Tantangan Cerpen Tanpa Dialog: Pemenang Yang Licik
Di sebuah dahan pohon mati di tengah hutan, bertenggerlah tujuh ekor burung gagak hitam. Mereka semua memandang ke bawah dan sesekali berkaok dengan angkuh. Pandangan mata ketujuh burung gagak itu tidak lepas dari sosok tujuh ekor rubah yang berada jauh di bawah mereka. Rubah-rubah itu tampak mengitari bangkai seekor kelinci gemuk berbulu putih.
Tujuh ekor rubah itu tampak sedang berdebat siapa yang akan memakan kelinci itu terlebih dahulu. Mereka juga berdebat berapa banyak bagian daging yang akan mereka dapatkan. Biarpun ukuran kelinci itu sangat besar dan bisa dibagi-bagi, tapi rubah-rubah itu tahu mereka tidak akan kenyang kalau hanya memakan potongan daging kelinci itu.
Rubah yang paling tua merasa dirinya paling berhak atas potongan terbesar kelinci itu. Tapi rubah paling muda menyatakan bahwa dirinya yang masih dalam masa pertumbuhan, butuh banyak makanan bergizi. Sementara rubah paling besar dan kuat beranggapan dialah yang pantas mendapatkan seluruh kelinci itu. Tapi anggapannya langsung dibantah keenam rubah lainnya. Mereka tidak sudi jatah makanan mereka dihabiskan semuanya oleh si rubah besar.
Perdebatan itu tampaknya tidak akan pernah selesai. Tidak satupun dari ketujuh rubah itu yang mau mengalah atau mendengarkan pendapat yang lainnya. Semuanya hanya ingin mendapatkan bagian terbesar dari kelinci yang tergeletak di hadapan mereka itu. Tidak terbersit niat untuk berbagi dalam hati masing-masing rubah itu.
Ketujuh gagak yang sedari tadi bertengger di dahan pohon, tampak girang melihat ketujuh rubah yang sedang berdebat itu. Mereka terus berkaok-kaok riang dan sesekali berkomentar setiap kali para rubah memulai perdebatan.
Salah satu gagak berkaok nyaring, menyerukan agar para rubah membagi rata daging kelincinya. Sementara gagak lain berpendapat agar rubah paling tua boleh makan lebih dahulu, tapi makan paling sedikit. Seekor gagak lain menimpali dengan kaok riang, bahwa lebih baik para rubah itu memutuskan siapa yang mendapatkan kelinci itu dengan undian. Tiga ekor gagak yang lain langsung berkaok dengan suara sumbang, bagaikan koor yang buruk. Dengan nada mengejek, mereka berseru pada para rubah agar memberikan kelinci itu pada mereka saja.
Suara seruan para gagak membuat para rubah mendongak ke atas. Sebelumnya mereka mengabaikan ocehan ketujuh gagak itu, tapi sekarang mereka tampak marah mendengar pendapat-pendapat yang disampaikan para gagak. Dengan serempak mereka menyerukan bahwa mereka tidak akan membagi daging kelinci itu pada siapapun juga. Rasa tamak dalam hati masing-masing rubah semakin membesar hingga mereka semua mulai saling pandang dengan tatapan buas.
Tiba-tiba saja gagak terakhir, yang hanya memiliki satu mata, berkaok dengan suara sedingin es dan sedalam lautan. Gagak itu menyuruh para rubah supaya membunuh siapapun yang menghalangi mereka untuk memakan kelinci yang sedang diperebutkan. Dia lalu mematahkan tujuh buah ranting pohon yang kuat dan tajam. Sambil berkaok lagi dengan suara nyaring bagai siulan angin, gagak itu menjatuhkan ranting yang dia bawa ke arah tujuh ekor rubah yang ada di bawah.
Para rubah memandangi ranting-ranting tajam yang berserakan di sekitar mereka. Kini rasa tamak dalam hati mereka berkembang menjadi nafsu membunuh yang kuat. Satu persatu, mereka mengambil ranting tajam yang dijatuhkan si gagak bermata satu. Mereka saling pandang dengan tatapan ganas, sementara para gagak berkaok riang dan menyemangati para rubah yang ada dibawah sana.
Tanpa peringatan, rubah yang paling besar menerjang dan menusuk rubah yang paling kecil. Pada saat yang sama, dua ekor rubah langsung menyerang si rubah paling besar dan membunuhnya dengan satu tusukan. Si rubah tua yang lebih berpengalaman segera membunuh dua rubah yang baru membunuh rubah yang paling besar. Namun dengan segera dia terpojok dan mati dibunuh seekor rubah lainnya. Sayangnya dia juga akhirnya tewas dibunuh rubah lainnya, namun sebelum mati, rubah itu sempat melukai lawannya dengan sangat parah. Akhirnya rubah terakhir pun roboh ke tanah dan tewas mengenaskan.
Ketujuh ekor rubah yang tadi ribut memperebutkan bangkai seekor kelinci, kini juga sudah berubah menjadi bangkai. Para gagak berkaok kegirangan. Mereka langsung melesat turun dan hinggap di bangkai-bangkai rubah yang tergeletak di tanah.
Tadinya mereka merasa girang karena mendapatkan makanan berlimpah, tapi masing-masing gagak menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan bagian yang sama. Satu ekor gagak tampak bertengger dengan riang diatas bangkai rubah paling besar, sementara seekor gagak lainnya bertengger di atas bangkai rubah paling muda yang berukuran paling kecil. Rasa iri tumbuh dalam hati para gagak itu. Mereka ingin mendapatkan bagian paling banyak, terlebih lagi karena kini ada satu bagian ekstra yang belum dibagi, yaitu bangkai kelinci yang tadi diperebutkan pada rubah.
Ketujuh gagak itu mulai ribut. Tidak satupun dari mereka mau mendapatkan bagian yang lebih sedikit dari yang lainnya. Masing-masing ingin bagian yang paling besar untuk dirinya sendiri, meskipun sebenarnya bagian yang mereka dapat sudah lebih dari cukup untuk mengenyangkan perut mereka.
Sekali lagi, si gagak bermata satu kembali berkaok lagi, kali ini dengan suara selembut angin namun setinggi langit. Sekali lagi sang gagak berseru pada keenam gagak lainnya agar mereka juga menghabisi siapapun yang menghalangi niat mereka untuk mendapatkan bagian daging yang terbanyak.
Para gagak tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Perkelahian maut segera terjadi diantara ketujuh gagak itu. Seekor gagak dengan cepat membunuh gagak lainnya dengan ranting tajam yang diselipkan di paruhnya. Tapi nyawa gagak itu segera berakhir, ketika dua ekor gagak lain mengeroyoknya. Lalu kedua gagak itu saling bunuh hingga akhirnya keduanya tewas akibat pertarungan sengit mereka. Sebuah perkelahian maut juga terjadi diantara 3 ekor gagak. Mereka terbang berputar sambil saling patuk, cakar, dan saling tusuk. Ketiganya membumbung tinggi ke angkasa hingga akhirnya salah satu dari mereka mati kehabisan tenaga. Sementara kedua gagak lainnya masih berkelahi hingga akhirnya salah satu gagak berhasil mematahkan leher lawannya. Namun sang gagak yang baru saja memenangkan perkelahian itupun akhirnya terjatuh ke tanah, karena terluka parah dan kehabisan darah.
Ketika keenam gagak lainnya sibuk saling bunuh, hanya satu ekor gagak yang dengan tenang terbang tinggi dan menjauhi arena perang saudara itu. Gagak itulah sang gagak bermata satu yang memiliki suara yang tenang, namun menyesatkan. Ketika melihat semua gagak yang bersamanya sudah terbaring tidak bernyawa, turunlah sang gagak bermata satu itu dari angkasa.
Dengan tenangnya gagak itu hinggap diantara bangkai kelinci, rubah dan kawan-kawannya sendiri. Sambil memandangi kebodohan makhluk-makhluk yang mati disekitarnya itu, sang gagak berkaok penuh kemenangan.
Dialah sang pemenang pada akhirnya. Pemenang yang tertawa paling akhir dan mendapatkan semua makanan yang dia inginkan. Tanpa perlu repot, dia bisa mendapatkan makanan sebanyak yang dia inginkan.
Yang dia butuhkan hanyalah kata-kata. Kata-kata yang dengan mudah merasuk ke dalam kebencian, ketamakan dan iri hati para gagak dan para rubah. Untaian kata yang mempermainkan pikiran dan membutakan hati. Itulah senjata maut yang digunakan sang pemenang, sang gagak bermata satu.
Ya. Dialah seekor pemenang yang licik.
****
~FIN~
All you need to start a war were greed, hatred, jealousy and a few devilish words......
~red_rackham 2011~
Baca juga versi aslinya Pemenang Yang Licik
Tujuh ekor rubah itu tampak sedang berdebat siapa yang akan memakan kelinci itu terlebih dahulu. Mereka juga berdebat berapa banyak bagian daging yang akan mereka dapatkan. Biarpun ukuran kelinci itu sangat besar dan bisa dibagi-bagi, tapi rubah-rubah itu tahu mereka tidak akan kenyang kalau hanya memakan potongan daging kelinci itu.
Rubah yang paling tua merasa dirinya paling berhak atas potongan terbesar kelinci itu. Tapi rubah paling muda menyatakan bahwa dirinya yang masih dalam masa pertumbuhan, butuh banyak makanan bergizi. Sementara rubah paling besar dan kuat beranggapan dialah yang pantas mendapatkan seluruh kelinci itu. Tapi anggapannya langsung dibantah keenam rubah lainnya. Mereka tidak sudi jatah makanan mereka dihabiskan semuanya oleh si rubah besar.
Perdebatan itu tampaknya tidak akan pernah selesai. Tidak satupun dari ketujuh rubah itu yang mau mengalah atau mendengarkan pendapat yang lainnya. Semuanya hanya ingin mendapatkan bagian terbesar dari kelinci yang tergeletak di hadapan mereka itu. Tidak terbersit niat untuk berbagi dalam hati masing-masing rubah itu.
Ketujuh gagak yang sedari tadi bertengger di dahan pohon, tampak girang melihat ketujuh rubah yang sedang berdebat itu. Mereka terus berkaok-kaok riang dan sesekali berkomentar setiap kali para rubah memulai perdebatan.
Salah satu gagak berkaok nyaring, menyerukan agar para rubah membagi rata daging kelincinya. Sementara gagak lain berpendapat agar rubah paling tua boleh makan lebih dahulu, tapi makan paling sedikit. Seekor gagak lain menimpali dengan kaok riang, bahwa lebih baik para rubah itu memutuskan siapa yang mendapatkan kelinci itu dengan undian. Tiga ekor gagak yang lain langsung berkaok dengan suara sumbang, bagaikan koor yang buruk. Dengan nada mengejek, mereka berseru pada para rubah agar memberikan kelinci itu pada mereka saja.
Suara seruan para gagak membuat para rubah mendongak ke atas. Sebelumnya mereka mengabaikan ocehan ketujuh gagak itu, tapi sekarang mereka tampak marah mendengar pendapat-pendapat yang disampaikan para gagak. Dengan serempak mereka menyerukan bahwa mereka tidak akan membagi daging kelinci itu pada siapapun juga. Rasa tamak dalam hati masing-masing rubah semakin membesar hingga mereka semua mulai saling pandang dengan tatapan buas.
Tiba-tiba saja gagak terakhir, yang hanya memiliki satu mata, berkaok dengan suara sedingin es dan sedalam lautan. Gagak itu menyuruh para rubah supaya membunuh siapapun yang menghalangi mereka untuk memakan kelinci yang sedang diperebutkan. Dia lalu mematahkan tujuh buah ranting pohon yang kuat dan tajam. Sambil berkaok lagi dengan suara nyaring bagai siulan angin, gagak itu menjatuhkan ranting yang dia bawa ke arah tujuh ekor rubah yang ada di bawah.
Para rubah memandangi ranting-ranting tajam yang berserakan di sekitar mereka. Kini rasa tamak dalam hati mereka berkembang menjadi nafsu membunuh yang kuat. Satu persatu, mereka mengambil ranting tajam yang dijatuhkan si gagak bermata satu. Mereka saling pandang dengan tatapan ganas, sementara para gagak berkaok riang dan menyemangati para rubah yang ada dibawah sana.
Tanpa peringatan, rubah yang paling besar menerjang dan menusuk rubah yang paling kecil. Pada saat yang sama, dua ekor rubah langsung menyerang si rubah paling besar dan membunuhnya dengan satu tusukan. Si rubah tua yang lebih berpengalaman segera membunuh dua rubah yang baru membunuh rubah yang paling besar. Namun dengan segera dia terpojok dan mati dibunuh seekor rubah lainnya. Sayangnya dia juga akhirnya tewas dibunuh rubah lainnya, namun sebelum mati, rubah itu sempat melukai lawannya dengan sangat parah. Akhirnya rubah terakhir pun roboh ke tanah dan tewas mengenaskan.
Ketujuh ekor rubah yang tadi ribut memperebutkan bangkai seekor kelinci, kini juga sudah berubah menjadi bangkai. Para gagak berkaok kegirangan. Mereka langsung melesat turun dan hinggap di bangkai-bangkai rubah yang tergeletak di tanah.
Tadinya mereka merasa girang karena mendapatkan makanan berlimpah, tapi masing-masing gagak menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan bagian yang sama. Satu ekor gagak tampak bertengger dengan riang diatas bangkai rubah paling besar, sementara seekor gagak lainnya bertengger di atas bangkai rubah paling muda yang berukuran paling kecil. Rasa iri tumbuh dalam hati para gagak itu. Mereka ingin mendapatkan bagian paling banyak, terlebih lagi karena kini ada satu bagian ekstra yang belum dibagi, yaitu bangkai kelinci yang tadi diperebutkan pada rubah.
Ketujuh gagak itu mulai ribut. Tidak satupun dari mereka mau mendapatkan bagian yang lebih sedikit dari yang lainnya. Masing-masing ingin bagian yang paling besar untuk dirinya sendiri, meskipun sebenarnya bagian yang mereka dapat sudah lebih dari cukup untuk mengenyangkan perut mereka.
Sekali lagi, si gagak bermata satu kembali berkaok lagi, kali ini dengan suara selembut angin namun setinggi langit. Sekali lagi sang gagak berseru pada keenam gagak lainnya agar mereka juga menghabisi siapapun yang menghalangi niat mereka untuk mendapatkan bagian daging yang terbanyak.
Para gagak tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Perkelahian maut segera terjadi diantara ketujuh gagak itu. Seekor gagak dengan cepat membunuh gagak lainnya dengan ranting tajam yang diselipkan di paruhnya. Tapi nyawa gagak itu segera berakhir, ketika dua ekor gagak lain mengeroyoknya. Lalu kedua gagak itu saling bunuh hingga akhirnya keduanya tewas akibat pertarungan sengit mereka. Sebuah perkelahian maut juga terjadi diantara 3 ekor gagak. Mereka terbang berputar sambil saling patuk, cakar, dan saling tusuk. Ketiganya membumbung tinggi ke angkasa hingga akhirnya salah satu dari mereka mati kehabisan tenaga. Sementara kedua gagak lainnya masih berkelahi hingga akhirnya salah satu gagak berhasil mematahkan leher lawannya. Namun sang gagak yang baru saja memenangkan perkelahian itupun akhirnya terjatuh ke tanah, karena terluka parah dan kehabisan darah.
Ketika keenam gagak lainnya sibuk saling bunuh, hanya satu ekor gagak yang dengan tenang terbang tinggi dan menjauhi arena perang saudara itu. Gagak itulah sang gagak bermata satu yang memiliki suara yang tenang, namun menyesatkan. Ketika melihat semua gagak yang bersamanya sudah terbaring tidak bernyawa, turunlah sang gagak bermata satu itu dari angkasa.
Dengan tenangnya gagak itu hinggap diantara bangkai kelinci, rubah dan kawan-kawannya sendiri. Sambil memandangi kebodohan makhluk-makhluk yang mati disekitarnya itu, sang gagak berkaok penuh kemenangan.
Dialah sang pemenang pada akhirnya. Pemenang yang tertawa paling akhir dan mendapatkan semua makanan yang dia inginkan. Tanpa perlu repot, dia bisa mendapatkan makanan sebanyak yang dia inginkan.
Yang dia butuhkan hanyalah kata-kata. Kata-kata yang dengan mudah merasuk ke dalam kebencian, ketamakan dan iri hati para gagak dan para rubah. Untaian kata yang mempermainkan pikiran dan membutakan hati. Itulah senjata maut yang digunakan sang pemenang, sang gagak bermata satu.
Ya. Dialah seekor pemenang yang licik.
****
~FIN~
All you need to start a war were greed, hatred, jealousy and a few devilish words......
~red_rackham 2011~
Baca juga versi aslinya Pemenang Yang Licik
Comments