Pembela Kebenaran
Pembela Kebenaran
Hai.
Namaku Andrian Hermansyah.
Kali ini aku ingin menceritakan sebuah pengalaman menakjubkan yang pernah kualami dalam hidupku. Pengalaman yang tidak pernah kulupakan dan tentu saja, telah mengubah hidupku selamanya.
Oke. Biar tidak terlalu banyak basa-basi, sebaiknya langsung saja kumulai ceritanya.
Seperti biasanya, hari itu aku juga melakukan pekerjaan yang sudah kugeluti selama 5 tahun terakhir ini. Pekerjaan yang biasanya tidak akan dilakukan oleh orang biasa. Pekerjaan yang terkadang sangat berbahaya dan menantang maut, sehingga satu kesalahan kecil saja bisa membuatku terbang ke surga...atau ke neraka...
“Hari ini akan kupastikan kau kalah, hai Masked Knight!”
Di hadapanku sekarang, berdiri seekor makhluk yang tampaknya merupakan campuran antara manusia, bebek, dan ikan lele. Jelas sekali makhluk itu bukan sesuatu yang bisa kalian temui setiap hari, tapi bagiku, itu adalah sosok makhluk yang biasa berdiri menantangku.
“Aku tidak akan pernah kalah dari makhluk-makhluk jahat sepertimu, dasar utusan Death Slum!” balasku sambil memasang pose siap tempur. “Sekarang sebelum kau kuhajar, lepaskan wanita itu!”
Aku menunjuk ke arah seorang wanita kantoran yang didekap oleh si monster bebek-lele dengan tangannya yang bebulu dan berlendir. Wanita itu tampak sangat ketakutan dan tampak akan pingsan sewaktu-waktu. Wajar saja, tidak ada orang waras yang tidak ketakutan kalau bertemu, apalagi sampai disandera oleh monster sejelek itu. Sungguh jelek nasib wanita kantoran itu hari itu.
“Ahahahaha....!!!! Tidak akan kulepaskan!” balas si monster bebek-lele. “Wanita ini calon yang sempurna untuk tumbal bagi Death Slum!”.
Aku menghela nafas.
Selalu saja begini!
“Kalau begitu! Bersiaplah untuk menghadapi kemarahanku!”
Aku berseru sambil berlari ke arah si monster. Monster bebek-lele itu tampak terkejut karena aku mengabaikan wanita kantoran yang sedang dia sandera. Tapi tentu saja aku tidak berniat menghajar monster itu tanpa menyelamatkan si wanita.
Dengan gerakan cepat, aku menendang kepala si monster bebek-lele, lalu menyambar si wanita dari dekapan si monster dan segera membawanya menjauh.
“Pergilah!” perintahku sambil mengibaskan tangan. Si wanita kantoran langsung mengangguk dan mengambil langkah seribu.
Begitu aku yakin wanita itu sudah aman, aku kembali berpaling ke arah si monster.
Habis kau sekarang!
Diam-diam aku tersenyum dibalik helm berat dan tebal yang kukenakan.
Tanpa basa basi aku mengambil pose untuk melancarkan serangan maut. Sebelum si monster bebek-lele sempat menghindar atau menyerang, aku segera berlari ke arah monster jelek itu dan melompat.
“Terima ini!! TENDANGAN MAUT~!!!”
Aku berseru nyaring sambil melancarkan tendangan andalanku ke arah dada si monster bebek-lele. Tentu saja tendanganku kena telak dan membuat si monster terjengkang ke belakang, lalu jatuh terguling di tanah. Monster bebek-lele itu tampak mengerang kesakitan, lalu terdiam.
Mati kau! Ujarku dalam hati.
Aku tahu tendanganku itu pasti akan membuat monster apapun yang berhadapan denganku, tidak berkutik setelah mencicipi rasanya.
Begitu si monster bebek-lele berhenti bergerak, aku langsung berbalik memunggungi tubuhnya yang tergeletak di tanah.
Sambil berkacak pinggang dan menengadah ke arah langit, aku berseru keras “Kejahatan akan selalu takluk oleh kebenaran! Selama ada kejahatan, aku, Masked Knight, tidak akan berhenti berjuang hingga titik darah penghabisan.”
Ya. Aku tahu. Memang kata-kataku itu terdengar sangat...sangat memalukan, belum ditambah lagi poseku yang terlihat bodoh ini. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus mengatakan itu dan berpose seperti ini, setiap kali aku berhasil mengalahkan lawan-lawanku.
Yak ini bagus sekali! Lagi-lagi lancar!
Dalam hati aku benar-benar gembira karena semua ini telah berakhir.
****
Aku masih berdiri dengan pose memalukan itu selama beberapa menit sampai akhirnya aku mendengar suara tepukan keras dan seruan.
“CUT~!!!!”
Aku langsung mendesah dan berbalik menghadapi kru film yang menyambutku dengan tepukan tangan. Aku membalas tepukan tangan mereka dengan lambaian dan segera berjalan menghampiri si monster bebek-lele yang sedang melepas kepalanya.
“Kerja bagus seperti biasa,” ujar pria di balik kostum monster jelek itu.
Aku ikut membuka helm berat dan pengap yang kukenakan, kemudian balas tersenyum ke arahnya.
“Kau juga. Kerja bagus, Rudi,” balasku sambil membantunya berdiri. Kostum monster bebek-lele itu memang berat dan tebal sehingga dia agak sulit berdiri, tapi berkat itu dia juga hampir tidak merasakan sakit ketika aku sungguh-sungguh menendangnya tadi.
Hah? Apa?
Kalian pikir aku ini benar-benar seorang pembela kebenaran berkekuatan super bernama Masked Knight?
Jangan konyol!
Yang seperti itu sih hanya ada di film dan anime saja!
Mana ada manusia super seperti itu di dunia ini!
Aku ini bekerja sebagai seorang suit aktor, seorang pemeran pengganti yang mengenakan kostum pahlawan super dan memperagakan adegan-adegan aksi yang kadang sangat berbahaya. Ah. Kadang-kadang aku juga seperti si Rudi, ganti mengenakan kostum monster kalau Rudi sedang memerankan Masked Archer, rekan sekaligus rival dari Masked Knight.
“Ada rencana apa sepulang kerja?” tanya Rudi sambil berkutat melepaskan diri dari kostum monster konyolnya.
Sambil membantu menarik kostum monster yang terlalu ketat menempel di tubuhnya, aku menjawab “Tidak ada. Memangnya kenapa?”
“HAH! Akhirnya lepas juga!” seru Rudi ketika dia akhirnya bisa melepaskan diri dari kostumnya. Dia lalu menjawab pertanyaanku. “Eh...gimana kalau kita mampir ke warteg Bu Joni di samping stasiun nanti malam. Aku lapar nih.”
Sambil bercanda, aku menepuk kepalanya.
“Bukannya tadi kau baru saja menghabiskan 2 box jatah makan siang kita?” ujarku sambil nyengir lebar. “Kalau lebih gendut dari ini, nanti kau benar-benar nyangkut di dalam kostum monster atau pahlawanmu loh.”
Rudi balas menyikut pinggangku sambil tertawa. Tentu saja aku tidak merasakan sikutannya karena pinggangku masih tertutup kostum armor Masked Knight yang terbuat dari plastik tebal dan berat.
“Nah. Ayo kita pulang!” ajak Rudi sambil menenteng kostum monster bebek-lele yang dikenakannya tadi.
Aku tersenyum dan berjalan mengikutnya, sambil berusaha melepaskan kostumku yang juga berat dan pengap.
Makan di warteg Bu Joni di samping stasiun ya? Sudah lama juga tidak mampir disana. Kuharap nanti bakwan udang dan lalap jengkolnya masih ada.
****
Baiklah.
Seharusnya malam itu aku dan Rudi bisa makan di warteg Bu Joni dengan tenang dan damai. Tapi sepertinya aku sedang dihinggapi pembawa sial. Aku juga tidak ingat semalam aku mimpi apa hingga aku mengalami hal sesial hal yang kualami waktu itu.
Baru saja kami berdua mulai makan di warteg yang cukup besar itu, tiba-tiba saja 3 orang pria berotot dan bertampang sangar masuk ke dalam warteg. Tadinya sih aku cuek-cuek saja karena preman seperti mereka memang banyak mangkal di sekitar stasiun. Mereka memang biasa makan di warteg-warteg yang banyak dibuka di sekitar stasiun. Tapi kali ini ketiga orang pria itu sama sekali tidak berniat untuk makan.
Baru saja mereka masuk ke dalam warung makan Tegal itu, tiba-tiba dua diantara mereka langsung mengeluarkan pisau lipat yang disembunyikan di balik jaket kulit mereka.
“Semuanya diam di tempat! Kalau ga ada yang mau mampus, jangan ada yang macam-macam!!”
Salah seorang pria sangar yang berkepala botak berseru pada semua pelanggan warteg itu sambil mengacung-ngacungkan pisaunya, siap untuk menyembelih siapa saja yang tidak mematuhi ancamannya.
Oh...sial!
Aku mengumpat dalam hati sambil memandangi sekelilingku. Semuanya terdiam dan tampak ketakutan. Seorang tukang ojek yang baru saja akan menyantap makanannya bahkan membeku ditempat dengan sendok setengah jalan memasuki mulutnya.
Tidak ada yang berani bergerak ketika ketiga orang bertampang sangar itu mulai mengancam satu persatu pelanggan untuk menyerahkan semua harta bendanya.
“Ssst....Andri....gimana nih?” bisik Rudi yang duduk di sampingku. Dia juga tidak berani bergerak, takut ditusuk atau disabet oleh pisau para perampok itu.
“Diam saja! Bersyukurlah ini bukan hari gajian, jadi uang di dompet kita tidak banyak...kalau handphone....ah...relakan saja ponsel jangkrik milikmu itu!” bisikku sambil melirik ke arah para perampok. Rudi tampak jengkel tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Dengan tampang jengkel campur pasrah, Rudi mengeluarkan semua miliknya. Mulai dari ponsel tua, dompet tebal berisi bon tagihan, dan jam tangannya.
Aku juga melakukan hal yang sama. Hanya saja dompetku tidak tebal karena bon tagihan. Meski uangku tidak banyak dan ponselku bukan ponsel mahal, tapi tetap saja jengkel sekali rasanya melihat orang lain dengan seenaknya merampas hartamu.
Sialnya justru di saat seperti inilah aku benar-benar berharap kalau diriku adalah Masked Knight. Dengan kekuatan super yang dimiliki tokoh khayalan itu, aku pasti bisa dengan mudah membekuk para perampok itu.
“Kyaa~! Hentikan!!”
Aku terkesiap ketika mendengar jeritan seorang gadis. Dengan segera aku menoleh dan melihat ketiga perampok bertampang sangar itu mengelilingi seorang gadis cantik. Mereka tampaknya tidak puas dengan harta yang dimiliki gadis itu dan berniat berbuat yang tidak-tidak.
Nekat juga mereka. Padahal warteg ini berada di pusat keramaian. Kalau gadis itu mulai menjerit-jerit, sudah pasti akan ada banyak warga yang datang menyerbu sambil membawa berbagai macam senjata.
“DIAM! Jangan menjerit lagi kalau ingin wajah manismu itu tetap utuh!!”
Salah seorang perampok itu mengancam si gadis dengan menempelkan pisaunya ke wajah gadis malang itu. Seketika itu juga si gadis langsung terdiam. Air mata menggenangi wajahnya ketika si botak, yang sepertinya pimpinan ketiga perampok itu, mulai menggerayangi tubuhnya.
Aku menggeram dalam hati dan mengepalkan tanganku dengan dipenuh kebencian.
Benci pada diriku sendiri karena tidak punya cukup keberanian untuk menghentikan mereka. Aku hanya bisa terdiam dan menyaksikan gadis malang itu mengalami hal yang seharusnya tidak dialami gadis manapun.
Tiba-tiba saja gadis itu memandangiku.
Tatapan mata dan wajahnya yang terlihat benar-benar ketakutan membuat jantungku berhenti berdetak sedetik, lalu berdetak lagi lebih keras. Adrenalin mulai membanjiri darahku. Membuat emosiku mulai memanas sekaligus membuat otakku mulai tidak bisa berpikir dengan baik. Sebelum akal sehatku
“Baiklah! Sudah cukup! Dasar perampok brengsek!!!”
Tiba-tiba saja aku berdiri sambil menggebrak meja, membuat piring dan gelas yang ada di atas mejaku berderak nyaring. Suara itu membuat semua orang di dalam warteg, termasuk ketiga perampok itu memandangiku dengan tatapan marah.
“Apa katamu!!?”
“Kubilang... Sudah cukup! Dasar perampok brengsek!!!”
Begitu aku berkata begitu, ketiganya langsung berbalik dan melepaskan si gadis malang yang sedang mereka permainkan. Lalu kutu ampus, HA!?"ya, kupret! KAu ngiku dengan pisau teracung. Dengan gaya sok garang, pria itu menepuk pipiku, masih sambil memesalah seorang dari tiga perampok itu langsung mendatangiku dengan pisau teracung. Dengan gaya sok garang, pria itu menepuk pipiku, masih sambil memegangi pisaunya di dekat wajahku.
“Jangan coba-coba ya, kutu kupret! Kau mau mampus? HA!?”sekn marah.
teg, termasuk ketiga perampok itu mem gelas yang ada di atas mejaku berderak nyaring. Suara itu
Peraturan pertama dalam pertarungan melawan orang bersenjata: ‘Jangan takut dengan senjatanya!’
Tanpa pikir panjang aku menepis tangan si perampok yang memegang pisau di depanku, kemudian mengangkap dan memuntir lengannya hingga pisaunya terlepas dari genggaman. Tanpa berhenti bergerak aku menjegal kaki preman itu hingga dia kehilangan keseimbangan. Tentu saja aku tidak langsung melepaskan tangannya, aku justru membalikkan tubuhku, lalu melakukan judo throw hingga hingga tubuh perampok amatir itu membentur meja dan tidak sadarkan diri.
“Keparat!!!”
Si botak yang berbadan paling besar diantara teman-temannya, langsung menyerbu ke arahku sambil mengayun-ayunkan pisaunya. Dia tampak tersenyum penuh kemenangan karena merasa yakin bisa mengalahkanku yang tidak bersenjata.
Salah besar!
Peraturan kedua dalam pertarungan melawan orang bersenjata: ‘Kalau kau tidak punya senjata, ciptakan sendiri senjatamu!’
Melihatnya menyerbu ke arahku sambil mengayunkan pisaunya ke arahku, aku langsung mundur selangkah dan mengambil piring makanku. Lalu tanpa berpikir, aku melemparkan piring kaca, yang masih berisi campuran lalap jengkol dan bakwan udang itu, ke arah lawanku.
Tentu saja perampok botak itu sama sekali tidak menyangka akan dilempar dengan piring, sehingga dia tidak sempat menghindar.
Piring kaca itu pecah tepat di kepala si botak itu dan membuatnya menjerit kesakitan sambil memegangi kepalanya. Pisau yang tadi dia genggam tanpa sadar dia lepaskan begitu saja ketika dia menahan rasa sakit akibat dilempar piring makan.
Dasar bodoh! Ujarku dalam hati melihat tingkah lawanku.
Melihat kesempatan emas itu, aku langsung melesat ke depan dan mendaratkan sebuah tendangan telak ke dahi si perampok botak itu.
“Makan nih!!! TENDANGAN MAUT~!!!!”
Tanpa sadar aku menyerukan seruan khas ala Masked Knight ketika melayangkan serangan penghabisannya.
Tendanganku membuat si perampok botak terjungkal ke belakang, membentur tembok, dan merosot ke lantai. Tentu saja dia sudah tidak sadarkan diri ketika dia terjungkal kebelakang. Meski kekuatan tendanganku tidak sehebat Masked Knight, sang tokoh pahlawan khayalan itu, tapi aku tahu tendanganku lebih dari cukup untuk membuat lawanku itu tidur pulas 2 hari 2 malam.
Huh! Rasakan! Ujarku sambil mendengus ke arah si perampok botak yang terkapar di lantai.
“AWAS!!”
Seruan dari belakang membuatku tersentak dan berputar, hanya untuk bertemu dengan tinjuan keras dari satu-satunya lawanku yang tersisa.
Untung saja hanya tinjuan. Kalau itu pisau, aku pasti sudah bertemu dengan penciptaku. Biar begitu, tinju perampok itu membuatku terlempar ke belakang dan menghantam meja. Membuat meja kayu itu jatuh ke lantai beserta apapun yang ada diatasnya.
“Keparat!!! Mampus kau!!!”
Si perampok itu lalu lalu mengambil pisau yang dijatuhkan temannya dan menerjang ke arahku yang masih berusaha bangkit. Aku bisa melihat serangannya, tapi tubuhku tidak cukup cepat untuk bereaksi.
Sial! Tidak sempat!
Aku nyaris pasrah ketika melihat pisau berkilat itu mengarah ke arah dadaku.
Berhubung aku belum pernah ditusuk, aku tidak tahu seperti apa rasanya. Tapi kurasa itu bakal sakit sekali. Dalam hati aku berdoa semoga rasanya tidak sesakit yang kubayangkan, karena aku sudah tidak bisa menghindar lagi.
“AGH!??”
Tiba-tiba si perampok itu terhempas ke belakang, ketika Rudi menghantam kepalanya dengan botol besar kecap dan saus tomat. Kedua botol kaca itu langsung pecah di kepala si perampok dan membuatnya pingsan seketika. Perampok malang itu langsung ambruk di lantai dengan wajah berlumur kecap, saus tomat, dan darahnya sendiri.
“Waw! Nyaris saja!”
Rudi menghela nafas lega sambil melemparkan potongan botol yang masih dia pegang. Dia lalu menoleh ke arahku.
“Tidak apa-apa?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya.
Aku mengangguk dan menerima uluran tangannya. Setelah aku berdiri tegak, aku langsung menoleh ke arah si gadis malang yang tadi nyaris jadi korban pelecehan seksual.
“Kau tidak apa-apa?” tanyaku sambil berjalan ke arahnya.
Gadis itu masih tampak shock dan memadangiku dengan tatapan bingung. Baru beberapa saat kemudian gadis itu menggumamkan kata-kata yang tidak jelas.
“Apa?” tanyaku spontan.
“KEREN~!!”
Tiba-tiba gadis itu berseru sambil berdiri, dan tanpa kuduga sama sekali, langsung memelukku. Membuat wajahku langsung memerah seketika dan jantungku nyaris loncat keluar dari mulut.
Kalau aku punya penyakit jantung, mungkin aku akan mati sekarang.
“Curang!”
Aku mendengar Rudi berseru protes di belakangku.
Sepertinya si gadis itu mendengar seruan Rudi dan dia langsung melepaskan pelukannya. Berbeda denganku yang tampak malu setengah mati, dia malah terlihat sangat bersemangat. Gadis itu lalu menggenggam kedua tanganku, sekali lagi dia mengulangi ucapannya.
“KEREN! Keren sekali!”
Aku langsung berpikir gadis itu jadi gila gara-gara nyaris diperkosa. Biasanya dalam situasi seperti ini, gadis yang baru saja diperlakukan seperti itu akan pingsan, menangis, atau paling tidak tampak ketakutan. Tidak langsung bersemangat seperti gadis yang satu ini.
Dan lagipula....apanya yang keren?
“Tendangan barusan itu...bukannya itu Jurus Tendangan Maut milik Masked Knight? Luar biasa sekali kau bisa menggunakannya untuk mengalahkan perampok-perampok itu!” puji si gadis.
HA?!
Baiklah...Aku makin bingung.
“Kau yakin kepalamu tidak apa-apa?”
Aku malah bertanya pada si gadis.
Gadis itu balas mengangguk dengan penuh semangat.
“Tentu saja tidak apa-apa!” balas si gadis. “Ngomong-ngomong! Namaku Ayu Permata. Kau pasti penggemar berat serial Masked Knight. Sampai-sampai kau hapal dengan gerakannya seperti itu!”
Aku terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Ucapan dan tingkah gadis ini benar-benar tidak masuk akal!
“Benar nona! Temanku si Andri ini memang penggemar Masked Knight. Lebih dari sekedar penggemar malah. Dialah aktor dibalik kostum pahlawan super itu! Ah! Ngomong-ngomong, perkenalkan, aku Rudi. Aku ini aktor dibalik kostum Masked Archer loh!”
Sebelum aku sempat mengatakan apapun, Rudi sudah memperkenalkan dirinya dan diriku, dengan menambahkan kenyataan bahwa kami berdua adalah seorang suit actor. Aku ingin sekali menghantamkan piring ke kepala temanku itu, tapi kuurungkan niatku karena Ayu, si gadis aneh itu langsung mengguncang-guncangkan tanganku yang sedari tadi dia genggam dengan erat.
Wajahnya yang berbinar-binar membuatnya terlihat sangat manis di mataku. Sekali lagi wajahku langsung memerah karena malu.
“Hebat! Hebat! Aku ini penggemar berat aksimu!” seru Ayu sambil menatapku lekat-lekat. Dia langsung menambahkan dengan nada bersemangat “Tidak pernah kubayangkan suatu hari aku akan diselamatkan oleh pemeran kostum Masked Knight yang kukagumi!!”
Aku tidak tahu lagi harus berkata apa pada gadis yang satu ini.
Satu hal yang langsung kusadari dari si gadis.
Dia itu sepertinya maniak berat tokusatsu, atau film-film superhero lainnya.
“Ehm.....maaf menganggu....tapi perampok-perampok ini mau diapakan?”
Aku, Rudi dan Ayu langsung menoleh dan melihat bu Joni, si pemilik warteg ini berdiri kebingungan sambil memandangi ketiga perampok yang terkapar tidak sadarkan diri di lantai.
“Panggil polisi saja. Biar mereka yang urus,” ujarku sambil berjalan dan hendak mengambil ponselku yang tergeletak diatas meja, bersama barang-barang milik pelanggan yang lain.
“Terima kasih karena telah menyelamatkanku. Kau benar-benar seorang Pembela Kebenaran!”
Ucapan tulus penuh semangat dari Ayu membuatku terpaku ditempat.
Aku? Pembela Kebenaran?..... Tidak buruk juga.
****
Selesai. Sekian ceritaku.
Apa?
Kau ingin tahu kelanjutannya?
Baiklah.....tapi berhubung ceritanya akan panjang sekali....jadi kusingkat saja.
Intinya setelah pertemuanku yang benar-benar tidak terduga dengan Ayu, aku jadi jatuh cinta dengan gadis nyentrik itu. Terutama setelah Ayu sering sekali datang berkunjung ke lokasi syuting dan menggangguku. Meski Ayu seringkali bertingkah kekanakan dan jalan pikirannya kadang tidak masuk akal, tapi dia gadis yang baik dan penuh perhatian.
Yah. Berkat dia juga aku jadi tetap semangat menjalani pekerjaanku sebagai suit actor. Meski dulu aku sempat merasa malu karena pekerjaanku ini tidak normal dan menurutku tidak ‘bergengsi’, tapi sekarang aku menikmatinya.
Akhirnya setelah berhubungan selama kurang-lebih 1,5 tahun, aku memberanikan diri melamar Ayu.
Tidak terduga, gadis itu langsung menerima lamaranku tanpa pikir panjang dan tidak lama kemudian kami pun menikah. Dari pernikahan itu, kami dikaruniai 2 orang putra yang kini sudah berumur 6 tahun dan 4 tahun.
Saat ini aku benar-benar bahagia. Hidupku terasa sudah lengkap sekarang.
Tapi tahukah kalian apa yang membuatku paling bahagia?
Ketika aku menceritakan kisah ini kepada kedua anakku dan bertanya “Kalau kalian sudah besar, kalian mau jadi apa?”
Tahukah kalian apa jawaban mereka?
Kedua anakku itu menjawab dengan riang “Aku ingin jadi Pembela Kebenaran seperti ayah~!”
Kalian tidak akan bisa membayangkan betapa bangganya aku saat itu.
****
~FIN~
Comments