Perpustakaan Glanvnore

Perpustakaan Glanvnore

 

Pada awalnya aku sama sekali tidak percaya akan keberadaan perpustakaan ajaib itu. Tapi setelah aku melihat dan merasakan ‘keajaiban’ perpustakaan itu, barulah aku percaya kalau tempat seperti itu memang benar-benar ada di dunia ini.

Glanvnore.

Itulah nama perpustakaan yang akhir-akhir ini sering dibicarakan oleh orang itu. Perpustakaan itu konon bisa muncul dimana saja dan kapan saja, sehingga hampir tidak ada orang yang tahu lokasi pasti dari perpustakaan gaib itu. Kata orang perpustakaan itu bahkan bisa berpindah tempat hanya dalam hitungan jam saja.

Dari rumor yang sering kudengar, di dalam perpustakaan itu tersimpan buku-buku dalam jumlah yang nyaris tidak terbatas. Konon buku-buku yang ada di dalam perpustakaan Glanvnore merupakan buku-buku yang telah ditulis jauh di masa lampau dan buku-buku yang akan ditulis jauh di masa depan. Dengan kata lain, perpustakaan itu tidak mengenal waktu dan konon bisa muncul di masa depan, atau masa lalu. Bahkan ada yang mengatakan kalau perpustakaan itu bahkan tidak mengenal dunia dan bisa saja muncul di dunia yang sama sekali berbeda dengan dunia tempat kita tinggal saat ini. Aku bahkan pernah mendengar cerita tentang orang yang keluar dari Glanvnore dan mendapati dirinya berada di sebuah dunia asing, dimana terdapat banyak kereta besi tanpa kuda melaju kencang di jalan-jalan dan sebuah burung besi raksasa melintas di langit.

Memang kalau hanya mendengarkan rumor dan cerita yang beredar saja, sulit rasanya untuk mempercayai kalau perpustakaan ajaib itu benar-benar nyata.

Tapi percayalah. Perpustakaan itu ada.

Kalau tidak, untuk apa saat ini aku ada di tengah-tengah padang tandus seperti ini?

“Panas.....”

Aku menggerutu sambil melirik ke arah langit.

Hari ini benar-benar panas. Dua buah matahari yang bersinar di langit seakan-akan menertawakan tingkah konyolku yang berjalan di atas tanah bersuhu lebih dari 50 derajat celsius ini.

Sudah 4 hari aku berjalan mengitari padang tandus tanpa kehidupan ini, hanya untuk memastikan kebenaran informasi yang belum lama ini kuterima dari sumber terpercaya.

Informasi itu tidak lain adalah informasi mengenai keberadaan perpustakaan Glanvnore. Konon perpustakaan gaib itu kini sering muncul di padang tandus ini. Hanya saja informasi yang kudapat tidak menyebutkan dengan jelas KAPAN dan DIMANA pastinya perpustakaan itu akan muncul.

Kalau kupikir-pikir lagi...rasanya aku seperti dibohongi saja....

Aku menggerutu dalam hati sambil berhenti berjalan dan memandang ke sekelilingku. Tapi tidak ada apapun sejauh mata memandang, kecuali hamparan padang tandus kering kerontang dengan beberapa buah bukit karang menjulang tinggi. Tidak satupun hewan atau tumbuhan yang bisa tumbuh di tempat terkutuk semacam ini. Sepertinya satu-satunya makhluk hidup konyol yang ada di sini adalah aku seorang.

“Sial!” Aku mengumpat sambil melemparkan barang bawaanku ke tanah.

Aku sudah terlalu lelah untuk melanjutkan perjalanan, sehingga kuputuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan lagi pada malam hari.

Dengan cepat aku membongkar tasku dan mengeluarkan peralatan untuk membuat tenda. Dalam waktu singkat, sebuah tenda kecil berkapasitas 1 orang sudah berdiri di tengah-tengah padang tandus itu.

Di dalam tenda, aku segera berbaring dan memejamkan mata. Berharap hari ini cepat berlalu dan malam segera tiba agar aku bisa melanjutkan pencarianku yang tampak minim harapan ini.

****

“Demi Tuhan! Apa yang....!?”

Aku sama sekali tidak percaya dengan yang kulihat sekarang.

Saat ini aku sedang berdiri memandangi sebuah lorong panjang yang nyaris tidak berujung. Di sisi kiri dan kanan lorong tempatku berdiri ini terlihat deretan rak buku yang begitu tinggi sehingga puncak rak tersebut nyaris tidak terlihat. Dan tentu saja di rak buku tersebut tersusun buku-buku dalam berbagai ukuran dan bentuk. Saking banyaknya aku hampir yakin kalau jumlah buku di rak-rak itu sudah lebih dari cukup untuk mengisi lautan.

Aku menampar pipiku sekali.........dua kali.........tiga kali.......dan setelah tamparan yang keempat, kini aku yakin bahwa sekarang aku tidak sedang bermimpi.

Aku benar-benar berada di tempat yang kucari-cari selama 4 hari ini.

“Perpustakaan Gaib...Glanvnore...” gumamku dengan suara lirih.

Aku memegangi kepalaku yang terasa sakit karena saat ini aku sedang bingung setengah mati. Aku ingat sekali semalam aku berkemah di tengah padang tandus. Tapi saat ini aku dan kemahku berada di dalam perpustakaan ajaib itu.

Meski sedang kebingungan setengah mati, aku sebenarnya juga gembira setengah mati, karena aku berhasil mencapai tujuanku.

Sambil berusaha menenangkan diri, aku sekali lagi mengamati ke sekelilingku.

Sejauh mata memandang yang ada hanya lautan rak kayu yang dipenuhi buku. Perlahan-lahan aku mulai melangkahkan kaki menyusuri lautan rak buku di sekitarku.

Pikiranku terus melayang kemana-mana.

Sejujurnya aku bukan maniak buku atau seorang treasure hunter, aku hanyalah petualang biasa yang punya semangat tinggi untuk menjelajahi tempat-tempat yang tidak pernah dijamah orang lain. Jadi sebenarnya kecuali hanya sekedar untuk memastikan bahwa perpustakaan Glanvnore itu benar-benar ada, aku tidak punya tujuan untuk mencari ilmu, informasi, atau buku tertentu dari perpustakaan gaib itu.

Jujur saja, aku kurang suka membaca buku. Menurutku membaca buku itu hanya buang-buang waktu saja dan membosankan. Daripada duduk diam membaca buku, aku lebih baik berkelana dan berpetualang saja.

Tapi berhubung aku sudah sampai disini, tidak ada salahnya aku coba membuka salah satu buku di sekitarku.

Buku yang akan kubuka itu bersampul kulit tebal dan ditulis dengan bahasa yang sama sekali tidak kukenal. Hurufnya, kalau bisa dibilang huruf, merupakan campuran garis-garis saling tumpang-tindih yang membentuk pola tertentu.

Buku apa ini? pikirku sambil membuka lembaran buku itu perlahan-lahan.

Tapi apa yang terjadi selanjutnya sama sekali tidak akan kulupakan.

Begitu aku membuka buku itu, aku langsung bisa melihat apa isinya.

Maksudku....ISI dari buku itu benar-benar muncul di sekitarku.

Ratusan makhluk mirip jamur raksasa bermata satu dan bermulut lebar langsung muncul begitu saja di kiri dan kananku. Makhluk-makhluk yang tidak jelas darimana asalnya itu tampak bergoyang-goyang dan satu hal yang pasti....mata mereka menatapku dengan pandangan lapar.

OH SHIT!

Aku mengumpat sambil mencabut pedangku dan tanpa pikir panjang, berlari menembus kerumunan makhluk-makhluk itu sambil mengayunkan pedangku kesegala arah, berusaha memotong apapun yang nekat menghalangi jalanku.

Dengan susah payah, akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari monster-monster jamur itu. Sambil mengatur nafasku yang sudah putus-putus, aku bersandar ke rak di belakangku.

 “Apa itu barusan!?” seruku pada diriku sendiri.

Makhluk-makhluk mengerikan tadi tiba-tiba saja muncul ketika aku membuka sebuah buku.

“Jangan-jangan....”

Aku bergumam sendiri sambil berdiri lalu berbalik dan mengambil sebuah buku lain bersampul logam di rak yang berada paling dekat denganku.

Aku menelan ludah ketika memegangi buku berat dan tebal itu.

Kalau dugaanku benar....maka.....

Perlahan-lahan aku membuka buku itu.

Dan DUGAANKU BENAR!

Begitu aku membuka buku bersampul logam itu, sosok-sosok manusia timah langsung bermunculan di sekitarku. Mereka memiliki wujud yang beragam dan sepertinya memegang alat-alat pertukangan...hanya saja bentuknya absurd dan mengerikan.

 Tanpa pikir panjang aku menerjang ke arah manusia timah terdekat dan menjatuhkannya dengan pedangku. Tapi gara-gara aku nekat mengayunkan pedangku ke tubuhnya, pedangku langsung terbelah dua.

Tapi aku tidak peduli.

Prioritas utamaku sekarang adalah melarikan diri!

Tanpa berpikir sama sekali, aku menyingkirkan para manusia timah itu dari jalanku. Beruntung latihan fisik yang rutin kujalani membuatku cukup kuat untuk melawan mereka, meski tidak untuk waktu yang lama.

Setelah berjuang mempertahankan nyawaku cukup lama, aku sekali lagi berhasil lolos dari maut dan bersembunyi di sederetan rak buku yang tampak tersusun melingkar.

Aku duduk diam dan merenungi semua kejadian yang baru saja kualami. Sayangnya otakku serasa macet karena masih shock dengan dua kejadian tidak masuk akal barusan.

“Sialan! Tempat macam apa ini!?” seruku pada diriku sendiri sambil berbaring di atas lantai, yang anehnya, ditumbuhi rumput tebal.

Tadinya kupikir akan hebat sekali kalau aku bisa menemukan perpustakaan ajaib ini. Tapi sekarang aku jadi menyesali keputusan dan tekad gilaku untuk bisa mencapai perpustakan Glanvnore ini. Karena rupanya isi perpustakaan ini sama sekali berbeda dengan yang kubayangkan sebelumnya.

Sepertinya rumor-rumor jelek dan menyeramkan tentang perpustakaan Glanvnore ini memang benar....tempat ini lebih mirip NERAKA daripada sebuah surga bagi pecinta buku.

Kalau beberapa hari yang lalu keinginan terbesarku adalah untuk masuk ke dalam perpustakaan Glanvnore, sekarang keinginan terbesarku adalah untuk KELUAR dari perpustakaan terkutuk ini.

Begitu aku berpikir demikian, semangat juangku bangkit lagi.

Aku langsung berdiri dan memandang ke sekelilingku.

Tadi aku sudah cukup lama berlari menjelajahi labirin rak-rak buku ini tapi sama sekali tidak terlihat tanda-tanda jalan keluar. Namun tentu saja aku tidak akan menyerah begitu saja.

Biar begini-begini, aku ini terkenal sangat gigih dalam berjuang dan pantang menyerah begitu aku sudah memutuskan sesuatu.

“Baiklah! Sudah saatnya aku pergi dari tempat terkutuk ini!!!” sekali lagi aku berseru pada diriku sendiri.

“Wah...kenapa buru-buru pergi?”

Tanpa terduga, aku tiba-tiba mendengar suara seseorang dari belakangku.

Secara refleks aku berbalik dan mengacungkan pedangku, lupa bahwa senjata itu sudah patah dan nyaris tidak berguna.

Aku terkejut ketika melihat seorang kakek tua berdiri di hadapanku. Umur kakek misterius ini tampaknya sudah sangat tua hingga seluruh rambut dan janggut panjangnya sudah berwarna putih semua. Wajahnya juga dipenuhi keriput, meski kedua matanya masih memancarkan semangat hidup yang luar biasa.

“Siapa kau!” seruku sambil memandang ke arah kakek tua itu dengan tatapan penuh selidik. Belajar dari dua pengalaman burukku barusan, aku jadi curiga kalau kakek ini juga monster seperti yang muncul dari buku tadi.

“Hohoho....tidak perlu bersikap tegang seperti itu. Aku bukan orang jahat,” ujar kakek itu sambil terkekeh dan mengelus janggut panjangnya. “Aku Curio, penjaga perpustakaan ini. Nah anak muda...selamat datang di Glanvnore, pusat informasi lintas-dunia.”

“Pusat.....apa!?”

Spontan aku langsung balas bertanya begitu aku mendengar nama lain dari perpustakaan Glanvnore itu.

“Hohoho....Pusat informasi lintas-dunia. Tempat ini adalah gudang informasi yang memuat segala sesuatu yang ada di dunia-dunia dalam alam semesta ini. Glanvnore ini adalah tempat dimana kau bisa ‘melihat’ dan ‘merasakan’ informasi mengenai duniamu dan dunia lainnya,” ujar kakek tua bernama Curio itu dengan maksud menjelaskan, meski sudah jelas kalau aku masih tidak paham. “Disini semua buku ‘hidup’ dan memiliki ‘kehidupannya’ sendiri. Kurasa kau pasti sudah ‘melihat’ dan ‘merasakan’ sendiri informasi yang tersimpan dalam 1-2 buku disini.”

Aku mengangguk sambil menggeram pelan. Yang jelas informasi yang baru saja ‘kulihat’ dan ‘kurasakan’ sama sekali tidak menyenangkan. Informasi itu baru saja mencoba membunuhku.

“Jadi....sebenarnya tempat apa ini?” tanyaku, meski tadi si kakek sudah menjelaskan apa sebenarnya perpustakaan Glanvnore ini. Sayangnya aku masih belum paham karena semua ini masih terasa sangat tidak masuk akal dan tidak nyata.

“Hohoho....kau masih bingung?” tanya kakek Curio sambil berjalan mendekati sebuah rak. Dia lalu mengambil sebuah buku dan membukanya sebelum aku sempat melakukan apapun.

Begitu si kakek membuka buku yang dia pegang, tiba-tiba pemandangan di sekitarku berubah begitu saja. Dalam sekejap aku dan si kakek sedang berada di tengah medan pertempuran dahsyat. Ratusan orang berpakaian aneh dan bersenjatakan tongkat panjang yang sesekali melontarkan bola-bola api, tampak bertempur dengan sengit. Ratusan benda-benda besi bergerak dengan ganas sambil sesekali melontarkan semacam bola api yang bisa meratakan sebuah rumah dalam sekali tembak.

“APA INI?!” seruku sambil tiarap, berusaha melindungi kepalaku dari sambaran sebuah bola api yang baru saja melintas.

“Ini contoh dari informasi yang disimpan di Glanvnore. Kalau aku tidak salah ini adalah potongan informasi mengenai peristiwa perang besar yang terjadi di sebuah dunia bernama Gaea, atau Bumi,” ujar kakek Curio dengan tenangnya. Dia lalu menambahkan sambil menoleh padaku. “Jangan khawatir. Kalau kau bersamaku, ‘dunia’ ini tidak bisa melukaimu.”

Meski dia bilang begitu, aku tetap saja tidak percaya. Masalahnya tadi monster jamur dan manusia timah yang muncul dari buku, sudah berusaha membunuhku dan membuat pedangku patah.

“Aku mengerti! Sekarang hentikan semua ini!” seruku dengan nada memohon.

Si kakek tersenyum dan menutup buku yang dia pegang. Seketika itu juga kami kembali lagi ke tengah lautan rak buku perpustakaan Glanvnore.

“Hohoho....bagaimana anak muda?” tanya kakek itu lagi.

Bagaimana apanya?! Gerutuku dalam hati.

“Bukankah ini menarik? Hanya dengan membuka lembaran-lembaran kertas ini, kau bisa mendapatkan informasi mengenai sesuatu yang belum pernah kau lihat, atau bahkan tidak pernah terbayangkan sama sekali,” ujar kakek Curio sambil tersenyum lebar. “Tentu saja hanya di Glanvnore saja buku bisa seperti ini. Kalau di duniamu atau dunia lain, informasi yang ada di dalam buku tidak akan melompat keluar dan jadi nyata seperti tadi. Tapi tetap saja. Di dalam setiap buku yang ada di seluruh alam semesta ini, terdapat sebuah dunia di dalamnya. Dunia yang mungkin saja dianggap tidak nyata di alam semesta ini, tapi nyata di alam semesta lainnya.”

Aku semakin bingung. Ini semua benar-benar membuat kepalaku pusing tujuh keliling.

Tapi setidaknya aku paham satu hal.

Dalam setiap buku terdapat sebuah dunia. Dunia yang berwujud rangkaian kata-kata dan terkadang, rangkaian gambar-gambar saja.

Meski aku tidak terlalu suka buku, terkadang aku memang membaca kalau sedang bosan. Harus kuakui, terkadang aku kagum dengan cara seorang penulis menuangkan dunia dalam pikirannya. Malah kadang kupikir para penulis itu bisa melihat dunia yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa.

Sambil berpikiran seperti itu, aku bertekad akan membaca lebih banyak buku lagi. Dengan catatan aku bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.

“Oke...oke...aku mengerti. Harus kuakui...aku jadi penasaran dengan isi buku-buku yang ada di tempat ini. Tempat ini memang sangat menarik dan menakjubkan, tapi jujur saja...aku ingin pulang,” ujarku sambil memandang ke arah lautan buku yang tersusun rapi di rak. “Apa kau bisa menunjukkan padaku dimana jalan keluarnya?”

Kakek Curio langsung tersenyum ramah ketika aku bertanya seperti itu.

“Pintu keluar? Hohohoho....Mudah saja. Dari tadi pintu itu sudah ada di belakangmu,” ujar si kakek sambil terkekeh.

Aku langsung berbalik dan benar saja. Sebuah pintu raksasa tiba-tiba saja sudah berdiri kokoh di belakangku, seakan-akan pintu itu sudah ada disana sejak lama. Meski aku yakin 100% tadi di belakangku sama sekali tidak ada apa-apa.

Begitu melihat pintu itu, aku langsung menarik nafas lega.

Akhirnya aku bisa pulang. Tapi sebelum aku pulang, aku harus membawa sesuatu dari tempat ini sebagai bukti kalau aku pernah datang ke perpustakaan Glanvnore.

Baru saja aku berniat meminta sebuah buku sebagai kenang-kenangan, si kakek Curio sudah menyodorkan sebuah buku padaku. Seakan-akan dia bisa membaca pikiranku.

“Hohoho...bawalah buku ini sebagai kenang-kenangan. Buku ini berisi informasi menarik yang sangat sesuai untuk duniamu. Ambilah,” ujar kakek Curio sambnil terkekeh. “Dengan buku itu, kau akan mengetahui banyak hal menarik dari duniamu.”

Aku langsung menerima buku itu dengan senang hati.

“Terima kasih banyak...” ujarku sambil menerima buku pemberian kakek Curio. Buku itu sangat tebal dan berat serta bersampul kulit berwarna hitam. Tulisan di sampul buku itu ditulis dengan tinta perak yang sangat kontras dengan warna sampulnya.

Tapi begitu aku membaca tulisan yang tertera pada sampul buku itu, aku terdiam.

Dunia Aglarim: Awal dan Akhir.

“Apa?!” seruku kaget setengah mati.

Aglarim adalah nama dunia tempatku tinggal sekarang. Dan kalau judul buku ini sesuai dengan isinya, maka kalau aku membaca buku ini, aku bisa mengetahui awal terjadinya Aglarim dan tentu saja.....bagaimana dunia ini akan berakhir.

Menyadari bahwa aku sedang memegang sebuah benda yang sangat luar biasa, tanganku tanpa sadar bergetar karena takut sekaligus gembira.

Ini.....ini benar-benar harta karun sekaligus senjata mematikan! Seruku dalam hati.

“Kakek apa benar aku boleh....menerima.....buku........ini?!”

Ucapanku melambat ketika aku mengalihkan pandanganku dari buku yang kupegang. Seketika itu juga aku langsung melongo.

Bagaimana tidak? Tahu-tahu aku sudah berada di tengah padang tandus, tempatku tidur semalam. Lautan rak buku yang ada di dalam perpustakaan Glanvnore sudah tidak terlihat lagi, atau dengan kata lain, aku sudah tidak berada di dalam perpustakaan gaib itu.

Aku berdiri mematung cukup lama sampai hembusan angin dingin membuatku tersadar.

Apa ini semua mimpi?! Seruku dalam hati. Tapi sayangnya berat buku Dunia Aglarim: Awal dan Akhir yang sedang kupegang membuatku sadar kalau ini semua bukan mimpi.

 Sekali lagi aku menatap ke buku yang sedang kupegang.

“Oke....saatnya aku pulang dan mulai membaca buku ini,” ujarku pada diriku sendiri.

****

Sudah lewat 20 tahun sejak aku berhasil mencapai perpustakaan Glanvnore dan mendapatkan harta karun berupa sebuah buku tebal.

Meski sudah kubaca entah berapa ribu kali, tetap saja aku kagum sekaligus takut dengan isi buku yang kuterima dari kakek Curio itu.

Kakek Curio memang benar tentang keberadaan sebuah dunia di dalam sebuah buku.

Buku berjudul Dunia Aglarim: Awal dan Akhir ini benar-benar memuat segala sesuatu mengenai duniaku sendiri. Mulai dari bagaimana dunia ini berawal, hingga bagaimana dunia ini akan berakhir. Semuanya tertulis dengan singkat, padat, namun sangat jelas hingga terasa tidak masuk akal. Tidak seperti buku ramalan yang isinya belum tentu akan terjadi...semua hal yang tertulis di buku yang kumiliki ini benar-benar akan terjadi.

Kalau saja aku belum pernah masuk ke perpustakaan Glanvnore, aku pasti menganggap semua yang tertulis di buku ini tidak nyata. Sayangnya tidak banyak orang yang percaya dengan isi buku yang berhasil kubawa pulang dari perpustakaan gaib itu.

Hampir semuanya menganggapku gila atau menganggap isi buku ini hanya bualan belaka.

Yah...aku tidak menyalahkan mereka.

Yang pasti sejak kembali dari perpustakaan Glanvnore, hidupku berubah. Aku berhenti jadi petualang dan putar haluan menjadi seorang pedagang buku. Kupikir ini pekerjaan yang sangat menarik, karena selain bisa mendapatkan uang aku jadi bisa mengetahui lebih banyak lagi dunia di dalam buku-buku yang kujual.

Tapi ada satu pertanyaan yang terus mengusikku selama puluhan tahun ini. Pertanyaan ini muncul setelah aku merenungi perkataan kakek Curio, sang penjaga perpustakaan Glanvnore.

Aku ingat sekali si kakek tua itu berkata begini.

“Di dalam setiap buku yang ada di seluruh alam semesta ini, terdapat sebuah dunia di dalamnya. Dunia yang mungkin saja dianggap tidak nyata di alam semesta ini, tapi nyata di alam semesta lainnya.”

Gara-gara itu, aku jadi punya satu pertanyaan besar yang mungkin tidak akan terjawab oleh siapapun di dunia ini.

Apakah dunia tempatku tinggal ini memang sebuah dunia ‘nyata’....ataukah dunia bernama Aglarim beserta isinya ini hanyalah sebuah dunia dalam sebuah buku?

Pertanyaan itu terus terngiang dalam kepalaku ketika aku mendongak ke atas, ke arah siapapun yang mungkin sedang ‘menyaksikan’ informasi mengenai diriku dan duniaku ini.

Ke arah pembaca lain, di dunia lain, di alam semesta lainnya.

Kepada kalian....kuucapkan: Selamat Membaca,  ujarku dalam hati sambil tersenyum lebar.

****

~FIN~

 

 

 

Comments