle, Maria mengambil sesuatu dari dalam saku celananya dan menyerahkan benda itu kepada gynoid Generasi Baru yang berdiri di depannya itu.
“Kurasa ini milikmu,” ujar Maria sambil tersenyum. “Aku menerima ini waktu enggak sengaja berkunjung ke sebuah kafe misterius bernama Shelter 19, setelah sebelumnya aku dan Buggy tersesat di dalam Kabut Elektrik. Ada android aneh bernama Glibert yang memberikan kompas ini padaku. Katanya benda itu akan selalu memberitahu arah pulang ke rumah ... tapi kurasa benda itu lebih dari sekedar alat penunjuk arah ... terutama untuk para Pengembara, dan juga mantan Machina seperti Arslan.”
Ketika Orabelle menyadari benda apa yang baru saja diberikan Maria kepadanya, dia pun langsung terbelalak lebar.
Benda itu tidak lain adalah Harmonic Compass. Benda misterius yang konon dimiliki oleh setiap Machina yang bangun dari tidur panjangnya setelah Catastrophy melanda dunia, serta merupakan bagian dari ‘nyawa’ para Pengembara. Orabelle tahu kalau berkat benda itu, para Pengembara bisa berkelana ke seluruh penjuru Bumi yang kini dipenuhi berbagai macam bahaya. Konon katanya, berkat itu pula para Pengembara bahkan bisa menjelajah menembus Kabut Elektrik yang begitu misterius dan berbahaya.
Kabut Elektrik yang bisa menghambat ataupun merusak semua barang elektronik, termasuk cyberbrain canggih milik para Pengembara itu, entah bagaimana caranya tidak berpengaruh sama sekali terhadap fungsi dari Harmonic Compass. Benda itu tetap berfungsi tanpa henti di tengah Kabut Elektrik sepekat dan sekuat apapun, serta selalu berhasil memberi peringatan terhadap datangnya bahaya yang mengancam fungsi vital tubuh para Pengembara yang membawanya.
Singkat kata, Harmonic Compass adalah sebuah alat yang tidak ternilai harganya bagi para Pengembara ... dan Maria dengan begitu saja telah menyerahkan benda yang sangat berharga itu kepada Orabelle.
“A ... aku tidak bisa menerima benda berharga ini begitu saja!” ujar Orabelle sambil berusaha menyodorkan kompas di tangannya itu kembali kepada Maria. Tapi Maria malah balas mendorong balik tangan Orabelle. Dia pun tersenyum geli melihat Orabelle yang masih kebingungan dan enggan menerima pemberiannya itu.
“Tidak. Ini milikmu,” balas Maria dengan lembut. “Aku masih enggak paham sebenarnya apa fungsi benda ini. Kadang kompas ini tiba-tiba aktif sendiri dan menuntunku ke tempat-tempat menarik atau menemukan barang-barang kuno peninggalan manusia di masa lalu. Tapi di lain waktu kompas ini berfungsi seperti layaknya sebuah alat navigasi dan membantuku mencari jalan pulang ...”
Maria berhenti sejenak dan menoleh ke arah Arslan.
“... dan kurasa Harmonic Compass itu akan lebih berguna bagi para Pengembara, ketimbang benda itu hanya terus-terusan berada di sini, di kota Bravaga ini,” ujar gynoid berambut hitam panjang itu lagi. “Itu akan membantu kalian menemukan Verne ... sekaligus menuntunmu, dan para Pengembara lainnya, agar selalu bisa kembali pulang ke rumah kalian di kota ini.”
Kali ini Maria yang dibuat terkejut ketika Orabelle balas memeluknya dengan erat. Gynoid itu awalnya bingung, namun dia pun akhirnya membalas pelukan Orabelle.
“Terima kasih, Maria. Ini benar-benar hadiah yang luar biasa,” ujar Orabelle dengan mata berkaca-kaca. Meskipun dia selalu berusaha untuk mengendalikan Simulasi Emosi-nya, tapi kali ini sistem yang kelewat canggih itu tidak bisa lagi dia kontrol. “Aku akan menjaganya dengan baik dan para Pengembara yang lain pastinya akan sangat berterima kasih atas pemberianmu yang tidak ternilai ini.”
Maria pun mengelus kepala Orabelle dengan lembut.
“Ini bukan apa-apa,” ujarnya. “Yang terpenting, kau, dan juga para Pengembara yang lain harus berjanji kalau kalian akan kembali lagi ke kota ini dengan selamat. Hanya itu saja syarat dari ku.”
Orabelle mengangguk.
“Aku janji,” ujarnya singkat.
Maria pun lalu menoleh ke arah Arslan, yang langsung menangkap maksud tersirat di balik tatapannya itu. Arslan pun meletakkan sebelah tangan di depan dadanya.
“Sebagai pemimpin para Pengembara, aku juga berjanji akan selalu melindungi Orabelle dan memastikan keselamatannya,” ujar Arslan. “Dan aku juga berjanji akan pulang ke kota Bravaga ini bersama semua Pengembara yang lain, begitu siklus pengembaraan kali ini berakhir.”
“Sebaiknya kau menepati janjimu,” celetuk Ryouta dengan nada mengancam. “Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau sampai melanggar janjimu itu.”
Arslan tertawa pelan, kemudian mengangkat kedua tangannya.
“Jangan khawatir,” sahutnya dengan nada geli. “Aku terlalu takut membayangkan apa yang akan terjadi padaku kalau aku melanggar ucapanku tadi.”
Selama beberapa saat, semuanya terdiam. Setidaknya sampai Buggy kembali bicara.
“Lalu, kapan waktu siklus pengembaran yang baru ini akan dimulai?” tanya robot mirip kecoak raksasa itu. “Kalau aku tidak salah ingat dan hitung, seharusnya begitu musim ini berakhir kan?”
Arslan mengangguk mengiyakan. Dia lalu menoleh ke arah Orabelle, Maria, lalu Ryouta bergantian.
“Seperti kata Buggy tadi. Begitu musim ini berakhir, kami akan pergi dari Bravaga dan melanjutkan pengembaraan kami,” ujar Arslan. “Dan itu artinya ... Orabelle perlu menerima modifikasi dari Mother dalam waktu dekat.”
“Kapan?” tanya Buggy lagi.
“Hari ini,” sahut Orabelle.
Tentu saja jawaban itu membuat Maria, Ryouta, dan Buggy terkejut bukan main. Tapi sebelum ada yang sempat mengatakan apa pun, Orabelle sudah kembali bicara lagi.
“Aku tahu ini sangat mendadak. Tapi kupikir karena waktunya sudah sangat dekat, aku harus segera terbiasa dengan ... apa pun tubuh baruku nanti,” ujarnya sembari memandangi teman-temannya satu persatu. “Aku tidak mau merepotkan atau membahayakan para Pengembara lainnya gara-gara aku masih belum terbiasa menggunakan semua fungsi di tubuh baruku ...”
Orabelle berhenti bicara dan sejenak memandangi kedua tangannya yang agak gemetar. Meskipun keputusannya sudah bulat, tapi bayangan akan kehilangan tubuhnya yang sekarang tetap membuatnya takut. Apalagi karena dia tidak tahu akan jadi seperti apa dia nantinya. Ada kekhawatiran dalam diri Orabelle kalau nantinya dia akan memiliki wujud yang menakutkan, dan itu akan membuat Maria, Ryouta, Buggy, atau pun Arslan berbalik menjauhinya.
“Tidak usah khawatir soal apakah bentuk tubuhmu itu nanti akan membuat kami takut lalu menjauhimu.” Seolah bisa membaca apa yang dipikirkan Orabelle, Ryouta tiba-tiba bicara sembari menepuk kepala gynoid itu dengan lembut. “Biar bagaimanapun, kau adalah teman kami yang paling berharga. Seperti apa pun wujudmu nanti, itu tidak akan membuat kami berhenti menjadi temanmu.”
“Itu benar!” sahut Maria sambil nyengir lebar. “Lagi pula, aku percaya Mother akan membuatkan tubuh Pengembara baru yang sama cantik dan anggunnya dengan tubuhmu sekarang ini. Enggak usah khawatir deh!”
Orabelle tersenyum lega mendengar ucapan teman-temannya itu. Dia pun lalu menoleh ke arah Arslan, yang masih dengan sabar menunggu, kemudian memberi isyarat kalau sudah saatnya mereka berdua pergi ke Central Tower.
“Baiklah. Sudah saatnya kami pergi sekarang.”
Arslan akhirnya bicara sambil berjalan menghampiri Orabelle, lalu menepuk pundak gynoid itu dengan lembut. Orabelle terlihat mengusap air mata yang sempat mengalir di pipinya, kemudian menoleh ke arah Arslan, sebelum akhirnya mengangguk dan berjalan keluar dari Menara Memori yang berdiri di salah satu sudut kuno kota Bravaga itu.
Maria, Ryouta, dan Buggy masih berdiri terdiam di depan pintu Menara Memori sampai akhirnya sosok Arslan dan Orabelle menghilang di ujung jalan. Baru setelah itu Maria tahu-tahu memeluk tubuh kekar Ryouta dan membiarkan wajahnya tertutup di balik jaket hijau kusam yang dikenakan robot mantan Guardia itu.
“Iya. Iya. Aku tahu kau sedih,” ujar Ryouta sambil mengelus kepala Maria dengan lembut.
“Kamu hebat deh bisa menahan emosimu tadi,” sahut Buggy yang kini sudah bertengger di pundak Maria.
Maria tidak menanggapi ucapan Ryouta dan Buggy. Di satu sisi dia senang karena Orabelle bisa menemukan tujuan hidupnya dengan begitu cepat. Namun karena itu terjadi terlalu cepat, Maria merasa kalau dia belum banyak mengenal siapa Orabelle, tapi tahu-tahu gynoid yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri itu sudah akan pergi jauh dan menempuh perjalanan yang dipenuhi bahaya maut yang mengancam. Dan itu tentu saja membuatnya sedih, tapi dia tidak mau terlalu memperlihatkan emosinya itu di hadapan Orabelle. Dia tidak mau gynoid itu menjadi galau dan mempertanyakan pilihan hidupnya itu.
Cukup lama Maria terdiam memeluk tubuh Ryouta, sebelum akhirnya dia bisa mengendalikan Simulasi Emosi-nya dan menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Kedua matanya lalu terpaku ke arah Central Tower yang berdiri menjulang di kejauhan. Menara tinggi yang menjadi pusat dari kota Bravaga itu terlihat berkilau keemasan diterpa sinar matahari sore yang indah.
Mother sekarang pasti sudah memulai proses transformasi Orabelle menjadi Pengembara seperti Arslan. Aku jadi penasaran seperti apa jadinya nanti ... gumam Maria dalam hati. Tapi aku yakin dia pasti bakal jadi Pengembara paling cantik di antara para Pengembara yang lainnya! Lihat saja nanti!
Usai mengucapkan itu di dalam benaknya, Maria pun berbalik ke arah Ryouta, lalu menoleh ke arah Buggy yang masih bertengger di pundaknya.
“Ayo kita pulang!” ujar Maria sambil tersenyum lebar.
~FIN?~
red_rackham 2020
Comments