[Culinary Challenge]: Jamuan Makan Tamu

Culinary Challenge: Jamuan Makan Tamu


Kau terbangun dengan tiba-tiba.

“Dimana aku?” kau bertanya pada dirimu sendiri sambil memandang ke segala arah, berharap bisa mengingat bagaimana kau bisa sampai di tempat aneh ini.

Ya. Saat ini kau sedang berbaring terlentang di sebuah hutan lebat yang dipenuhi deretan pohon-pohon setinggi gedung pencakar langit, serta semak belukar dengan bunga dan buah yang berwarna-warni. Dengan kata lain...kau saat ini sedang berada di tengah hutan belantara di sebuah tempat antah-berantah.

“Kenapa aku bisa ada disini!” Kau perlahan-lahan bangkit sambil menepuk-nepuk tubuhmu yang dipenuhi tanah dan biji-bijian asing yang melekat di pakaianmu.

Masih sambil memandang ke segala arah, kau mulai mengingat apa yang terjadi sebelum kau pingsan.

Seingatmu, kau sedang berlibur ke tempat kakekmu, seorang pemahat patung, yang tempat tinggalnya berada jauh di pinggiran kota tempatmu tinggal. Kau sebenarnya tidak suka berada di rumah tua yang menyeramkan itu, terlebih karena letaknya yang persis di dekat hutan kecil yang terkenal angker. Tapi kau tidak punya pilihan lain karena kedua orang tuamu harus berpergian keluar kota.

Oke...aku sedang berlibur di tempat kakek...lalu apa lagi? 

Kau bertanya pada dirimu sendiri sambil terus mengingat-ingat. Kemudian kau ingat. Baru setengah hari berada di rumah tua itu, kau sudah tidak betah. Tidak ada yang bisa kau kerjakan sementara kakekmu sibuk sendiri dengan pahatan patung yang sedang dia kerjakan. Karena bosan, kau memutuskan untuk jalan-jalan ke hutan kecil di dekat rumah.



Kau ingat dirimu berjalan menyusuri jalan setapak di hutan itu hingga sampai ke sebuah sumur tua yang tampak angker. Awalnya kau tidak mau mendekati sumur itu, tapi sekilas kau melihat kilatan cahaya dari dalam sumur.

Karena penasaran, kau akhirnya mendekati sumur itu dan melongok ke dasar. Kemudian...semuanya gelap dan tahu-tahu kau ada di tengah hutan yang sama sekali asing ini. Hutan ini jelas bukan hutan kecil yang ada di samping rumah kakekmu, karena hutan itu tidak selebat ini.

“HALO! APA ADA ORANG DISINI?!”

Kau mulai berseru panik. Sepertinya kau tersesat entah dimana dan entah bagaimana caranya. Suara gemerisik hutan oleh hewan-hewan yang tidak bisa kau lihat mulai membuatmu ketakutan. Suasana hutan yang temaram dan dipenuhi berbagai jenis tumbuhan lebat juga membuatmu merasa kalau ada yang sedang mengamatimu, entah darimana.

“HALO!?”

Kau berseru lagi sambil mulai berjalan. Sambil berjalan, kau mulai mencari-cari tanda-tanda keberadaan manusia. Tapi hutan itu begitu lebat hingga kau sulit berjalan. Sudah begitu, kau mulai dikerubungi serangga-serangga terbang aneh, yang suara dengungannya mirip alunan musik.

“Serangga apa sih ini?” Kau bertanya pada dirimu sendiri sambil mengibaskan tanganmu untuk mengusir mereka. Tapi bukannya menyingkir, mereka malah semakin banyak. Dengan ngeri kau melihat jumlah serangga asing itu semakin meningkat dengan laju yang mengerikan. Tanpa pikir panjang, kau berlari sekuat tenaga, tapi tentu saja serangga-serangga itu terus mengejarmu. Suara alunan nada dengungan mereka kini berubah menjadi lebih bersemangat, namun juga terdengar buas.

“TOLOONGG!!!”

Kau menjerit minta tolong dengan sekuat tenaga, meski tahu kalau di tengah hutan seperti ini rasanya tidak ada yang bisa menolongmu. Tapi kemudian...tiba-tiba saja...gerombolan serangga yang sedang mengejarmu menghilang begitu saja.

Ralat. Bukan menghilang. Tapi gerombolang serangga itu baru saja ditelan oleh semacam tumbuhan pemakan serangga raksasa, yang tadi rebah diatas tanah. Sekilas bentuk tumbuhan itu mirip sekali dengan venus fly-trap, hanya saja ukurannya 2 kali lebih besar dari tubuhmu.

Kau langsung terjatuh lemas ketika melihat ukuran tumbuhan itu. Kau benar-benar bersyukur karena tumbuhan raksasa itu mengatup tepat ketika gerombolan serangga asing itu lewat. Kau tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirimu, seandainya tumbuhan pemakan serangga itu memutuskan untuk mengatup tepat ketika kau lewat.

Tempat macam apa ini?!

Dengan panik kau bergerak menjauhi tumbuhan mengerikan itu. Tapi ketika kau baru saja akan bangkit, tiba-tiba pandanganmu tertutup oleh sesuatu yang berbulu. Lebih tepatnya, kau menubruk sesuatu yang berbulu lembut dan hangat.

“Loh? Apa ini?”

Kau langsung membeku ditempat ketika mendengar kata-kata itu. Kata-kata itu baru saja keluar dari sesuatu yang kau tabrak. Perlahan-lahan kau melangkah mundur dan menatap ke arah sosok berbulu lembut yang berdiri di depanmu.

Kau terbelalak lebar ketika melihat sosok berbulu itu. Sosok itu tampak seperti monster hasil kerja seorang ilmuwan sinting. Ukuran tubuh makhluk yang berdiri di hadapanmu itu kurang-lebih seukuran seekor beruang dan memang memiliki wujud mirip beruang. Hanya saja di kepalanya terdapat sepasang telinga kelinci dan sepasang tanduk karibu.

“Wah. Ada manusia. Sudah lama sekali aku tidak lihat manusia.”

Makhluk campuran itu berbicara lagi. Anehnya dia berbicara dengan bahasa yang kau mengerti. Sayang karena terlalu syok, kau tidak bisa berkata apapun. Kau mulai berjalan mundur dengan teratur, siap untuk mengambil jarak, lalu melarikan diri secepat mungkin.

“Tunggu! Jangan takut! Aku ini tidak jahat. Aku tidak bermaksud menyakitimu!”

Beruang dengan telinga kelinci dan tanduk karibu itu kembali memanggilmu. Dia lalu berjalan dengan langkah santai mendekatimu. Kali ini kau benar-benar mematung karena ketakutan. Kakimu jadi terasa terbuat dari timah dan kau tidak bisa bergerak.
 
“Ma..ma...makhluk apa kau ini?!”

Kau berseru ketakutan pada sosok berbulu yang berjalan mendekatimu itu. Sosok monster itu lalu berhenti sejenak dan memiringkan kepalanya.

“Aku? Ah. Namaku Kumanci. Salam kenal. Kau tidak perlu takut padaku. Biar aku menakutkan begini, aku ini bukan monster buas loh.”

Si beruang bertelinga kelinci dan bertanduk karibu itu malah memperkenalkan namanya. Tapi dari cara dia bicara dan bersikap, sepertinya dia memang tidak berniat menyakitimu. Mata makhluk aneh itu juga tidak terlihat buas dan menakutkan. Ketika menyadari itu, kau mulai merasa tenang, meskipun tetap saja waspada.

 “A..anu....ini dimana ya? Kenapa aku bisa ada disini?”

Kau bertanya pada beruang aneh bernama Kumanci itu dengan nada ragu.

“Ah. Hutan ini namanya Hutan Ilusi. Kalau kau, manusia, bisa sampai terdampar ke tempat ini, kau pasti datang melalui Portal Khayalan. Tapi kalau melihat gelagatmu, kau pasti masuk ke tempat ini tanpa sengaja ya?”

Kumanci menjelaskan padamu sambil menggerak-gerakkan telinga kelincinya.

“Benar!” jawabmu. “Bagaimana caranya aku bisa pulang?”

Kumanci tampak terdiam dan berpikir. Sambil berpikir, kau melihat kalau beruang aneh itu menggaruk moncongnya dengan jari-jarinya yang ditumbuhi kuku tajam. Setelah berpikir cukup lama, dia akhirnya menjawab pertanyaanmu.

“Hmm...aku tidak terlalu tahu soal Portal Khayalan. Kurasa temanku tahu. Tapi entahlah...aku tidak terlalu yakin. Lagipula temanku itu tinggal di tempat yang jauh dari sini. Akan butuh waktu lama untuk memanggilnya kemari.”

“Kalau begitu, kenapa kau tidak mengantarku ke tempat temanmu itu!” desakmu.

Kau melihat Kumanci sekilas tampak ragu, tapi kemudian kau perhatikan kalau tatapan matanya berubah menjadi berbinar-binar. Kumanci lalu menjentikkan kukunya.

“Ah! Benar juga! Aku baru ingat!” Kumanci berseru gembira. “Hari ini adalah Hari Jamuan Makan Tamu. Temanku si Hipositar biasanya datang ke Hutan Ilusi ini untuk makan-makan sepuasnya. Dia bisa menjelaskan padamu bagaimana caranya pulang kembali ke duniamu.”

Ucapan Kumanci langsung membuatmu gembira. Tanpa pikir panjang, kau berseru lagi pada beruang aneh itu.
“Kalau begitu, tunggu apalagi? Ayo kita pergi ke acara jamuan itu!”

Kau melihat Kumanci nyengir lebar dan menunjukkan gigi-giginya yang runcing padamu. Kau lalu mendengarnya membalas ucapanmu dengan nada riang.

“Baiklah. Dengan senang hati!”

****
 
Kau dan Kumanci berjalan cukup jauh membelah kerimbunan Hutan Ilusi. Hingga pada akhirnya kau sampai di sebuah area terbuka yang berada di pinggiran hutan. Ketika sampai di tempat tersebut, kau langsung melongo.

Bagaimana tidak, di lapangan terbuka itu telah tampak sebuah meja panjang yang dipenuhi berbagai jenis makanan yang tidak pernah kau lihat sebelumnya. Beberapa makanan yang kau lihat di meja itu bahkan tidak terlihat seperti ‘makanan’, terutama karena warnanya yang sangat mencolok. Namun aroma yang ditebarkan oleh makanan-makanan yang tampak eksotis itu, anehnya benar-benar menggugah seleramu.

Tapi bukan hanya itu saja yang membuatmu melongo. Di sekitar meja panjang itu telah duduk 4 ekor makhluk yang tidak kalah aneh dan unik dibandingkan dengan Kumanci.

Di sisi kiri meja telah duduk seekor kuda nil ungu yang mengenakan turban, dia juga sedang memainkan sitar, alat musik petik dari timur tengah. Di samping kuda nil ungu itu, duduk seekor naga gemuk dan tambun berwarna hijau muda yang mengenakan topi tinggi. Sementara itu, di sisi kanan meja tampak seekor bola bulu berwarna putih dengan tangan-tangan kurus yang sesekali keluar menyembul dari bulu lembutnya. Di samping bola bulu putih itu, tampak duduk sesosok manusia berkepala burung pelikan.

Ketika kau dan Kumanci datang, mereka semua langsung menoleh ke arahmu dan berbicara nyaris pada saat yang bersamaan.

“Terlambat lagi...” gerutu si naga hijau.

“Akhirnya Kumanci datang juga,” ujar si kuda nil ungu.

“Makan!” sorak si bola bulu.

“Manusia?” tanya si manusia pelikan.

Kau hanya bisa terpaku di tempat sementara Kumanci berjalan menghampiri makhluk-makhluk aneh bin ajaib itu. Beruang bertelinga kelinci dan bertanduk karibu itu tampak menyapa mereka dengan riang, lalu menoleh lagi ke arahmu.

“Ayo! Kemarilah. Kebetulan sekali hari ini adalah hari Jamuan Makan Tamu. Jadi silahkan duduk dan bergabung bersama kami,” ujar Kumanci sambil melambaikan tangannya yang bercakar.

Kau menelan ludah. Sebenarnya kau tidak mau bergabung bersama makhluk-makhuk itu, tapi kau tidak punya pilihan lain dan akhirnya duduk di samping naga hijau. Kumanci dengan segera mengambil tempat di samping manusia pelikan.

“Manusia ya? Lama sekali tidak ada manusia yang hadir di Jamuan Makan Tamu.”

Kau mendengar si naga gemuk berbicara padamu. Kau mengangguk pelan sambil menatap ke arah sosok naga besar, namun terlihat tambun dan lucu itu.

“A..anu...apakah ada diantara kalian yang bernama Hipositar? Aku tersesat di hutan ini dan mencari jalan pulang. Kumanci tadi bilang Hipositar bisa memberitahuku cara untuk kembali ke rumahku....”

Kau berbicara sambil menatap ke arah makhluk-makhluk ganjil disekitarmu itu. Tiba-tiba kau melihat si kuda nil ungu mengangkat tangannya.

“Akulah Hipositar,” ujarnya.

Kau langsung berdiri dan berseru pada kuda nil ajaib itu.

“Kalau begitu bisakah kau menunjukkan jalan pulang ke rumah?”

Kau melihat si kuda nil ungu, Hipositar, terdiam sejenak sambil memetik sitarnya dengan alunan nada lembut.

“Tentu saja. Kenapa tidak?” balas Hipositar sambil nyengir lebar.

“Tapi sebelum itu, kau harus makan dulu. Sudah jauh-jauh datang kemari, kenapa kau tidak makan satu-dua gigit sebelum pulang?”

Kau mendengar si bola bulu putih berbicara sambil mengarahkan 12 matanya yang bulat ke arahmu. Dia lalu mengulurkan tangan-tangan kurusnya dan mengambil beberapa butir benda berwarna oranye mengkilat, kemudian menyodorkannya ke arahmu.

“Ayo coba yang ini. Ini enak!”

Kau menatap makanan yang tampak asing itu. Kau menelan ludah karena tidak yakin apakah makanan itu bisa disantap olehmu atau tidak. Terlebih karena melihat bentuknya, makanan berwarna oranye cerah itu tampak seperti bongkahan tanah liat yang agak lembek.

“Coba ini juga!”

Si naga hijau yang ada disampingmu lalu mengambil sepotong daging berwarna ungu muda, lalu mengayunkannya di depan wajahmu.

“Hei..hei! Tidak adil. Harusnya dia juga mencoba masakan spesialku!”

Kau melihat si manusia pelikan mengambil piring berisi ikan yang bentuknya mirip mata kapak perang, lalu menggesernya ke arahmu.

Meskipun warna dan rupa makanan yang disodorkan ke arahmu itu tampak aneh, tapi aromanya benar-benar menggugah selera. Tanpa bisa ditahan, perutmu berbunyi minta diisi. Kau teringat kalau hari ini kau belum benar-benar makan apapun sejak datang ke rumah kakekmu.

Kau menelan ludah sambil mengamati makanan-makanan eksotis itu, lalu memandang ke arah makhluk-makhluk yang tidak kalah eksotisnya. Sambil menelan ludah kau mengambil benda berwarna oranye mengkilat yang disodorkan si makhluk bola bulu.

“Ayo makan! Itu enak sekali!”

Si bola bulu putih kembali mendesakmu sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya diatas kursi.

Baiklah....semoga aku tidak mati setelah makan ini...

Kau berdoa dalam hati dan menutup mata sembari memasukkan makanan berwarna oranye itu ke mulutmu. Begitu lidahmu menyentuh makanan itu, kau tersentak kaget. Bukannya karena makanan itu beracun atau rasanya mengerikan, tapi sebaliknya. Tidak kau sangka makanan yang bentuknya aneh serta berwarna oranye terang itu rasanya enak sekali. Rasanya manis seperti terbuat dari campuran madu dan buah-buahan tropis.

“Enak!”

Tanpa sadar kau berseru riang, membuat si bola bulu putih langsung tertawa dengan suara mendecit nyaring.

“Sudah kubilang itu enak! Nah makan lagi yang banyak!”

Kau lalu berpaling ke arah si naga hijau yang menyodorkan daging berwarna ungu ke arahmu. Sebenarnya kau agak ragu memakan daging yang berwarna mirip daging busuk itu, tapi kau akhirnya mencoba mencuil sedikit dagiing itu lalu mengunyahnya.

Sekali lagi kau terkejut. Rasanya sama sekali tidak terasa seperti rasa daging busuk. Rasanya justru enak sekali. Berminyak dan terasa penuh rempah-rempah hingga membuatmu tidak tahan untuk mencuil lebih banyak lagi.

Si naga hijau langsung tertawa, dia lalu memberikan daging yang dia pegang kepadamu sementara dia mengambil daging lain dan langsung memakannya.

“Ayo! Makan yang banyak! Masih banyak makanan diatas meja. Ini Jamuan Makan Tamu. Kau harus makan sebanyak yang kau bisa!”

Kumanci berseru padamu sambil tertawa. Beruang aneh itu juga sedang menyantap semangkuk makanan yang sebenarnya mirip bola mata berwarna-warni.

Tanpa ragu lagi, kau mulai menyantap makanan-makanan yang menurutmu bentuknya tidak terlalu mengerikan. Kau menghindari makanan yang sedang disantap Kumanci, serta beberapa makanan lain yang sepertinya...masih ‘hidup’.

Ini pertama kalinya dalam hidupmu kau merasakan makanan-makanan eksotis dan aneh yang disediakan dalam jamuan yang juga tidak kalah eksotisnya ini. Ada semacam roti gulung yang ketika kau makan, terasa manis dan menyegarkan. Ada juga sup yang rasanya gurih sekali dan dipenuhi jamur-jamur berwarna-warni. Kemudian ada lagi semacam bola daging berukuran sekepalan tangan, yang rasa dagingnya diselingi rasa manisnya madu dan asamnya lemon. Pokoknya semua makanan yang kau santap itu sama sekali tidak penah kau lihat sebelumnya. Tapi yang pasti semuanya lezat sekali dan membuatmu tidak bisa menahan diri untuk makan sebanyak mungkin.

Setelah menyantap cukup banyak makanan yang wujudnya aneh namun rasanya menakjubkan itu, kau akhirnya merasa kenyang. Bahkan kekenyangan karena tadi sulit bagimu untuk tidak mencoba lebih banyak makanan lagi. Perutmu yang tadi sempat protes karena belum diberi makan, kini sudah tenang dan bahkan kau mulai mengantuk.

“Kau sudah kenyang?”

Kumanci bertanya padamu sambil mengunyah sebuah jamur besar berwarna merah muda dengan totol-totol hitam.

Kau mengangguk dan mengusap perutmu yang agak membuncit karena kekenyangan. Kau lalu menoleh ke arah Hipositar, si kuda nil ungu yang duduk tidak jauh darimu.

“Lalu bagaimana sekarang? Apa kau mau memberitahukan padaku bagaimana caranya aku bisa pulang ke rumah?”

Hipositar memandangimu dengan tatapan aneh. Dia lalu tersenyum lebar sambil menyandarkan sitar yang dia pegang ke tepi meja.

“Kenapa buru-buru? Kan Jamuan Makan Tamu belum benar-benar selesai sampai hidangan utama selesai disantap?”

Kau langsung memiringkan kepala karena heran.

Makanan sebanyak ini bukan hidangan utama? Memangnya hidangan utama Jamuan Makan Tamu ini seperti apa?! Kau bertanya pada dirimu sendiri.

Tapi kemudian kau mulai merasa kalau ada yang aneh disini.

Semua makhluk aneh bin ajaib yang duduk di sekitar meja, kini sedang memandangimu dengan tatapan tajam dan....lapar. Kau mulai ketakutan. Mata-mata yang tadi tampak ramah, kini berubah menjadi menyeramkan.

“Sepertinya Jamuan Makan Tamu kali ini agak istimewa...” gumam si naga hijau yang duduk disampingmu. Mata naga tambun itu berkilat liar dan dia mulai menjilati gigi-giginya yang tajam.

“Kau benar. Hidangan utama kali ini kualitasnya tinggi sekali,” balas si bola bulu sambil menggosok-gosokkan tangan-tangan kurusnya.

“Kenapa tidak kita mulai sekarang. Hidangan utama sudah tersedia dan siap disantap?” tanya si manusia pelikan sambil mengambil pisau makan dan garpu.

Seketika itu juga kau tahu apa, atau lebih tepatnya, siapa yang mereka maksud dengan ‘hidangan utama’.

Ya. Hidangan utama dalam Jamuan Makan Tamu ini tidak lain adalah dirimu sendiri!

“Tunggu dulu! Tunggu dulu! Kalian bercanda kan? Kalian tidak akan memakanmu kan?!” Kau bertanya pada makhluk-makhluk mengerikan itu dengan gugup dan ketakutan. Kau lalu melirik ke arah Kumanci yang sudah berdiri dari kursinya dan menjilati cakar-cakarnya.

“Kalian boleh mulai duluan. Tapi nanti sisakan aku pahanya. Aku suka daging paha.”

Begitu mendengar ucapan Kumanci, kau langsung berdiri dan siap untuk lari secepat yang kau bisa. Sayangnya si naga hijau yang duduk tepat disampingmu langsung menerjang tubuhmu. Kau merasakan rasa sakit menyengat ketika kau terbanting keras ke atas rumput, sementara tangan si naga hijau menahan tubuhmu agar tidak bisa kemana-mana.

“Tolong! Jangan makan aku!! Aku tidak enak!!”

Kau beseru panik pada makhluk yang sudah siap untuk menyantapmu itu.

“Omong kosong! Rasamu pasti eksotis dan lezat sekali. Kau kan sudah kami ‘isi’ dengan banyak bumbu dan bahan masakan berkualitas tinggi. Tidak mungkin kau terasa tidak enak.”

Si bola bulu putih kini sudah berada disampingmu. Dia lalu mengulurkan tangan-tangan kurusnya dan mencubit-cubit tubuhmu. Seakan-akan dia sedang mencari bagian mana yang paling empuk.

“Hei Furball! Minggir! Aku yang tangkap, jadi aku yang dapat gigitan pertama!”

Naga hijau gemuk yang menahanmu langsung berseru pada si bola bulu putih, sambil menyeringai mengerikan.
“Terserah kau saja. Yang penting jangan habis dalam gigitan pertama,” balas Furball.

“Aku mau kepalanya. Aku sudah lama tidak makan sup otak!”

Tiba-tiba si manusia pelikan berkata sambil menggesekkan pisau dan garpunya hingga membuat suara mengerikan.

“Aku juga,” timpal si Hipositar sambil mengambil mangkuk dari atas meja.

“Terserah kalian saja. Pokoknya gigitan petama adalah milikku!”

Kau mendengar si naga hijau membalas perkataan teman-temannya dengan nada jengkel. Dia lalu membalikkan tubuhmu hingga kau kini terbaring terlentang. Kau berusaha berontak tapi usahamu percuma saja karena tenaga si monster yang menahanmu itu jauh lebih kuat.

“Tolong.....” ujarmu lemah dan pasrah.

“Oke. SELAMAT MAKAN!’

Hal terakhir yang kau lihat adalah deretan gigi-gigi tajam yang melesat cepat ke arah lehermu.

****

Kau menyandarkan tubuhmu yang besar dan berbulu ke sandaran kursi. Perutmu akhirnya kenyang juga setelah menyantap begitu banyak makanan, serta ditambah hidangan utama di Jamuan Makan Tamu. Harus kau akui, hidangan utama itu rasanya benar-benar nikmat.

Dengan lidahmu yang kasar, kau menjilati cakar-cakar tajammu. Rasa hidangan utama yang baru kau santap masih tersisa di ujung-ujung cakarmu itu.

“Kumanci! Kau terlalu rakus! Kau tidak cuma makan pahanya, kau bahkan memakan seluruh kakinya!”
Kau mendengar temanmu, si bola bulu putih berseru protes. Sambil mencibir dan menjulurkan lidah, kau membalas perkataannya.

“Siapa yang kau bilang rakus? Kau makan semua isi perutnya! Padahal itu bagian yang paling nikmat karena semua bumbu dan bahan masakan yang kita ‘isikan’ ada disana!”

“Sudah! Jangan bertengkar. Kalian kan sudah mendapat bagian masing-masing.”

Kau mendengar temanmu yang lain, si naga gemuk berwarna hijau yang tampak masih mengunyah tulang yang tersisa dari hidangan utama Jamuan Makan Tamu. Naga gemuk itu lalu menepuk perutnya yang semakin tambun.

“Aaah...kenyang sekali! Sudah kuduga rasa hidangan utama yang Kumanci bawa itu akan enak sekali. Aku sudah bisa menciumnya ketika dia datang tadi. Kau memang pantas jadi penyelenggara Jamuan Makan Tamu. Bulan depan, kenapa tidak kau lagi yang jadi penyelenggara?”

Kau nyengir lebar dan menunjukkan gigi-gigimu yang tajam. Kau merasa senang dipuji seperti itu. Adalah suatu kehormatan bagimu ketika kau ditunjuk menjadi penyelenggara Jamuan Makan Tamu.

“Terima kasih Dragree. Itu pujian yang terlalu berlebihan,” ujarmu merendah.

“Ngomong-ngomong. Lain kali kalian harus membiarkannya lari-lari sedikit.”

Kau mendengar temanmu yang lain, si manusia pelikan bergumam sambil mengusap paruhnya yang panjang dengan serbet.

“Kenapa memangnya, Pelica?” tanyamu heran.

“Entahlah. Kudengar kalau kau membiarkan hidangan utama lari-lari dulu setelah ‘diisi’ bumbu-bumbu, rasanya lebih enak karena bumbu-bumbu itu sudah akan bercampur dengan dagingnya,” jawab Pelica sambil mengangkat bahunya.

Kau berpikir sejenak, lalu tersenyum lebar dan memandang ke arah teman-teman yang hadir dalam jamuan makanmu.

“Jangan khawatir. Lain kali akan kubawakan hidangan utama yang rasanya lebih nikmat lagi.”

Teman-temanmu langsung tertawa dan bersorak gembira.

“Hore! Jamuan Makan Tamu memang benar-benar hebat! Aku tidak sabar untuk makan hidangan utama bulan depan!” seru Furball sambil bertepuk tangan.

Kau hanya menyeringai lebar sambil memandangi apa yang tersisa dari hidangan utama yang kau sediakan dalam Jamuan Makan Tamu kali ini.

Yep. Lain kali akan kubawa satu-dua hidangan utama yang sepertimu ke jamuan makan ini.

****

~FIN~
red_rackham 2011

Comments