Everyday Adventure XXII: Sang Insinyur
“Kamu yakin dia lagi
di sini hari ini?”
Maria bertanya pada
Ryouta selagi dia berjalan menuruni tangga curam yang entah mengarah ke mana.
Gynoid berambut hitam itu lalu menoleh ke belakang, ke arah gynoid lain yang
berjalan mengikutinya dengan ekspresi bingung bercampur takut. Gynoid itu tidak
lain adalah Orabelle, yang sejak tadi hanya berjalan dalam diam sambil sesekali
mengamati kondisi sekitarnya dengan sensor-sensor sensitifnya. Kedua matanya
yang berwarna keemasan tampak mengamati tiap sudut lorong tangga curam yang
dilewatinya.
“Aku ... yakin!” sahut Ryouta sambil
membungkuk dan merangkak melewati lorong yang semakin sempit. “Buggy dan
teman-temannya bilang kalau sudah sekitar sebulan ini dia mengurung diri di
sini. ... dan aku benar-benar ingin ngobrol panjang lebar dengan siapa pun
Builder yang membangun tempat ini! Tempat ini benar-benar menyebalkan!”
Ryouta menggerutu
sambil mendobrak paksa sebuah pintu kayu tanpa kunci atau pun gagang pintu,
yang terlihat seperti seenaknya ditempatkan di tengah lorong sempit yang sedang
dilewatinya saat ini. Suara derak kayu yang remuk pun bergema nyaring di
sepanjang lorong misterius yang berada di suatu tempat antah-berantah di salah
satu sudut kota Bravaga ini.
“Ngapain sih dia
mengurung diri begitu? Padahal kan tugasnya banyak?”
Maria ikut-ikutan
menggerutu sambil melangkah melewati serpihan-serpihan pintu kayu yang baru
saja didobrak Ryouta.
“Tanya saja langsung
padanya kalau nanti kita ketemu,” balas Ryouta. Dia lalu berhenti sejenak di sebuah
persimpangan dan tiba-tiba berkacak pinggang sambil menggeram kesal. “Dan tentu
saja ... simpang tiga ini tidak ada di peta yang diberikan Buggy padaku. Ini
menjengkelkan!”
“Jadi ... kita nyasar
nih?” tanya Maria dengan nada geli sambil mengamati Ryouta yang menggerutu
sendiri. Sementara itu, Orabelle yang kini sudah menyusulnya, terlihat
memandangi satu persatu lorong gelap yang ada di hadapannya itu. Satu lorong
terlihat mengarah ke bawah, satu lagi berujung pada tangga sempit yang mengarah
ke atas, sedangkan lorong terakhir merupakan lorong yang berkelok-kelok
sehingga ujungnya tidak terlihat.
“Kalian yakin Sang
Insiyur ada di labirin aneh semacam ini?” tanya Orabelle.
“Buggy sih bilang
gitu,” balas Maria. “Dan kamu benar, Ryouta. Aku juga jadi kepingin ngomel ke
siapa pun yang bikin tempat ini. Petanya ngaco!”
Orabelle yang
penasaran pun akhirnya ikut memeriksa peta yang diberikan Buggy di dalam
cyberbrain-nya. Tampilan peta transparan langsung muncul di pandangan gynoid
itu, dan benar seperti kata Ryouta barusan, persimpangan ganjil ini memang
tidak ada di dalam peta elektronik itu, dan bentuk ruang tempatnya berada saat
ini jauh berbeda dengan yang ada di dalam peta.
“Oh!” celetuk
Orabelle.
“Yep ... oh!” balas
Maria sambil berjalan ke arah salah satu lorong yang memiliki tangga di
ujungnya. Dia lalu melongok ke arah atas tangga. Dengan kecewa dia menemukan
kalau tangga itu juga melingkar naik, sehingga ujung dari lorong gelap itu juga
tidak terlihat. Setelah puas memeriksa, gynoid itu lalu berbalik ke arah Ryouta
dan Orabelle. “Kayaknya kita harus pergi ke arah sini nih.”
“Dari mana kau tahu?”
tanya Ryouta, masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.
Maria langsung
nyengir sambil mengangkat bahunya.
“Intuisi?” ujar gadis
robot itu dengan entengnya.
“Yang benar saja,”
balas Ryouta sambil berjalan ke lorong lain yang mengarah ke suatu tempat di
bawah kota Bravaga. Sayangnya, sama seperti semua lorong lain yang sudah
dilaluinya sejauh ini, lorong gelap di hadapannya itu juga berkelok di
ujungnya. “Sial. Yang ini juga tidak kelihatan ujungnya.”
“Lalu ... kita harus
bagaimana sekarang?” tanya Orabelle sambil memandangi kedua temannya itu secara
bergantian. “Apa kita perlu berpencar?”
Mendengar usulan
Orabelle, Maria pun langsung menjentikkan jarinya.
“NAH! Itu ide bagus!”
ujarnya sambil kembali nyengir lebar. “Dengan begitu kan, siapa pun yang
berhasil menemukan Sang Insiyur, bisa langsung memberi tahu yang lain dan
membagikan peta rutenya lewat koneksi nirkabel. Bagaimana menurutmu, Ryouta?”
Ryouta tampak
berpikir sejenak. Kalau dia hanya pergi berdua dengan Maria, atau bertiga
dengan Buggy, usulan Maria barusan memang yang paling masuk akal. Tapi
masalahnya sekarang ada Orabelle yang notabene belum terbiasa dengan kondisi
kota Bravaga. Pada dasarnya memang tidak ada bahaya besar yang mengancam gynoid
Generasi Baru itu di kota Bravaga ini. Tapi kalau mengingat Orabelle masih
sering bingung dan mudah ketakutan, rasanya berat untuk membiarkan gadis robot
itu berkeliaran sendirian.
Terlebih di tempat
misterius yang lebih mirip seperti sebuah labirin ini.
Sepertinya Orabelle
menangkap kekhawatiran Ryouta. Dia tidak mau selalu membuat kedua temannya itu
repot karena mengkhawatirkan dirinya. Oleh karena itu, dia pun langsung
memberanikan diri untuk mengambil keputusan.
“Kalian tidak usah
mengkhawatirkanku. Aku bisa menjaga diriku sendiri!” tegas Orabelle sambil
menatap lurus ke arah Ryouta. “Kalau kita berpencar, kita punya kesempatan
lebih tinggi untuk menemukan Sang Insiyur itu.”
Mendengar ucapan
Orabelle itu, Ryouta dan Maria saling pandang sejenak, kemudian Maria tersenyum
lebar sambil mengacungkan jempolnya.
“Nah! Gitu dong!”
seru gynoid itu sambil mengikat rambut hitam panjangnya. “Tunggu apa lagi? Ayo
kita berpencar sekarang!”
Tanpa menunggu
jawaban dari Orabelle atau Ryouta, Maria tahu-tahu sudah berlari menaiki tangga.
Dalam waktu singkat, sosok gynoid itu pun hilang dari pandangan kedua temannya yang
lain. Sementara itu, Ryouta masih berdiri di depan lorong yang dipilihnya
sambil menghela nafas panjang karena melihat Maria yang bertindak seenaknya seperti
itu. Mantan Guardia itu pun menoleh ke arah Orabelle, yang balas menatapnya
dengan kedua mata emasnya yang kini berkilat dengan rasa percaya diri. Melihat
itu, Ryouta pun mau tidak mau tersenyum dalam hati. Dia juga terkesan dengan
keberanian yang ditunjukkan oleh Orabelle kali ini.
“Kalau begitu, sesuai
saranmu, kita berpisah di sini,” ujar Ryouta. Dia lalu menempelkan jempolnya ke
depan dadanya. “Tapi kalau ada masalah, jangan segan untuk langsung
menghubungiku. Aku pasti akan datang membantu.”
Orabelle tersenyum
dan menganggukkan kepalanya setelah mendengar ucapan Ryouta. Tapi tanpa bicara
sepatah kata pun, gynoid itu pun melangkah maju ke arah lorong gelap yang
berkelok-kelok di hadapannya. Tidak lama kemudian sosoknya pun hilang ditelan
kegelapan, dan meninggalkan Ryouta yang masih berdiri sambil mengamati dua
jalur yang baru saja dilewati Maria dan Orabelle.
Semoga mereka
berdua baik-baik saja ...
gumam Ryouta dalam hati.
Maria berjalan menaiki
tangga curam melingkar yang entah mengarah ke mana. Lorong tempatnya berada
sekarang itu benar-benar gelap total. Kalau bukan karena sistem penglihatan
malam hari yang ada di kedua mata Maria, robot gadis itu pasti tidak akan bisa
melihat apa pun di sekitarnya.
Lorong dengan tangga
curam yang dilewati Maria awalnya memang sempit, namun lama-kelamaan, dinding
yang tadinya serasa mengapit gynoid itu mulai melebar. Sementara itu, tangga
yang tadinya curam, kini mulai melandai. Anak-anak tangganya pun juga semakin
besar, sehingga untuk naik ke anak tangga berikutnya, Maria harus mengambil
beberapa langkah ke depan.
“Wah, ini semakin
aneh saja! Siapa yang membangun tempat ini dan ada apa di ujung sana?”
Maria bertanya pada
dirinya sendiri, selagi dia melangkah naik sembari menempelkan sebelah
tangannya ke dinding. Di saat yang sama, sensor-sensor di tubuh gynoid itu pun
bekerja untuk memetakan dan mendeteksi potensi bahaya yang bisa mengancamnya.
Tapi sejauh ini, dia tidak menemukan apa pun yang berbahaya, atau lebih
tepatnya, tidak menemukan apa pun yang menarik perhatiannya selain serangga dan
beberapa hewan pengerat mutan yang biasa berkeliaran di sudut-sudut gelap kota
Bravaga seperti ini.
Namun beberapa menit kemudian,
salah satu sensor Maria tiba-tiba saja mendeteksi sinyal elektromagnetik yang
menandakan keberadaan sebuah mesin, entah robot, atau Automa. Selain itu, posisinya
juga tidak jauh dari tempatnya berada saat ini. Tentu saja itu membuat Maria
langsung semakin bersemangat. Dia pun langsung mempercepat langkahnya, bahkan
bisa dibilang kalau dia sekarang berlari-lari kecil menaiki tangga gelap gulita
yang rasanya tidak ada ujungnya itu.
Tidak lama kemudian,
Maria pun sampai di ujung lorong yang berakhir di sebuah ruangan luas yang
dihiasi oleh lampu-lampu kuno dalam berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu,
ruangan misterius itu juga dipenuhi oleh tumpukan buku, kertas, dan berbagai
media penyimpanan elektronik yang sudah amat sangat kuno, hingga gynoid itu
hanya pernah melihatnya di dalam buku atau arsip rekaman saja. Di tengah-tengah
ruangan luas yang berbentuk kubah itu, berdiri sesosok robot bertubuh langsing
dan jangkung, dengan empat tangan yang tampak sibuk menggambar sesuatu di atas
meja gambar kuno di hadapannya. Selain wujudnya yang unik, satu hal yang menarik
perhatian Maria adalah fakta bahwa punggung robot misterius itu tengah terbuka
dan tersambung dengan belasan kabel dengan berbagai bentuk dan warna. Semua
kabel-kabel yang saling silang dan saling taut itu tampak tersambung ke
mesin-mesin misterius yang berdesir, berderak, dan berkedip-kedip dengan irama
tidak menentu.
“Halo? Apa Anda Sang
Insi ...”
“STOP! JANGAN
BERGERAK DULU!”
Robot misterius itu
tiba-tiba saja berteriak memotong perkataan Maria. Serentak gynoid itu pun tersentak
kaget dan langsung menghentikan langkahnya. Sementara itu, sang robot misterius
kini sudah kembali sibuk dengan apa pun yang sedang dia lakukan dan mengabaikan
keberadaan Maria, yang kini berdiri mematung di tempat.
Cukup lama Maria terdiam
di tempat sambil mengamati sosok robot misterius di hadapannya itu mengerjakan ...
entah apa pun yang sedang dia kerjakan sejak tadi ... setidaknya sampai ada
yang tiba-tiba menepuk pundak Maria dari belakang.
“AAAAAH!”
Spontan, Maria pun
langsung menjerit kaget.
“AAAAAAH?!”
Balas sosok yang
menepuk pundaknya dari belakang itu, yang tidak lain adalah Orabelle. Gadis robot
itu kini jatuh terduduk karena tidak menyangka kalau Maria akan menjerit kaget
karena dia tepuk dari belakang.
“HEI! JANGAN
BERISIK!” Protes robot misterius di tengah ruangan sambil berbalik dan melotot
ke arah dua gynoid itu dengan enam pasang matanya. “Sudah cukup repot
cybrebrain-ku memproses semua perhitungan ini, tidak perlu ditambah lagi
informasi lain yang tidak penting! Jadi ... DIAM DULU!”
Maria dan Orabelle
tersentak kaget mendengar seruan itu dan langsung menutup mulut masing-masing.
Keduanya lalu bertukar pandangan cukup lama sampai salah satu di antara mereka
akhirnya mulai bicara.
<Sedang apa kamu
di sini?> seru Maria melalui saluran nirkabelnya.
<Ma ... Maria
sendiri?> balas Orabelle, juga melalui saluran nirkabelnya, agar tidak
terdengar oleh robot pemarah yang sedang sibuk bekerja di tengah ruangan.
<Sepertinya
walaupun terpisah, semua jalur yang kita lewati pada akhirnya mengarah ke
ruangan ini.>
Tiba-tiba suara robot
lain menyela percakapan nirkabel antara Maria dan Orabelle. Keduanya langsung
berbalik dan berhadapan dengan Ryouta yang dengan santainya melangkah memasuki
ruangan.
“Hei! Aku tahu kau
tidak suka diganggu kalau sedang bekerja, tapi kita punya masalah serius! Jadi
... berhentilah mengabaikan semua panggilan dari Central Tower, Insiyur!”
Ryouta berseru pada robot misterius yang ternyata memang adalah sang Insiyur
yang sedang dicari-cari banyak orang di Bravaga hari ini. Namun robot yang
disebut dengan nama Insiyur itu tidak menggubris perkataannya.
Ryouta pun menghela
nafas panjang dan kembali berseru pada sang Insinyur.
“Mother Veil
bermasalah dan kami perlu tahu apa dan di mana masalahnya!”
Robot jangkung yang
sejak tadi bekerja tanpa henti itu langsung mematung di tempat. Dia pun
langsung menoleh ke arah sang Guardia tua. Keenam matanya langsung terfokus ke
sosok Ryouta yang kini berjalan mendekatinya. Lampu-lampu indikator di
mesin-mesin yang terhubung dengan tubuh sang Insinyur mendadak berhenti berkedip,
seolah mereka semua kaget dengan perkataan Ryouta barusan.
“Hah?! Perisainya
runtuh?” tanya Insiyur dengan nada ngeri. “Kapan?!”
“Tidak runtuh,” balas
Ryouta. “Hanya ada semacam area yang tidak tertutupi oleh Mother Veil, dan kami
baru menyadarinya kemarin. Tapi itu berarti paling tidak sudah dua hari Bravaga
tidak sepenuhnya tersamarkan. Dan itu artinya ...”
“... kita bakal punya
masalah dengan serangan Robot Liar,” sambung sang Insiyur. Dia lalu menggeliat
sejenak dan, dengan diiringi suara desis dan denting logam beradu, kabel-kabel
yang terhubung di punggung robot itu mendadak terlepas dan menggantung di
sekitarnya. “Aku perlu ke Central Tower sekarang juga!”
Ryouta mendengus
kesal.
“Harusnya kau sudah
ada di sana sejak kemarin! Tapi kami tidak bisa menghubungimu sama sekali,”
gerutu mantan Guardia itu. “Kalau bukan berkat bantuan robot-robot yang
bertugas memperbaiki jaringan komunikasi dan energi di Bravaga, kami tidak akan
mungkin menemukan tempat ini!”
Sang Insinyur mengabaikan
protes Ryouta. Dia lalu berjalan mendekati mantan Guardia itu sembari menggaruk
kepalanya, meski robot sepertinya tidak mungkin merasa gatal. Ketika sang Insinyur
berhadapan dengan Maria dan Orabelle, dia pun berhenti berjalan dan memandangi kedua
gynoid itu secara bergantian. Dia lalu menunjuk ke arah Orabelle dengan satu
dari keempat tangannya yang ramping, sembari menatap tajam ke arah gynoid
bertubuh mungil itu dengan keenam matanya yang berkilat menakutkan.
“Aku kenal Maria yang
suka bikin masalah,” ujar sang Insinyur sambil menunjuk ke arah Maria, tanpa
mengalihkan pandangannya dari Orabelle. “Tapi gynoid yang di sebelah ini ...
siapa?”
“Orabelle!” sahut gynoid
berambut biru itu. “Namaku Orabelle, dan aku robot Generasi Baru seperti Maria.
Senang bertemu denganmu! Dan ... eh ... maaf kami tadi mengganggu pekerjaanmu
...”
Sang Insinyur sejenak
terlihat kebingungan dan seperti sedang berpikir keras. Robot jangkung
bertangan empat itu pun lalu menepukkan keempat tangannya, seolah dia baru saja
mengingat sesuatu yang penting.
“Ah! Ya, ya, ya! Aku
ingat sekarang! Kamu robot tukang kabur yang sempat bikin geger Bravaga
beberapa waktu lalu ya?” ujarnya sambil mengangguk-angguk. “Seperti Maria ya?
Mirip sekali dengan manusia. Itu bagus ... dan tidak bagus ...”
Maria tentu saja langsung
tertarik dengan kalimat terakhir dari sang Insinyur, namun sebelum dia sempat
mengucapkan sepatah kata pun, Orabelle sudah keburu mengajukan pertanyaannya.
“Maaf kalau aku tidak
sopan ... tapi Mother Veil itu apa?” tanya Orabelle penasaran, dan entah
kenapa, pertanyaan itu langsung membuat sang Insinyur langsung melotot ke
arahnya. Tentu saja Orabelle langsung salah tingkah karena mengira dia baru
saja menanyakan sesuatu yang tabu, seperti waktu dia bertanya soal Catastrophy
ke beberapa robot di Bravaga.
“Ke ... kenapa? Apa
pertanyaanku ... salah?” tanya Orabelle sambil melangkah mundur dan bersembunyi
di belakang Maria. Tapi Maria malah balik mendorong tubuh Orabelle agar tetap
berada di depannya.
“Tidak. Tidak salah,”
balas sang Insiyur. “Hanya saja aku heran kenapa kamu tidak tahu soal lapisan pelindung
kota ini.”
Orabelle menundukkan
kepalanya karena takut bercampur malu. Dari nada bicara sang Insinyur, apa pun
itu yang dinamakan Mother Veil, seharusnya diketahui oleh semua robot yang
tinggal di Bravaga.
“Aku ... tidak
terlalu tertarik soal itu ...” ujarnya dengan suara pelan. “Selain itu, ada hal
lain yang sejak beberapa waktu ini membuat pikiranku selalu ... sibuk.”
Insiyur
mengangguk-angguk lagi.
“Oh, aku paham sekali
soal itu. Aku juga tidak mau memikirkan apa pun kalau sedang sibuk dengan
sesuatu,” ujarnya. “Nah, soal Mother Veil ... akan kujelaskan sambil kita pergi
ke Central Tower. Kita tidak punya waktu banyak sekarang.”
“Kenapa?” tanya
Orabelle lagi.
Sang Insinyur
menghela nafas panjang, kemudian menjentikkan jarinya di dahi gynoid berambut
biru yang berdiri di hadapannya itu. Meskipun jentikan jari sang Insinyur itu
tidak menimbulkan kerusakan apa pun, tapi Orabelle langsung berseru kaget dan
spontan menutup dahinya dengan kedua tangan.
“Apa kamu tidak
dengar perkataanku tadi?” ujar sang Insinyur dengan nada jengkel sembari
berjalan menjauhi Orabelle, yang masih memegangi dahinya karena takut disentil
lagi. “Tanpa Mother Veil, para Robot Liar yang berkeliaran di sekitar Bravaga
akan menyadari keberadaan kota ini dan akan menyerbu masuk ke sini. Dan karena
sudah dua hari berlalu sejak pelindung kota itu bermasalah ... maka ...”
“... kota Bravaga
dalam bahaya!” sambung Orabelle, dan juga Maria, nyaris pada saat yang
bersamaan.
Mendengar itu, sang
Insinyur pun menjentikkan jari-jarinya lagi.
“Nah! Kalau kalian
sudah tahu seberapa gawatnya ini, sekarang kita tidak boleh buang waktu lagi!”
ujar robot itu sambil menarik mantel tebal berdebu dari sudut ruangan, kemudian
mengenakkannya. “Aku harus ke Central Tower, sekarang! Baru setelah itu, kita
lihat apakah masalah ini bakal selesai tanpa ... yah ... kekacauan yang berarti
...”
Maria dan Orabelle
saling pandang sejenak, kemudian keduanya mengangguk seolah bisa membaca
pikiran yang lainnya. Tanpa mengucapkan apa pun lagi, kedua gynoid generasi
baru itu pun segera menyusul langkah sang Insinyur yang sudah berjalan di
depan, diikuti oleh Ryouta yang masih belum berhenti protes.
Selagi berjalan
menyusuri lorong yang gelap dan berkelok-kelok, Maria pun kembali tenggelam
dalam pikirannya. Kalau masalah dengan
Mother Veil ini begitu gawat, dia hanya bisa berharap kalau ini semua berakhir
tanpa menyisakan masalah lain yang ... lebih gawat lagi ...
*****
Seperti yang
dikatakan dan dikhawatirkan oleh Ryouta dan sang Insinyur, masalah yang
dihadapi oleh kota Bravaga kali ini memang benar-benar serius. Masalahnya,
Mother Veil adalah semacam dinding pelindung tak kasat mata yang selama ini membuat
keberadaan kota Bravaga sulit terdeteksi oleh Robot Liar. Sistem pelindung itu juga
membuat sebagian besar mutan dan Backpackers menyingkir karena merasa tidak
nyaman berkat frekuensi khusus yang dihasilkan oleh Mother Veil. Itu sebabnya,
meskipun berada di tengah reruntuhan kota kuno manusia dan telah dikelilingi
oleh hutan lebat yang menyimpan banyak bahaya, kota Bravaga sudah lama sekali
tidak pernah mengalami serbuan dari Robot Liar atau mutan buas.
Setidaknya sampai saat
ini ...
Dengan rusaknya
sebagian dari sistem Mother Veil, maka Robot Liar, mutan, dan Backpacker yang
tinggal atau berkeliaran di sekitar kota Bravaga kini bisa melihat atau
mendeteksi keberadaan kota itu dengan jelas. Akibatnya, mereka semua tentunya akan
tertarik untuk datang dan menyerbu kota Bravaga ... dan itu adalah masalah
besar bagi penghuni kota para robot itu.
Dan tugas utama sang
Insinyur adalah memastikan Mother Veil tetap bekerja dengan baik. Itu sebabnya
dia dicari-cari oleh semua robot ketika pelindung kota Bravaga itu bermasalah. Karena
hanya sang Insinyur yang tahu betul seluk-beluk sistem pelindung kota para
robot itu dan tahu di mana dan apa yang salah dengan Mother Veil kali ini.
Begitu sampai di
Central Tower, sang Insinyur langsung disambut oleh kakek Tesla dan dengan
segera membawa robot nyentrik itu ke sebuah ruangan khusus yang belum pernah
dilihat Maria sebelumnya. Ruangan yang serba putih itu tampak dikelilingi oleh
banyak benda mirip kubah transparan yang tertanam di dinding, serta dilengkapi mesin
rumit yang memiliki banyak lampu indikator yang menyala dengan warna hijau. Di
tengah ruangan, terlihat semacam dipan penyangga yang sering digunakan di
Central Tower untuk menahan tubuh para robot yang sedang menjalani pemeriksaan
atau perbaikan. Bedanya, terdapat sebuah kabel logam yang menggantung di salah
satu sisi dipan itu.
“Tempat apa ini?”
tanya Maria penasaran. “Aku belum pernah masuk ke sini nih.”
“Ini tempat kerja
sang Insinyur yang sebenarnya,” sahut kakek Tesla sambil menahan Maria agar
tidak menyentuh kubah-kubah transparan yang tertanam di dinding ruangan. “Di
tempat ini, dia bisa mengakses semua sensor dan semua sistem kendali di seluruh
sudut kota Bravaga. Dan hanya dengan begitu, kita akan tahu jaringan Mother
Veil yang mana yang perlu diperbaiki, sekaligus bisa memberi tahu kita
bagaimana kondisi di sekitar kota ... terutama apakah sudah ada gelombang
serbuan Robot Liar atau mutan yang mengarah ke sini ...”
Maria memandangi
kakek Tesla sejenak, kemudian mengalihkan pandangannya ke arak sang Insinyur
yang kini sudah melemparkan mantel kumalnya ke lantai, kemudian berjalan dengan
mantap ke arah dipan penyangga di tengah ruangan. Pada saat yang bersamaan,
semua kubah transparan yang tertanam di dinding ruangan pun menderum pelan
seolah baru saja terbangun dari tidurnya. Lampu-lampu indikator yang berwarna
hijau di mesin yang ada di dalam kubah transparan itu pun kini berkelap-kelip
penuh semangat.
“Jadi dia bakal
tersambung dengan sistem di Central Tower dan Bravaga juga?”
Kali ini yang
bertanya adalah Orabelle. Sama seperti Maria, gynoid itu juga tidak
diperbolehkan untuk menyentuh apa pun dan juga tidak boleh berada terlalu dekat
dengan sang Insinyur yang kini sedang sibuk membuka konektor di punggungnya.
Dia lalu menancapkan satu satunya kabel yang ada di dipan dengan salah satu konektor
yang ada di tubuhnya.
“Kurang lebih begitu.
Lebih tepatnya, dia akan terhubung ke seluruh sensor, kamera, dan detektor yang
tersebar di seluruh penjuru kota ini. Dan itu termasuk Central Tower juga,”
jawab kakek Tesla. Dia lalu memandangi sang Insinyur yang sudah menyambungkan
cyberbrain-nya dengan kabel yang ada di dipan ruang kerjanya itu.
<Kamu boleh mulai kapan
saja. Mother sudah memberi akses penuh kepadamu. Selanjutnya kuserahkan semuanya
padamu.>
Kakek Tesla memberi
isyarat pada sang Insinyur melalui jaringan nirkabel terbuka, sehingga Maria
dan Orabelle yang berada di dekat robot kuno berwujud mirip kelabang raksasa
itu juga bisa mendengar ucapannya.
Tanpa mengatakan apa pun,
sang Insinyur menyenderkan tubuhnya ke dipan dan menengadah ke atas. Pada saat
yang bersamaan, suara dengung nyaring terdengar ketika seluruh mesin yang ada
di ruangan tempat kerjanya itu aktif secara bersamaan. Lampu-lampu indikator
yang tadinya berwarna hijau, kini berkelap-kelip dengan warna merah, biru, dan
kuning. Suhu ruangan pun langsung naik drastis ketika semua mesin canggih itu
bekerja keras di bawah kendali sang Insinyur.
Anehnya, pada saat
yang bersamaan, Maria merasa kesadarannya langsung tersedot oleh sesuatu dan
gynoid itu pun langsung jatuh berlutut di lantai dengan suara nyaring. Tentu
saja itu membuat Orabelle kaget dan langsung menopang tubuh Maria sebelum dia
sepenuhnya jatuh ke lantai.
“MARIA?!” seru
Orabelle panik. Dia pun langsung menoleh ke arah kakek Tesla, yang meskipun
tidak bisa menunjukkan ekspresi apa pun, jelas terlihat sama kagetnya dengan
Orabelle. “Kakek Tesla! Maria kenapa?! Kenapa dia tiba-tiba saja ...”
Orabelle tidak sempat
menyelesaikan ucapannya, karena dia segera menyadari kalau dirinya sudah tidak
lagi berada di ruang kerja sang Insinyur yang berada di dalam Central Tower.
Kini tubuhnya tengah melayang di tengah ruangan besar yang gelap dan dipenuhi
oleh kilatan-kilatan cahaya yang melesat dan berdansa dengan pola-pola rumit mirip
pola pada sirkuit elektronik. Kilatan-kilatan itu bergerak memutar dengan
kecepatan tinggi, sehingga seolah-olah Orabelle sedang berada di tengah pusaran
tornado kilatan cahaya. Sementara itu, di depan gadis robot itu telah berdiri
tegak sesosok makhluk raksasa yang tingginya nyaris sama tinggi dengan Central
Tower, namun memiliki bentuk wajah mirip dengan wajah sang Insinyur. Makhluk
misterius itu tampak mengacuhkan keberadaan Orabelle dan keenam matanya tampak
bergerak ke segala arah dengan kecepatan tinggi, seolah-olah sedang mencari
sesuatu di antara pusaran cahaya yang bergerak memutarinya itu.
Melihat sosok raksasa
itu, kedua mata Orabelle yang berwarna keemasan itu pun terbelalak lebar. Dia
pun semakin panik karena dia sama sekali tidak tahu bagaimana dia tiba-tiba
bisa berada di ruangan misterius ini. Orabelle juga takut kalau sosok-raksasa-entah-apa-yang
ada di hadapannya itu bisa sewaktu-waktu bergerak atau melakukan apa pun yang
dapat mencelakakan dirinya.
Ini di mana?! Apa yang terjadi?! Kenapa aku bisa ada di
sini?! Orabelle berseru
panik, namun dia tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Tempat apa ini?! Makhluk apa itu?!
Karena panik dan
ketakutan, Orabelle tanpa sadar melangkah mundur. Walaupun dia sebenarnya
sedang melayang saat ini, tubuh gynoid itu, entah bagaimana caranya, melayang
mundur. Sayangnya Orabelle tidak melihat apa yang ada di belakangnya. Tubuh gynoid
Generasi Baru termuda di kota Bravaga itu lalu tidak sengaja menabrak salah
satu kilatan cahaya yang berkelebat cepat di belakangnya.
Dan cyberbrain
Orabelle pun seketika itu juga meledak ...
Atau setidaknya itu
lah yang dirasakan oleh gadis robot itu saat ini. Cyberbrain-nya itu mendadak dibanjiri
oleh berbagai macam data yang luar biasa banyak dan dalam waktu yang sangat
singkat. Saking banyak dan saking cepatnya, Orabelle sama sekali tidak sempat
memproses semua data yang masuk ke dalam cyberbrain-nya itu.
Selain itu, Orabelle juga
merasa seperti berada di banyak tempat dalam waktu yang bersamaan. Seolah-olah
tubuhnya, atau setidaknya kesadarannya saat ini, baru saja terbagi menjadi ratusan,
atau ribuan bagian yang bertebaran ke seluruh penjuru kota Bravaga. Kini
Orabelle bisa melihat Maria dan tubuhnya sendiri yang sedang terkulai lemas,
sementara kakek Tesla terlihat panik. Dia juga bisa melihat sudut-sudut kota
Bravaga, mengetahui berapa banyak aliran energi yang mengalir di bawah kota,
mendeteksi keberadaan berbagai macam makhluk yang hidup di dalam kota, dan juga
bisa merasakan fluktuasi suhu di sudut-sudut kota. Seolah-olah saat ini
Orabelle sudah menjelma menjadi mata, telinga, hidung, dan kulit dari kota
Bravaga, atau dengan kata lain ... dia sudah menjelma menjadi personifikasi
dari kota itu sendiri.
Dia jadi tahu
segalanya!
Seluruh sudut kota Bravaga
kini serasa ada dalam genggamannya!
Masalahnya ... banjir
data dan sensasi terbagi menjadi ribuan bagian itu membuat sistem Orabelle
kelebihan beban, atau mengalami overload. Dia pun lalu menjerit
kesakitan dan berusaha melepaskan diri dari arus informasi yang tidak
terbendung itu. Tapi usahanya sia-sia, karena apa pun yang dia lakukan, arus
data dan pembagian kesadarannya itu sama sekali tidak bisa dihentikan.
<TOLONG! SIAPA
SAJA! TOLONG AKU!>
Gadis robot itu
menjerit pada siapa pun, atau apa pun, yang mungkin bisa mendengarnya di dalam
ruang antah-berantah ini. Sayangnya tidak ada yang menyahut jeritan minta
tolongnya itu. Orabelle pun akhirnya pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa
lagi. Gynoid itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain membiarkan dirinya
terus terbagi dan tidak bisa membendung data yang terus-menerus membanjiri
cyberbrain-nya tanpa henti.
Namun ... tiba-tiba saja
Orabelle merasa kalau tubuhnya baru saja ditarik oleh sesuatu. Dia pun
tersentak kaget, lalu kedua matanya terbelalak lebar ketika melihat sosok Maria
yang tahu-tahu sudah ada di sampingnya. Di saat yang sama, Orabelle juga
menyadari kalau aliran data yang tadi membombardir otak elektroniknya itu sudah
berhenti, dia pun juga sudah tidak lagi terbagi-bagi ke segala penjuru Bravaga.
Kesadarannya kini
kembali utuh lagi.
Orabelle mengerjapkan
matanya beberapa kali, kemudian memandangi kedua tangannya dengan bingung.
<Kamu enggak
apa-apa?> tanya Maria sambil tersenyum. <Ada yang rusak?>
Orabelle, yang masih
syok karena pengalamannya barusan, hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Cyberbrain-nya masih belum selesai mencerna pengalaman dan serbuan data yang baru
saja diterimanya.
<Syukurlah kalau begitu ...> ujar Maria sambil
menghembuskan nafas lega. Dia lalu menoleh ke arah sosok misterius raksasa yang
berada di tengah pusaran kilatan data.
Berbeda dengan saat Orabelle
pertama kali datang, kini keenam mata sosok raksasa itu tidak lagi bergerak
tanpa henti dan sudah terpaku ke arah Maria dan Orabelle, yang saat ini tengah berpelukan
sambil melayang di ruang antah-berantah itu. Selain itu, kilatan cahaya yang
tadi berpusar di sekeliling mereka pun sudah berhenti. Kini ruang
antah-berantah di sekeliling Maria dan Orabelle telah dipenuhi oleh piramida-piramida
berpendar yang tidak terhitung jumlahnya.
Orabelle lalu
menyadari kalau sosok raksasa yang ada di tengah ruang antah-berantah itu
sedang memusatkan keenam matanya ke arah dirinya. Seketika itu, dia pun langsung
mengerut ketakutan dan memeluk Maria dengan lebih erat lagi.
Maria yang menyadari
ketakutan Orabelle langsung mengusap kepala gynoid muda itu dengan lembut. Dia
lalu kembali memandangi sosok raksasa yang masih berdiri tegak di hadapannya.
<Aku sudah
menemukannya. Dia enggak apa-apa kok, kamu enggak usah khawatir,> ujar Maria
pada sosok raksasa itu. Meskipun sosok misterius bermata enam itu tidak
mengatakan apa pun, tapi Maria seolah-olah bisa mengerti apa yang diucapkan,
atau dipikirkan, atau dikirimkan oleh makhluk itu. <Iya. Tadi dia sempat
hilang sih, tapi sekarang udah ketemu kan? Udah gitu, kayaknya dia juga masih utuh
deh. Jadi harusnya sih enggak ada masalah lagi dengannya. Lalu ... masalah di
Mother Veil juga sudah ketahuan kan? Jadi gimana kalau kita semua keluar dari
sini sekarang?>
Sosok raksasa itu tetap
tidak mengatakan apa pun dan hanya memandangi Maria, lalu Orabelle dengan
tatapan tajam menusuk. Selama beberapa menit, tidak ada yang bicara, atau pun
mengatakan apa-apa, sampai sosok raksasa itu akhirnya mengalihkan pandangannya dari
kedua gynoid itu, lalu makhluk misterius itu pun mengedipkan keenam matanya.
Nyaris sama mendadaknya
dengan waktu dia tiba-tiba saja sudah berada di ruang antah-berantah tadi, sedetik
kemudian Orabelle menyadari kalau dia sudah berada di dalam salah satu ruang
reparasi yang ada di Central Tower. Di samping gadis robot berambut biru itu,
terbaring juga sosok Maria, yang kini sudah tersenyum lebar ke arahnya.
“Selamat datang
kembali, Orabelle,” ujarnya dengan riang.
*****
Kejadian misterius
yang dialami Orabelle di dalam ruang kerja sang Insinyur waktu itu masih saja memenuhi
otak elektroniknya dan membuatnya terus-menerus mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang kini berputar dalam cyberbrain-nya itu.
Dari penjelasan kakek
Tesla, waktu itu Maria, dan juga Orabelle, secara tidak sengaja tersambung ke
sistem kendali Central Tower, yang pada saat itu kebetulan sedang diakses penuh
oleh sang Insinyur. Akibatnya, kesadaran keduanya pun ikut terseret masuk ke
dalam ruang maya tempat kerja sang Insinyur.
Tapi bagaimana itu
bisa terjadi, kakek Tesla, bahkan Mother sendiri, tidak tahu pasti.
Yang jelas, kejadian itu baru pertama kali terjadi, dan
sempat membuat kakek Tesla panik.
Begitu melihat tubuh
dua gynoid di hadapannya rubuh ke lantai, robot berwujud mirip kelabang raksasa
itu segera membawa Maria dan Orabelle ke ruang reparasi darurat dan meminta
Mother untuk memeriksa keduanya. Untungnya tidak lama kemudian keduanya segera
sadar dan sepertinya tidak ada efek samping permanen pada Orabelle atau Maria
... setidaknya tidak ada hal aneh yang terdeteksi setelah kedua gynoid itu
menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh Mother.
Tentu saja itu
membuat Orabelle lega, tapi dia tidak bisa menghentikan pertanyaan-pertanyaan
yang kini semakin banyak bertumpuk dalam Cyberbrain-nya itu. Satu yang
membuatnya penasaran adalah ... mengapa Maria bisa begitu tenang dan seperti
sudah memahami apa yang terjadi, serta bisa menyelamatkan Orabelle yang waktu
itu sempat terseret ke dalam pusaran data di ruang maya tempat kerja sang
Insinyur itu.
“Hei~! Masih mikirin
yang waktu itu ya?”
Maria menepuk
punggung Orabelle, dan membuat gadis robot itu tersentak kaget.
“I ... iya ...” ujar
Orabelle malu-malu sembari menyibakkan rambut dengan sebelah tangannya.
“Memangnya kamu tidak penasaran dengan apa yang terjadi dengan kita waktu itu?
Kenapa kita bisa sampai ada di ruangan antah-berantah itu? Lalu semua hal yang
kulihat dan kurasakan itu ... apa? Terus ... kenapa kamu bisa seperti
mengendalikan situasi dan bahkan ... menarikku keluar dari ... entah arus atau
pusaran data apa itu ...”
Maria tersenyum
lebar, kemudian tertawa lepas ketika melihat ekspresi wajah Orabelle. Tentu
saja itu membuat Orabelle kebingungan dan salah tingkah.
“Eh? Kenapa malah
tertawa?!” protes Orabelle.
“Maaf ... soalnya aku
jadi inget dengan seseorang,” balas Maria, masih sambil menahan tawanya. Dia
tidak mau bilang terus terang kalau sikap Orabelle itu sebenarnya mengingatkannya
akan dirinya sendiri. Dia pun tahu bagaimana rasanya jadi Ryouta, yang hampir
setiap hari diganggu oleh berbagai pertanyaan dan tingkah anehnya.
“Yah, sebenarnya sih
aku juga penasaran dengan pengalaman kita waktu itu,” ujar Maria setelah puas
tertawa. Dia lalu memandangi kedua tangannya sendiri. “Aku enggak tahu apakah
peristiwa waktu itu terjadi gara-gara kemampuanku, atau karena ada hal lain.
Yang jelas, sepertinya waktu itu kita benar-benar enggak sengaja masuk ke ruang
maya tempat sang Insinyur bekerja.”
Orabelle memandangi
Maria dengan heran.
“Kok bisa?” tanya
Orabelle.
Maria tersenyum
sembari mengangkat bahunya.
“Entahlah,” sahut
gynoid berambut hitam itu sambil nyengir lebar dan mengedipkan sebelah matanya.
“Kurasa itu akan jadi misteri lain yang bakalan menarik kalau bisa kamu
pecahkan~!”
Orabelle tersenyum
melihat sikap Maria. Meskipun keduanya punya banyak kesamaan, yaitu penuh
dengan rasa penasaran, tapi sepertinya Maria lebih mudah menerima kalau ada
banyak hal yang tidak bisa segera dijelaskan, atau bahkan sama sekali tidak ada
penjelasannya. Sedangkan Orabelle, selalu ingin tahu semua hal sampai ke detail-detailnya.
Dan itu sering membuatnya pusing sendiri.
“Nah,
untuk sekarang, sebaiknya enggak usah dipikirin dulu deh! Soalnya kita sekarang
punya tugas lain yang enggak kalah pentingnya,” ujar Maria sambil menepuk punggung Orabelle. Dia lalu mengangkut
dua tangki berisi baterai Sol cair dan memanggul dua tangki logam itu di
pundaknya. “Nah, sekarang aku pergi dulu. Kamu tahu harus ke mana kan? Kalau
bingung, tanya saja di kanal komunikasi nirkabel terbuka, nanti juga ada yang
memberitahumu.”
Tanpa
menunggu respon Orabelle, Maria tahu-tahu sudah berlari pergi sambil menggotong
dua tangki berisi baterai Sol cair di pundaknya,. Gynoid itu lalu melompat
tinggi ke atas atap gedung terdekat dan sosoknya pun tidak lama kemudian sudah
hilang dari pandangan dan meninggalkan Orabelle yang berdiri di samping
tumpukan baterai Sol dengan berbagai model dan bentuk.
Orabelle
sebenarnya masih ingin bertanya lagi, tapi ucapan Maria barusan memang benar.
Saat ini mereka punya tugas penting, yaitu membantu membawakan suplai baterai
Sol dan suku cadang untuk para petarung di garis depan yang berusaha
mempertahankan Bravaga dari gelombang serbuan Robot Liar dan mutan buas yang
mencoba masuk ke dalam kota sejak kemarin.
Kedua mata Orabelle yang berwarna
keemasan masih menerawang ke arah perginya Maria tadi. Dia masih bisa mengingat
dengan jelas sensasi menakutkan ketika dirinya seolah terbagi menjadi ratusan,
atau ribuan bagian, akibat terseret oleh arus data yang ada di ruang kerja maya
sang Insinyur. Tapi di satu sisi, entah mengapa, dia menikmati sensasi menjadi sosok
yang bisa berada di mana pun dalam waktu yang bersamaan serta mengetahui hampir
segala hal tentang kota tempat tinggalnya itu.
Meskipun
waktu itu rasanya mengerikan ... tapi Orabelle kini merasa kalau dia sempat
menggenggam kekuatan yang luar biasa dan .... rasanya ... seperti ... dia baru
saja menjelma menjadi sosok yang disebut oleh manusia sebagai Tuhan.
Ketika
memikirkan itu, Orabelle mendadak merinding sendiri. Ada sensasi menakutkan
ketika pemikiran itu terlintas di dalam otak elektroniknya. Dia pun
menggelengkan kepalanya dan berusaha menghilangkan ingatan dan pemikiran yang
menakutkan itu.
Sambil
menarik nafas panjang, gynoid Generasi Baru itu pun menepuk pipi dengan kedua
tangannya. Dia lalu mengambil kotak berisi beberapa silinder baterai Sol dan
suku cadang tubuh dari tumpukan terdekat.
“Baiklah! Saatnya
bekerja lagi!” seru Orabelle sambil mengambil ancang-ancang, kemudian berlari
sekuat tenaga melintasi kota Bravaga.
~FIN?~
red_rackham
2020
Comments