Everyday Adventure XXI: Masa Lalu Yang Hilang
Orabelle berjalan
menyusuri hutan reruntuhan kota sembari sesekali memperlambat langkah dan
mengamati pemandangan di sekitarnya. Kedua matanya yang berwarna keemasan
sesekali berkilat ketika dia menggunakan sensor-sensor yang tertanam di mata
elektroniknya itu untuk mendeteksi kemungkinan adanya bahaya di sekitarnya.
Sementara itu, cyberbrain-nya dengan cepat memproses semua informasi yang dia
lihat dan rasakan, kemudian mengolahnya untuk memastikan tidak ada apa pun yang
akan tiba-tiba menyergapnya dari belakang, atau dari sudut mati sensor-sensor
canggihnya.
Meskipun terkesan
berlebihan, tapi wajar saja Orabelle bertingkah paranoid seperti itu. Pasalnya,
saat ini gynoid Generasi Baru itu sedang berdiri di tengah hutan lebat yang kini
sudah kembali menguasai ‘hutan beton’ setelah tempat itu ditinggalkan oleh para
penghuninya pasca Catastrophy melanda dunia. Hutan yang dipenuhi oleh
Travelling Tree, atau tumbuhan yang bisa bergerak itu tampak menakutkan bagi
Orabelle yang baru pertama kali menjelajah wilayah di luar kota Bravaga. Gadis
robot itu sering kali tersentak kaget ketika melihat atau mendengar ada sesuatu
yang bergerak cepat di antara kerimbunan dedaunan atau di antara reruntuhan
gedung di sekelilingnya. Baik sensor dan juga cyberbrain-nya beberapa kali
bereaksi berlebihan sehingga membuatnya kaget.
“Kamu enggak apa-apa?
Apa kita perlu berhenti dulu?”
Maria, yang sedari
tadi berjalan agak jauh di depan, tiba-tiba saja berhenti dan membalikkan
tubuhnya ke arah Orabelle. Gynoid yang juga merupakan robot Generasi Baru itu
tampak santai dan terlihat riang seperti biasanya, sedangkan Buggy, yang
wujudnya mirip kecoak raksasa, tengah bertengger santai di pundak Maria. Sementara
itu, tidak jauh di depan sosok kekar Ryouta tampak sibuk membuka jalan yang
sudah lama hilang ditelan kerimbunan hutan. Meskipun sedang memanggul sebuah
kotak hitam yang tampak berat di punggungnya, robot yang dulunya merupakan
sebuah mesin perang itu tidak terlihat kesulitan untuk bergerak menembus semak
belukar yang tumbuh lebat di hadapannya.
“Gimana?” Kali ini
yang bertanya adalah Buggy, yang kini sudah berpindah ke atas kepala Maria.
“Enggak usah malu-malu. Kita bisa istirahat kalau emang dibutuhkan.”
Orabelle
menggelengkan kepalanya, kemudian mempercepat langkahnya untuk menyusul Maria.
Ketika dia sudah berada di samping gynoid, yang secara teknis bisa dibilang
senior, atau kakaknya itu, Orabelle lalu menarik nafas lega. Entah kenapa dia
merasa lebih aman berada di samping Maria.
“Aku enggak apa-apa,”
balas Orabelle sambil memainkan jemarinya. “Hanya sedikit ... takut. Dan juga ...
merasa bersalah karena sudah memperlambat kalian ...”
Maria tersenyum lebar
mendengar ucapan Orabelle. Dia pun lalu menepuk punggung Orabelle dengan lembut,
kemudian mengacak-acak rambut biru gynoid yang bertubuh lebih mungil darinya
itu.
“Kamu enggak usah
merasa bersalah gitu. Wajar kok kalau kamu takut. Ini kan pertama kalinya kamu
kuajak pergi keluar jauh dari kota,” ujar Maria sambil nyengir lebar. Dia lalu
menoleh ke arah Ryouta, yang kini sedang berdiri menunggu tidak jauh di depan.
“Lagian tempat ini emang menakutkan sih. Belum lagi karena bisa ada Robot Liar
atau Mutan Buas yang tahu-tahu menyerang.”
Wajah Orabelle tampak
sedikit mengerut ketakutan ketika Maria dengan entengnya mengatakan kalau di
sekitar mereka, ada bahaya yang bisa menerkam sewaktu-waktu. Untuk kesekian
kalinya, sensor-sensor di tubuh gynoid Generasi Baru itu langsung bekerja keras
untuk mendeteksi bahaya yang mungkin mengancam keselamatannya.
“Hei~! Gimana sih?! Jangan
malah bikin dia makin takut!” protes Buggy sambil menepuk pipi Maria dengan dua
kakinya yang ramping. Robot kecoak itu lalu memandangi Orabelle dengan kedua
mata bundarnya. “Kamu enggak usah takut. Selama ada Big Boy yang di depan itu, enggak ada yang perlu ditakutkan deh!
Ryouta itu jago berantem loh. Kan dia dulunya mesin perang legendaris. Kalau
cuma mutan atau Robot Liar, itu bukan masalah buatnya kok.”
Orabelle memandangi
sosok kekar Ryouta yang berdiri di ujung jalan. Memang berbeda dengan dirinya,
atau Maria, Orabelle tahu kalau android bermata satu yang gemar mengenakan
jaket lengan buntung hijau itu adalah mantan Guardia. Dari yang didengar dan
diketahui Orabelle, konon dalam wujud aslinya dulu, Ryouta memiliki
persenjataan mematikan yang cukup untuk menyebabkan mesin perang itu dikategorikan
ke dalam Senjata Pemusnah Massal ... seperti Machina. Itu juga yang membuat
Orabelle merasa takut berada di dekat Ryouta.
“Hei! Jangan
lama-lama! Kita harus sampai ke tempat Dokter sebelum siang hari biar kita
tidak perlu menginap di sana malam ini!”
Ryouta berseru sambil
kembali meneruskan tugasnya membuka jalan.
“Okey~~!” balas Maria
sambil berlari ringan mengejar Ryouta. “Tapi hutan ini tumbuhnya cepat sekali
ya. Terakhir kali kita kesini, kayaknya belum serimbun ini deh!”
Ryouta mengangguk
mengiyakan. Dia juga menyadari adanya keanehan itu. Meskipun sudah cukup lama
dia tidak pergi mengunjungi Dokter dan melewati rute ini, tapi dia masih ingat
kalau terakhir kali dia melintas, hutan di sekelilingnya itu tidak serimbun
yang sekarang. Saking rimbunnya, cahaya matahari pun sulit menembus kanopi pohon
yang sebagian di antaranya adalah Travelling Tree. Akibatnya lantai
hutan pun jadi gelap dan tentu saja jadi terlihat menyeramkan.
“Iya. Memang aneh,”
ujarnya singkat. “Apa karena pengaruh hujan meteor yang terakhir kali itu? Bisa
jadi meteorit yang jatuh waktu itu mengandung sesuatu yang membuat hutan ini
tumbuh lebih cepat dari biasanya.”
“Bisa jadi!” balas
Maria riang. “Nanti biar kutanyakan ke Dokter sekalian.”
“Hei. Ngomong-ngomong
...” Ryouta menghentikan ucapannya sejenak sambil melirik ke arah Orabelle,
yang kini mulai mempercepat langkahnya. “... bagaimana dengan Orabelle?
Bagaimana kondisinya sekarang?”
Maria ikut melirik
Orabelle sejenak, sebelum akhirnya kembali memandangi Ryouta. Android kekar
bermata satu itu pun balas menatap ke arahnya dengan satu-satunya mata yang dia
miliki itu.
“Ya ... walaupun masih
paranoid dengan hal-hal baru, tapi Orabelle baik-baik saja kok. Dia kan sudah
diperiksa rutin sama Kakek Tesla dan Mother selama beberapa minggu ini,” Maria menjawab
sambil menghindari sulur Travelling Tree
yang mengayun kesal karena merasa terganggu. “Udah begitu, semua sistemnya kan
kali ini sudah terpasang dengan sempurna. Paling hanya butuh penyesuaian saja.
Robot baru kan biasanya begitu.”
“Kurasa kau benar,”
balas Ryouta sambil memandangi sosok mungil Orabelle yang terlihat canggung
ketika menerobos semak-semak di hadapannya. “Hei! Kalau ada masalah, bilang
saja ya. Tidak usah sungkan atau takut.”
Orabelle yang
tahu-tahu diajak bicara oleh Ryouta pun tersentak kaget, namun gynoid itu lalu
mengangguk mengiyakan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Selama beberapa lama,
keempat robot penghuni Bravaga itu berjalan dalam diam, sampai akhirnya
Orabelle memberanikan diri untuk bertanya kepada tiga robot yang lebih tua
darinya itu.
“Sebenarnya kita ini
mau ke mana?” tanya Orabelle ragu-ragu.
Ryouta menghentikan
langkah sejenak, kemudian menatap tajam ke arah Maria. Meski tidak bisa
menunjukkan emosi, tapi jelas-jelas Ryouta terlihat jengkel. Dan perubahan
sikapnya itu tentu saja itu disadari oleh Maria.
“Apa?” tanya Maria dengan
spontan, tapi kemudian gynoid itu pun menepukkan tangannya. “Oh, astaga! Aku
lupa!”
Dia pun membalikkan badan ke arah Orabelle.
“Maaf ya, aku sampai
lupa bilang kalau kita ini mau pergi ke tempat Dokter,” ujarnya sambil tertawa
pelan. Dia pun buru-buru menambahkan karena melihat ekspresi bingung di wajah
Orabelle. “Ah! Dokter itu Automa nyentrik yang tinggal di sisi lain reruntuhan
kota ini. Kita sekarang mau ke sana karena ngantar barang pesanannya yang sudah
selesai dibuat Mother.”
“Automa?” tanya
Orabelle sambil berpikir sejenak. “Maksudmu ... manusia yang pindah ke tubuh
mesin itu?”
Maria menjentikkan
jarinya sambil berseru riang. “Ya! Betul sekali!”
“Oh ...” jawab
Orabelle singkat, dia pun kembali terdiam.
“Jangan khawatir. Dia
enggak galak kok, enggak kayak Ryouta,” ujar Maria sambil nyengir nakal ke arah
Ryouta, kemudian kembali memandangi Orabelle. “Aku yakin kalian berdua bisa
akrab. Lagian, kamu juga bisa banyak tanya soal manusia padanya loh.”
Orabelle yang melihat
senyum lebar di wajah Maria pun ikut tersenyum. Dalam hati, gynoid Generasi
Baru itu pun berharap kalau Automa yang bernama Dokter itu bisa memberi jawaban
atas satu pertanyaan yang belakangan ini menghantuinya.
****
“Jadi ... ada perlu
apa kalian ke sini kali ini?”
Dokter bertanya
sambil berdiri berkacak pinggang di depan pintu rumahnya. Seperti biasanya,
sebatang rokok tampak terselip di mulut Automa berkepala mirip sebuah televisi
kuno itu, sementara matanya melirik ke arah Orabelle yang tampaknya sengaja
menjaga jarak dengannya.
“Oh, Mother meminta
kami mengantarkan pesananmu seperti biasa ... selain itu aku mau memperkenalkan
Orabelle padamu, Dokter,” sahut Maria sambil mendorong Orabelle dan memaksanya
untuk berjalan mendekati sang Automa tua itu. “Dokter sudah dengar kan? Soal
gynoid Generasi Baru yang waktu itu kabur dari Central Tower. Nah, ini dia
gynoid-nya~!”
Selama beberapa saat,
Orabelle terdiam dan hanya memandangi sosok Automa yang sedang merokok di
hadapannya itu.
“Halo?” sapa Orabelle
canggung dengan pandangan yang masih tidak lepas dari sosok Dokter yang berdiri
di depannya. “Apa kabar?”
Dokter tersenyum
dalam hati, kemudian menghembuskan asap rokoknya sambil mengulurkan sebelah
tangannya yang dibalut kulit sintetis, yang sekilas terlihat seperti kulit
manusia. Aroma tembakau bercampur rempah-rempah unik langsung membanjiri sensor
penciuman Orabelle, dan membuat gadis robot itu ragu-ragu untuk menjabat tangan
Automa di depannya itu
“Selamat datang di
rumahku, Orabelle,” ujar Dokter dengan ramah, sembari mengabaikan Orabelle yang
sepertinya belum mau menerima jabat tangannya itu. “Orang-orang memanggilku
dengan nama Dokter. Dan kurasa Maria juga sudah memberitahumu kalau aku ini
adalah Automa.”
Sekali lagi Automa
nyentrik itu menghisap, lalu menghembuskan asap rokoknya ke udara. Setelah
melakukan itu beberapa kali, baru Dokter kembali bicara lagi.
“Seperti yang dia
bilang tadi, aku memang sudah dengar kalau ada Gynoid generasi baru yang lahir
di Bravaga. Tapi aku tidak menyangka kalau itu adalah kamu,” ujar Dokter sambil
menatap lurus ke arah kedua mata Orabelle. “Bagaimana kondisimu sekarang? Sudah
stabil?”
Orabelle mengangguk
mengiyakan, tapi dia masih diam dan tidak menganggapi pertanyaan yang baru saja
dilontarkan Dokter itu. Sepertinya dia masih belum bisa percaya kalau sosok
humanoid berkepala televisi itu tidak berniat buruk kepadanya.
Dan tentu saja Dokter
menyadari hal itu.
“Nah, ayo masuk, kita
bisa bicara lebih banyak di dalam sini,” ujarnya sambil membuka pintu rumahnya.
Tanpa menunggu
persetujuan Orabelle, Dokter pun melangkah masuk ke dalam rumahnya sembari
diikuti oleh Maria, Buggy, Ryouta, dan tentu saja, Orabelle.
Seperti yang diingat
Maria terakhir kali, rumah Dokter selalu saja berantakan. Ada saja komponen
mesin misterius dan berbagai suku cadang robot yang teronggok di sudut-sudut
ruangan dan di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Sedangkan di sisi lain ruangan
utama yang lumayan luas itu, tampak sebuah lemari kayu tua yang dipenuhi
buku-buku kuno, yang konon ditulis sendiri oleh Dokter.
“Masih berantakan
seperti biasanya. Sedang mengerjakan apa kali ini, Dokter?” tanya Ryouta sambil
mengambil komponen elektronik, yang segera dia kenali sebagai bagian dari
sistem kendali sebuah persenjataan kuno. Sayangnya karena tidak lengkap, mesin
perang kuno itu tidak bisa mengenali dari senjata macam apa komponen itu
berasal.
Sang Automa
mengangkat bahunya.
“Beberapa komponen mesin
Ganymedes,” sahutnya singkat. Dia pun lalu menunjuk ke arah sofa dan meja kayu
yang ada di sisi lain ruangan. “Silahkan duduk. Selain mengantar pesanan
Mother, kurasa kalian mau menanyakan sesuatu yang penting, iya kan?”
“Kok tahu?!” tanya
Maria kaget. “Dokter sekarang bisa membaca pikiranku ya?”
Dokter tertawa pelan,
kemudian mematikan batang rokoknya ke asbak logam kotor yang ada di atas meja.
“Tentu saja tidak,” ujar
Automa itu sembari duduk santai di sofa tuanya. “Nah, jadi ... apa yang ingin
kalian tanyakan?”
Selama beberapa saat,
Maria dan Orabelle saling pandang. Kemudian Maria pun memberi isyarat agar
Orabelle mulai bicara, dan gynoid bertubuh mungil itu akhirnya melontarkan
pertanyaannya.
“Aku ingin tanya soal
Catastrophy.”
Orabelle bertanya
dengan nada ragu.
Gynoid itu lalu
berhenti sejenak, menarik nafas, kemudian mengumpulkan keberaniannya untuk
menanyakan hal-hal yang selama beberapa waktu ini selalu berputar dalam
cyberbrain-nya itu.
“Aku ingin tahu apa
yang terjadi pada saat Catastrophy. Karena kudengar Anda ini lahir jauh sebelum
peristiwa itu terjadi, Anda seharusnya tahu lebih detail soal itu kan? Apa yang
terjadi? Kenapa tidak ada catatan, rekaman, atau ingatan apa pun soal kejadian
itu di Bravaga? Aku sudah bertanya ke semua robot yang kukenal di Bravaga, juga
sudah mencari ke perpustakaan di kota, tapi tidak ketemu informasi apa pun
terkait Catastrophy. Bahkan Mother saja tidak punya informasinya ... kenapa
bisa begitu?”
Selama beberapa saat,
semua yang ada di ruangan pun terdiam. Menyadari kalau dia mungkin baru saja
menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak ditanyakan, Orabelle spontan menutup
mulutnya.
“OH!” serunya sambil
berdiri, dan sepertinya sudah siap untuk lari lagi, tapi kali ini, Maria
berhasil menahan gynoid itu sebelum dia sempat kabur. Orabelle langsung melotot
ke arah ‘kakaknya’ itu, namun Maria justru balas tersenyum dan memberi isyarat
agar ‘adiknya’ itu tidak perlu takut.
“Tidak usah takut dan
tidak perlu sampai kabur seperti itu,” ujar Dokter dengan nada geli sembari
mengambil sebatang rokok lagi dari sakunya. “Itu bukan pertanyaan terlarang
yang tidak boleh ditanyakan kepada siapa pun. Bahkan ... aku heran kenapa,
selain Maria tentunya, begitu sedikit robot di Bravaga yang penasaran soal peristiwa
itu. Padahal itu bukan sebuah kejadian sepele yang bisa diabaikan begitu saja.”
“Jadi ... Dokter tahu
apa yang terjadi waktu Catasrophy itu?” tanya Maria dengan mata berbinar-binar
penuh rasa ingin tahu. “Ada apa sih dengan ‘waktu yang hilang’ itu? Terus
kenapa setelah itu manusia punah?”
Selama beberapa saat
Dokter terdiam dan tampak menikmati sebatang rokok yang sudah kembali dia
nyalakan. Setelah menghembuskan asap rokok beberapa kali, dia pun menatap ke
arah Maria dan Orabelle bergantian, kemudian mengatakan sesuatu yang membuat
dua robot Generasi Baru itu terkejut.
“Aku tidak tahu,”
ujar Dokter singkat sambil mengangkat kedua bahunya.
“EEEH?!” seru Maria
kaget bercampur kecewa. “Jangan gitu dong, Dokter! Aku serius ini!”
Dokter kembali mengangkat
bahunya.
“Aku juga serius,”
ujarnya singkat sambil memainkan batang rokok yang terselip di jemari logamnya
itu. “Aku tidak tahu apa-apa soal detail peristiwa Catastrophy ... atau lebih
tepatnya, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi selama Catastrophy
berlangsung ...”
Dokter berhenti sejenak
untuk menghisap rokoknya lagi.
“... yang jelas, aku
tersadar pada suatu pagi dan hanya tahu kalau aku sama sekali tidak memiliki
ingatan tentang apa pun soal apa yang kulakukan kemarin ... dan di hari-hari
sebelumnya ... pokoknya ingatanku selama Catastrophy itu berlangsung sama
sekali kosong. Seolah-olah ada lubang ingatan besar yang tiba-tiba muncul di dalam
otak elektronikku ini,” lanjut Dokter sambil mengetuk salah satu sisi kepalanya
dengan jari telunjuknya. Dia lalu menoleh ke arah Orabelle. “Dan seperti yang
sempat kau ucapkan tadi. Sama sekali tidak ada rekaman atau catatan apa pun
soal hari-hari yang hilang itu. Di Cyberbrain yang kumiliki, atau pun yang
dimiliki para robot yang selamat dari peristiwa itu, sama sekali tidak ada
bekas ingatan soal Catastrophy. Bahkan, aku sama sekali tidak menemukan catatan
apa pun, di mana pun, dan dalam bentuk apa pun terkait fenomena misterius itu
... sungguh tidak masuk akal ...”
“Apa pun yang
sebenarnya terjadi saat itu, yang jelas seolah-olah ada yang menghentikan
ingatan semua robot dan Automa, atau ada yang menghapus ingatan soal
Catastrophy dari semua Cyberbrain yang ada di dunia ini, sekaligus memastikan
tidak ada informasi mengenai peristiwa misterius itu yang tersisa di muka Bumi
ini.” Dokter berhenti sejenak untuk menoleh ke arah Ryouta dan Buggy, yang
tampak tidak terlalu tertarik dengan penjelasan soal Catastrophy ini. “Siapa,
bagaimana, dan mengapa ... tidak ada yang tahu. Dan itu adalah salah satu
misteri terbesar dari Catastrophy.”
Untuk kedua kalinya
Dokter berhenti bicara, tapi kali ini tidak untuk menghisap batang rokoknya,
melainkan untuk menatap menerawang ke arah jendela yang tampak di antara
sela-sela tumpukan barang di rumahnya itu.
Cukup lama Automa tua
itu terdiam, sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya lagi.
“Sayangnya ... misteri
terkait Catastrophy belum selesai sampai di situ saja. Karena tidak lama
kemudian, kami, yang bertubuh mesin ini, lalu menyadari kalau manusia di sekeliling kami sudah
lenyap tidak berbekas,” ujar Dokter sambil
mematikan rokoknya. “Tidak
ada tanda-tanda kekerasan, atau perlawanan sama sekali. Semuanya terlihat
normal ... hanya saja ... kini manusia yang masih memiliki tubuh darah dan
daging sudah tidak ada lagi di sekeliling kami. Mereka semua menghilang begitu
saja dan kami sama sekali tidak tahu bagaimana, mengapa, atau kenapa semua
manusia di planet ini bisa hilang begitu saja.”
Dokter kembali
terdiam, sementara ilustrasi mata yang ditampilkan di layar televisi yang
menjadi kepalanya itu pun terlihat menerawang jauh. Baru setelah melewati
beberapa menit yang sunyi, Automa tua itu pun kembali bicara lagi, kali ini
nada suaranya berubah menjadi lebih rendah dan penuh kesedihan.
“Tentu saja aku,
Automa, dan para robot yang ‘selamat’ dari peristiwa misterius itu pun langsung
mati-matian berusaha mencari penyebab hilangnya semua manusia dari muka Bumi
... dan apa yang sebenarnya terjadi pada peristiwa yang akhirnya diberi nama
Catastrophy itu ...” Dokter berhenti sejenak untuk menyalakan sebatang rokok
lagi. “Tapi usaha kami tidak satu pun memberikan jawaban tentang apa yang
terjadi. Belum selesai kami kebingungan dengan hilangnya manusia dari muka Bumi
ini ... kami juga dipaksa menyadari kehadiran Travelling Tree dan Backpackers
... yang anehnya ... terlihat seolah-olah mereka sudah ada di dunia ini sejak
lama sekali.”
“Ah! Kakek Tesla juga
pernah cerita soal Backpackers dan Travelling Tree,” sahut Maria. “Kata Kakek
Tesla, dua-duanya punya karakter DNA yang sama, walau yang satu lebih mirip
tumbuhan dan yang satu itu hewan. Terus kata kakek juga, dari uji usia
molekuler yang pernah dilakukan Mother, mereka itu usianya sangat ... sangat
tua ... kalau hitungan Mother memang benar ... Backpackers dan Travelling Tree
sudah ada sejak ratusan ribu, atau jutaan tahun lalu ... hampir sama tuanya
dengan dinosaurus.”
“Eh?!” sahut Orabelle
kaget. “Tapi kan ...”
“Ya. Tesla dan Mother
memang pernah melakukan itu. Begitu juga denganku. Semua hasil penelitianku
soal itu ada di suatu tempat di rumah ini. Dan berhubung hasil kami semua sama
... artinya memang benar kalau Backpackers dan Travelling Tree sudah ada di
Bumi sejak lama sekali,” potong Dokter. “Tapi pertanyaan lain yang tidak kalah
misteriusnya dengan Catastrophy adalah ...”
“... kenapa tidak
pernah ada catatan, rekaman, atau informasi apa pun tentang dua makhluk itu
pada masa sebelum Catastrophy.”
Kali ini yang
menyahut dan memotong pembicaraan adalah Ryouta.
“Seolah-olah
Backpackers dan Travelling Tree tidak pernah ada sebelum Catastrophy dan mereka
... yah ... seperti muncul begitu saja setelah peristiwa misterius itu
terjadi,” ujar Ryouta lagi. “Begitu kan, Dokter?”
Dokter mengangguk
mengiyakan.
“Tepat sekali,” sahut
Automa itu sambil menjentikkan abu dari batang rokoknya ke dalam asbak. “Dan
aku pun jadi bertanya-tanya ... berapa lama sebenarnya Catastrophy terjadi?
Berapa lama kita semua kehilangan ingatan? Satu hari? Satu minggu? Satu bulan?
Satu tahun? Satu abad? Satu milenium? Tidak ada yang tahu. Meskipun jeda waktu
ingatan kami semua hanya satu tahun, tapi tidak menutup kemungkinan kalau
sebenarnya Catastrophy telah melanda dunia ini dengan durasi yang jauh lebih
lama dari jeda ingatan kami itu.”
Mendengar pertanyaan
Dokter, baik Orabelle, Maria, Buggy, ataupun Ryouta, langsung terbelalak lebar.
Entah kenapa mereka tidak pernah memikirkan kemungkinan itu sebelumnya.
Karena ingatan dan
informasi soal Catastrophy tidak ada sama sekali ... maka tidak satu robot atau
Automa pun yang tahu berapa lama sebenarnya ‘bencana’ itu terjadi. Bisa jadi
Catastrophy sebenarnya berlangsung selama berabad-abad atau bahkan ... ribuan tahun. Tapi tentu saja
hipotesis itu punya kelemahan utama, dan sebelum ada yang sempat berkomentar,
Dokter sudah kembali bicara lagi.
“Yah, tapi kurasa
tidak sampai ratusan atau ribuan tahun,” sambung Dokter lagi. “Soalnya kalau
memang Catastrophy berlangsung begitu lama, pastinya semua peradaban manusia di
sekeliling kita keadaannya sudah seperti ini. Sudah jadi reruntuhan dan sudah
banyak yang hilang ditelan kerimbunan alam seperti sekarang.”
“Benar juga ...”
gumam Orabelle. “Lalu ... apa selain itu ada teori yang lain? Maksudku ... soal
apa yang terjadi saat Catastrophy melanda.”
Dokter berhenti
sejenak dan tampak menimbang-nimbang jawabannya cukup lama. Dan tentu saja
Maria yang rasa penasarannya sedang membara, langsung mendesak Dokter untuk
memberikan jawaban dari pertanyaan Orabelle barusan.
“Hei! Jangan
lama-lama mikir dong! Aku jadi makin penasaran nih!” protes Maria.
Dokter menggaruk
belakang lehernya, walaupun jelas mesin seperti dirinya tidak mungkin merasa
gatal. Kemudian Automa tua itu pun memandang lurus ke arah gynoid berambut
hitam yang duduk di hadapannya itu.
“Pertanyaan
ini sudah lama ada dalam otakku, tapi hingga saat ini tidak bisa kubuktikan ...
lebih tepatnya ... setahuku ... saat ini tidak ada satu pun Automa atau robot
yang kukenal di Bravaga yang bisa membuktikan teori ini ...” ujar Dokter dengan
nada serius. Dia lalu memandangi Ryouta, Buggy, Maria, dan Orabelle secara bergantian.
“... bagaimana kalau ini bukan lagi Bumi yang kita kenal? Bagaimana kalau kita
semua sebenarnya sudah berada di Bumi yang lain, atau dengan kata lain ... ini
adalah dunia pararel? Atau sebaliknya, bagaimana bila manusia yang belum
menjadi Automa, semuanya menghilang karena mereka lah yang sebenarnya telah berpindah
ke dunia lain?”
Dan untuk kesekian kalinya, semua robot yang
ada di dalam rumah Dokter itu pun kembali terbelalak lebar.
****
Pada awalnya Orabelle
sengaja bersusah payah untuk datang ke rumah Dokter untuk mencari jawaban atas
salah satu pertanyaan terbesarnya, namun sekarang dia malah kembali ke Bravaga
dengan jauh lebih banyak lagi pertanyaan terkait peristiwa misterius yang
disebut dengan nama Catastrophy itu.
Dugaan Dokter yang
mengenai dunia pararel sangat mengusik rasa ingin tahu Orabelle, dan tentu saja
Maria, yang sama-sama sangat tertarik dengan hal-hal semacam itu. Saking banyaknya
hal yang sedang mereka pikirkan, kedua Gynoid itu hanya terdiam dan larut dalam
pikirannya masing-masing sampai mereka tiba kembali ke kota Bravaga. Oleh
karena itu, berbeda dengan perjalanan ke rumah Dokter, perjalanan kembali ke
kota para robot itu terasa sunyi, terutama karena Maria yang biasanya ribut,
kini justru terdiam seribu bahasa.
Dan tentu saja
kesunyian dan atmosfir suram yang kini menyelimuti di sekitar kedua gynoid itu
membuat salah satu robot merasa terusik.
“Hei! Kalian ini kok jadi
diem saja sih?!”
Buggy yang tidak
tahan melihat sikap dua gynoid temannya itu langsung melompat dari kepala
Ryouta ke atas kepala Maria. Robot berbentuk mirip kecoak raksasa itu lalu
mencubit pipi Maria.
Maria yang terkejut
lalu melirik ke atas dan langsung berhadapan dengan wajah Buggy.
“Masih kepikiran yang
tadi?” tanya Buggy pada gynoid berambut hitam panjang itu.
“Begitulah,” sahut
Maria singkat, dia lalu menoleh ke arah Orabelle, yang balas memandanginya
dengan tatapan bingung. “Aku enggak menyangka kalau misteri Catastrophy itu
lebih aneh dari yang kupikirkan sebelumnya. Tadinya kupikir ada bencana besar kayak
wabah penyakit, perang, atau bencana alam yang perlahan-lahan membuat manusia
punah dari muka bumi. Lalu yang tersisa hanya para Automa seperti Dokter, atau yang
tinggal di Colony yang kita kunjungi waktu itu ...”
Maria berhenti
berjalan sejenak, kemudian menatap ke arah Ryouta, yang kini balas
memandanginya. Mata besar mantan Guardia itu tampak menyala di tengah kegelapan
hutan yang begitu pekat, sehingga sosoknya sekilas terlihat menakutkan.
“... tapi kalau
Dokter benar ... apa yang sebenarnya terjadi di ‘waktu yang hilang’ itu? Ke
mana semua manusia yang tersisa itu pergi? Dan kenapa bisa tidak ada sama
sekali informasi yang tersisa soal Catastrophy” ujar Maria sambil memandangi
bintang-bintang dan pecahan bulan di langit yang terlihat di sela-sela kanopi
pohon. “ Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang pergi meninggalkan bumi dulu
... para Starchild ... apa mereka juga bernasib sama dengan manusia lainnya?
Menghilang begitu saja tanpa jejak?”
Maria lalu kembali
terdiam dan kini perasaan pun berkecamuk.
“Hei~!” Untuk kedua
kalinya Buggy mencubit pipi Maria dan membuat gynoid yang ditungganginya itu
tersentak kaget. “Udah enggak penting apa yang terjadi pada para pencipta kita
itu! Toh, semuanya udah berlalu lama sekali. Catastrophy sudah terjadi, dan manusia
sudah tidak ada lagi di planet ini. Enggak perlu dipusingkan lagi.”
Maria baru saja ingin
memprotes ucapan temannya itu, tapi tiba-tiba Ryouta berjalan mendekatinya dan
menepuk kepala gynoid itu dengan lembut.
“Buggy benar,” ujar
android bertubuh kekar itu. “Seperti isyarat Dokter tadi, mungkin kita tidak akan pernah menemukan jawaban
semua pertanyaan terkait bagaimana nasib manusia dan apa sebenarnya Catastrophy
itu.”
Ryouta berhenti
bicara sejenak, kemudian memandangi sosok mungil Orabelle, yang masih saja
menjaga jarak darinya. Kedua mata gynoid yang berwarna keemasan itu tampak
menatap lurus ke arahnya dengan tajam.
“Makanya ... tidak terlalu
penting apa yang terjadi di masa lalu, karena apa pun yang kita lakukan
sekarang, tidak akan bisa mengubah apa yang telah terjadi ratusan tahun lalu,”
ujar mantan Guardia itu sambil memandangi kedua tangannya. Dia lalu mengalihkan
pandangannya ke arah Maria dan Orabelle bergantian. “Yang penting sekarang
adalah bagaimana kita bisa hidup dan menggantikan posisi mereka di dunia yang
telah mereka tinggalkan ini ... dan memastikan kita tidak mengulangi kesalahan
mereka di masa lalu.”
Mendengar ucapan
Ryouta, Maria pun tersenyum lebar. Memang benar kalau dia perlu belajar mengenai
masa lalu, supaya generasinya yang sekarang menggantikan posisi manusia sebagai
pengelola bumi itu, tidak mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan para
penciptanya. Lagi pula, yang dikatakan Ryouta barusan itu memang benar. Tidak
peduli berapa besar kepedulian dan rasa ingin tahu Maria, dan juga Orabelle,
terhadap Catastrophy, tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengubah bencana
yang telah menyebabkan kepunahan manusia itu.
Ketika menyadari hal
itu, Maria langsung tersenyum lebar.
“Kamu benar,” ucap
Maria dengan nada lebih riang. “Tidak ada gunanya terus-terusan mempertanyakan dan
mengkhawatirkan hal-hal semacam itu.”
“Yang penting kita
harus menikmati apa yang kita miliki sekarang, kemudian memastikan kalau
ingatan, serta informasi mengenai cara hidup kita saat ini tetap ada dan bisa
dipelajari oleh generasi berikutnya. Jangan sampai generasi masa depan kita
tidak ada yang tahu bagaimana cara kita menikmati hidup.” Maria lalu melangkah
ringan mendekati Orabelle, kemudian memeluknya dengan erat sebelum gynoid itu
sempat menghindar.
”Bukan begitu,
Orabelle?” tanya Maria, masih sambil memeluk Orabelle erat-erat.
Orabelle yang awalnya
merasa tidak nyaman karena tiba-tiba dipeluk oleh Maria, pada akhirnya hanya
bisa pasrah. Gynoid generasi terbaru itu pun mengangguk mengiyakan. Sama
seperti Maria, dia juga berpendapat kalau.
“Kurasa kau benar,
Maria,” ujar Orabelle. “Yang terpenting saat ini adalah hidup dengan
sebaik-baiknya demi masa depan yang lebih baik.”
Dan untuk kedua kalinya dalam
sehari itu, Orabelle pun tersenyum manis ... dan tentu saja itu langsung membuat
Maria memeluk gynoid bertubuh mungil itu dengan semakin erat lagi.
Sambil berusaha
melepaskan diri dari pelukan erat Maria, Orabelle memandangi langit berhiaskan
pecahan bulan yang bersinar temaram di sela-sela kanopi hutan yang lebat. Dia
pun kemudian bergumam dalam hati.
Catastrophy ya? Entah mengapa ... rasanya kata-kata itu
terdengar akrab sekali buatku ...
~FIN?~
red_rackham 2020
Comments