Posts

Showing posts from 2016

11th Spiral: End of Dream

“Kalau kau membaca surat ini, itu artinya kau tahu ini adalah saat yang tepat untuk membaca pesan terakhir, sekaligus satu-satunya bantuan yang bisa kuberikan untuk membalas jasa-jasamu. Tidak perlu bersedih atau merasa bersalah. Saat pertama kali aku bertemu denganmu, aku tahu kalau akhir hidupku sudah dekat dan aku tahu kau akan membutuhkan bantuanku di saat aku sudah tidak lagi bisa membantumu secara langsung. Saat ini kau pasti sedang bingung karena tiba-tiba saja kau terbangun dan mendapati dirimu sedang berdiri di peron kereta api yang berada di tengah hutan rimba. Tidak perlu takut. Tidak lama setelah kau selesai membaca pesanku, sebuah kereta uap akan datang dan menawarkan tumpangan. Berikan karcis yang ada di saku kanan celanamu kepada sang kondektur, kemudian naiklah ke dalam kereta, lalu kau akan sampai di tempat tujuanmu selanjutnya. Aku tahu ini membingungkan. Aku tahu kau juga ketakutan. Tapi percayalah, kau tidak pernah sendirian dan bantuan akan datang pada saa...

10th Spiral: Primordial Beats

Ketika aku mengendarai motorku menyusuri sudut-sudut kota Jakarta, aku menyadari kalau tidak banyak orang yang mengingat kalau kota ini sudah sangat tua. Maklum saja, kemegahan gedung-gedung pencakar langit, barisan kendaraan bermotor di jalanan, serta semua ingar-bingar kehidupan modern telah menutupi usianya yang sesungguhnya. Laju kehidupan yang begitu cepat dan tak kenal ampun juga membuat orang jarang berhenti dan memikirkan masa lalu ibukota Indonesia ini. Biarpun begitu, tapi setidaknya kota yang menjadi ibukota negara Indonesia ini sekarang sudah berusia lebih dari empat ratus delapan puluh tahun. Usia yang sangat tua bagi ukuran manusia, tapi masih begitu muda bagi kota ini. Hanya saja, terkadang aku merasa kalau itu bukan usianya yang sesungguhnya. Kota ini, bukan, seluruh wilayah ini jauh, jauh lebih tua dari seluruh peradaban manusia. Sayang tidak banyak yang menyadari soal itu. Ah, tapi itu tidak penting sekarang. Soalnya yang penting adalah setiap kali kota ini...

Everyday Adventure XII: Mother

Everyday Adventure XII (Mother) Kalau ada satu hal yang tidak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang pernah berkunjung ke kota Bravaga, pastinya itu adalah sebuah menara tinggi besar yang berdiri tepat di pusat kota. Central Tower. Menara yang sekaligus menjadi jantung kehidupan kota Bravaga adalah salah satu karya terakhir dari ras manusia yang sudah lama punah akibat Catastrophy. Menara tinggi yang menantang langit itu adalah bukan hanya sekedar sebuah monumen. Jauh di dasar bangunan megah itu, terdapat sebuah pabrik canggih yang dikendalikan oleh sebuah kecerdasan buatan yang disebut oleh warganya dengan panggilan: Mother. Tentu saja nama itu bukan hanya sekedar panggilan sayang dari warga kota, nama itu juga menunjukkan bahwa Mother adalah ibu dari sebagian besar robot berteknologi Cyberbrain yang hidup di Bravaga. Pasalnya banyak robot yang tinggal di kota itu merupakan generasi lama yang dibangkitkan kembali, diperbaiki, atau bahkan dibuat ulang oleh Mother. It...

Everyday Adventure XI: Cloud Fish

Everyday Adventure XI (Cloud Fish) Hari itu kota Bravaga terlihat berbeda dari biasanya. Kota yang sepenuhnya dihuni oleh robot dan mesin itu terlihat begitu hijau dan dipenuhi dengan bunga yang berwarna-warni. Semak belukar terlihat menghiasi jalanan utama yang membelah kota, sementara beberapa pohon tinggi terlihat bertengger dengan posisi tidak wajar di beberapa sudut kota. Beberapa di antara mereka bahkan terlihat seolah sedang setengah memanjat bangunan-bangunan kota yang terbuat dari beton dan baja. Bukan. Kota para robot ini bukannya sudah ditinggalkan oleh penghuninya dan kemudian berubah menjadi hutan belantara, seperti nasib kota-kota lain di sekitarnya. Hanya saja, untuk kali ini, hutan belantara lah yang ‘mendatangi’ kota Bravaga. Pohon, semak, dan tanaman menjalar yang baru saja menginvasi kota itu tidak lain adalah ‘Travelling Trees’, atau ‘Pohon Pengembara’, yang kadang juga disebut sebagai ‘Tumbuhan Berjalan’. Tentu saja kemunculan mereka tidak lengkap ...

9th Spiral: Thunderclap

Ada yang bilang kalau cuaca di jaman sekarang ini susah ditebak perilakunya. Bisa jadi pagi hari hujan deras, kemudian siangnya matahari bersinar dengan terik, diikuti dengan gerimis di sore hari, dan hujan angin di malam hari. Apalagi cuaca di kota Jakarta. Sudah tidak aneh lagi ketika di satu sisi kota sedang dilanda hujan lebat disertai angin kencang, tapi di kota satelit terdekat sama sekali tidak ada tanda-tanda akan hujan. Cuaca lokal yang sulit diprediksi –dan menyebalkan– sudah bukan lagi hal baru bagiku. Sudah sering aku berkendara dalam dua sampai tiga tipe cuaca sekaligus hanya dalam rentang waktu beberapa jam saja. Mungkin itu sebabnya sekarang ini televisi sudah hampir tidak pernah lagi menampilkan yang namanya ramalan cuaca, sebab ramalan itu hampir bisa dipastikan akan meleset. Yah, sebagai gantinya sih sekarang aku bisa menggunakan aplikasi di smartphone untuk melihat ramalan cuaca setiap hari, tapi tetap saja hasilnya sering salah total. Seperti sekarang m...