Everyday Adventure X
Everyday Adventure X
(Sahabat)
Buggy merayap melintasi jaringan pipa-pipa logam yang
terbentang sepanjang puluhan kilometer di bawah kota Bravaga. Robot dengan
wujud mirip kecoa raksasa itu sesekali berhenti dan memeriksa kondisi kabel
serat optik yang berada tepat di tengah pipa logam yang sedang dia jelajahi.
Beberapa kali dia juga sempat memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil yang mulai
terlihat di jaringan kabel yang sudah berumur ratusan tahun itu.
Sebagai robot yang dirancang untuk melakukan perbaikan di
area yang sulit dijangkau robot lainnya, setiap beberapa hari sekali Buggy dan
teman-temannya melakukan penjelajahan menembus labirin pipa dan terowongan di
bawah kota Bravaga. Meskipun tugasnya terkesan sepele, tapi kerusakan-kerusakan
kecil di jaringan pipa seperti ini dapat berakibat fatal. Bayangkan saja bila
kerusakan itu terjadi di jaringan pipa energi. Kalau tidak segera diperbaiki,
bisa-bisa kerusakan kecil itu kelak akan menimbulkan masalah besar.
“Buggy, sudah selesai dengan sektor E-137?”
Buggy menoleh dan melihat sebuah robot serangga merayap
menghampirinya. Berbeda dengan dirinya yang berwujud mirip kecoa raksasa, robot
yang satu ini berwujud mirip laba-laba raksasa bertubuh hitam, lengkap dengan
lukisan tengkorak merah di atas perutnya.
“Belum. Nanti kukerjakan habis yang ini,” sahut Buggy.
“Kau sendiri gimana, Nigel?
“He he he... kalau aku sih sudah selesai,” balas Nigel
sambil memainkan beberapa buah sekrup kecil dengan kaki-kakinya. “Jadi sekarang
aku boleh pulang duluan kan?”
Buggy menepuk kepala Nigel dengan satu kakinya.
“Ya udah, pulang sana! Jangan lupa kasih salam pada Rover
dan Surkesh kalau ketemu mereka ya~!” Buggy berkomentar sambil mendorong Nigel
menjauh darinya. “Nah, sekarang jangan ganggu aku lagi ya, nanti kerjaanku ini
enggak selesai – selesai nih.”
“Siap, bos~!” Nigel menyahut sambil merayap pergi
melewati salah satu terowongan di atas Buggy. Tidak lama kemudian, sosok robot
bekas serdadu perang kimia itu sudah menghilang di kegelapan sana. Tinggallah
Buggy sendirian yang masih saja sibuk menyambungkan beberapa kabel serat optik
yang terputus, entah karena apa.
Sejenak Buggy berhenti bekerja dan menarik nafas panjang.
Dia ingin segera menyelesaikan tugasnya secepat mungkin. Walaupun hari masih
siang, tapi dia tidak mau berlama-lama berada di bawah tanah seperti ini.
Soalnya dia sudah janji pada Maria untuk bertemu di perpustakaan kuno kota
Bravaga.
Beberapa waktu lalu, Maria dan Ryouta pergi menemui
Ganymedes untuk mengantarkan pesanan Automa di dalam pesawat penjelajah angkasa
itu. Ketika pulang, Maria langsung menceritakan semua yang dialaminya pada
Buggy, kemudian memintanya untuk membantu mencari semua buku-buku tua yang
berhubungan dengan sejarah perjalanan luar angkasa ras manusia.
Tentu saja itu membuat Buggy jadi semakin bersemangat.
Sebenarnya sejak Maria menemukan perpustakaan kuno di salah satu sudut kota
Bravaga, dia jadi lebih kalem dan banyak menghabiskan hari-harinya bersama
Trisha sang penjaga perpustakaan. Sebenarnya memang bagus kalau gynoid itu
mulai berhenti membuat masalah, tapi diam-diam Buggy merindukan saat-saat
ketika dirinya dan Maria membuat onar bersama-sama. Meskipun tahu tindakan
mereka itu tidak baik, Buggy menyukai sensasi mendebarkan yang membuat
generator tubuhnya berdentum-dentum penuh semangat.
Ah, ayo kerja biar cepat selesai dan cepat main! Seru Buggy dalam hati.
Dia lalu bergegas menyelesaikan pekerjaannya secepat dan
secermat yang dia bisa. Kaki-kaki Buggy bergerak cepat selagi dia menyambungkan
serat demi serat kabel yang putus dengan ketepatan tinggi. Hanya butuh beberapa
menit baginya untuk menyelesaikan tugas itu.
“Nah, sekarang tinggal pergi ke sektor E-137, mengecek
pipa energi Sol di sana, terus pulang deh~!”
Buggy berseru gembira pada dirinya sendiri. Dia lalu
bergegas merayap menuju lokasi pekerjaan selanjutnya. Namun belum jauh dia
pergi, tiba-tiba seluruh terowongan tempatnya berada mulai bergetar. Awalnya
pelan, namun beberapa detik kemudian getaran itu berubah menjadi begitu
dahsyat, sehingga langit-langit terowongan mulai runtuh.
Tanpa basa-basi, Buggy menerjang maju dan mengaktifkan
mesin terbangnya. Dia tidak peduli meskipun tubuhnya berkali-kali terbentur dan
jungkir balik, yang penting dia bisa segera keluar dari dalam terowongan ini. Tubuh
robot kecoa itu melesat cepat di dalam terowongan sempit, namun tiba-tiba saja
Buggy merasa ada sesuatu yang membentur tubuhnya. Dia pun terpelanting keras
dan langsung tidak sadarkan diri.
****
“Uuuhh... apa – apaan itu tadi?”
Buggy mendadak terbangun di tengah kegelapan. Selama beberapa
detik, sistem-nya melakukan pengecekan singkat terhadap kondisi tubuhnya.
Dengan ngeri robot itu menyadari kalau dua kaki kirinya terjepit sebuah batu
besar, sementara sayap kanannya hancur sama sekali. Beruntung sistem
penglihatan malam milik Buggy masih berfungsi, sehingga dia masih bisa melihat di
mana dia berada.
Saat ini robot itu sedang berada di sebuah lorong luas
yang tampak sangat kuno. Tidak jauh darinya, Buggy melihat ada beberapa pasang
rel logam yang sudah berkarat dan hancur. Sebuah benda logam berbentuk silinder
panjang terlihat tergeletak di salah satu sudut ruangan. Dengan segera Buggy
tahu dia berada dalam sebuah terowongan kereta bawah tanah kuno, yang hanya
pernah dia dengar dari cerita-cerita saja.
“Kalau Maria ada di sini sekarang, dia pasti girang bukan
main,” ujar Buggy sambil berusaha melepaskan diri dari batu yang menghimpit
kaki-kakinya. Sayangnya usahanya itu sia-sia. Batu yang menindih dua kakinya
itu terlalu berat. Dia hanya punya dua pilihan sekarang, diam menunggu ada yang
datang menyelamatkan dirinya, atau membebaskan diri dengan mengorbankan dua
kakinya.
Sejenak Buggy memandang ke sekelilingnya. Jaringan
terowongan kereta bawah tanah di kota Bravaga sudah tidak pernah dipakai sejak
Catastrophy melanda ratusan tahun lalu. Sebab ini adalah peninggalan bekas kota
Megapolitan yang masih berdiri di selatan kota. Oleh karena itu, tidak ada satu
pun jalan masuk ke tempat ini dari dalam kota, sehingga rasanya tidak akan ada
robot yang datang kemari untuk mencarinya. Jadi... pilihan paling masuk akal
saat ini adalah membebaskan diri, meski harus kehilangan dua dari enam kaki
yang dimilikinya.
Jangan banyak berpikir! Ayo gerak!
Buggy berseru dalam hati sambil menebas dua kakinya yang
terjepit dengan pisau laser mungil di salah satu kakinya. Segera setelah
terbebas, robot itu kembali memandang ke sekeliling sambil berusaha
mengaktifkan sistem navigasinya. Dia juga mencoba mengaktifkan sistem sinyal
darurat, dengan harapan akan ada yang menangkap sinyal itu dan
menyelamatkannya. Namun sayangnya semua sistem itu tidak banyak berguna di
bawah sini. Akhirnya Buggy mematikan sistem navigasinya untuk menghemat energi,
namun dia tetap membiarkan pemancar sinyal daruratnya tetap menyala. Tapi tanpa
sistem navigasi, kini Buggy terpaksa mengira-ngira ke mana dia harus pergi.
Karena tidak mau buang-buang waktu dan energi, Buggy segera merayap menyusuri
lorong yang dia pikir akan mengarah ke pintu keluar.
Entah sudah berapa lama Buggy berputar-putar, namun dia
tidak juga menemukan pintu keluar.
Akibat benturan yang dia terima tadi, ternyata tidak
hanya kaki dan sayapnya yang rusak. Robot itu menyadari kalau sistem jam
internalnya tidak berfungsi, begitu pula dengan meteran energinya. Itu membuat
Buggy tidak tahu kapan baterai Sol dalam tubuhnya itu akan kehabisan energi dan
mati.
Aku harus segera keluar dari sini!
Buggy kembali berseru pada dirinya sendiri sambil
mengambil jalan lain, setelah dia menemui jalan buntu untuk kesenian kalinya.
Tapi sepertinya tidak peduli berapa kali pun dia mencoba, labirin bawah tanah
ini seolah tidak ada habisnya.
Sejenak Buggy terdiam dan menutup matanya. Dia
membayangkan sosok Maria dan Ryouta yang sedang menunggunya di luar sana.
Keduanya pasti khawatir bukan main kalau menyadari dirinya sedang terkubur di bawah
sini. Sambil terus membayangkan sosok kedua temannya itu, Buggy kembali bangkit
dan terus berjalan menyusuri labirin.
****
“Ryouta, mau dikasih nama apa gynoid yang satu ini?”
“Maria.”
“Maria?”
“Ya. Maria. Itu nama kuno dari yang seseorang yang melahirkan
cahaya pencerah bagi orang lain. Aku ingin gynoid ini jadi seperti itu.”
“Hmm... Aku enggak tahu siapa itu. Tapi nama itu kedengarannya
bagus. Maria ya?”
“Ya. Maria.”
“Ah. Sistemnya sudah siap. Lihat, dia sudah bangun tuh~!”
Buggy mengulurkan kaki-kaki mungilnya pada gynoid
berambut hitam yang baru selesai dibuat dan diaktifkan oleh Mother itu.
“Halo Maria, namaku Buggy. Salam kenal ya~!”
“Ha... halo... namaku Maria ya? Kalau begitu... salam
kenal juga, Buggy.”
Kemudian gynoid itu tersenyum lembut, dan itu adalah
sesuatu yang tidak akan pernah Buggy lupakan sampai kapan pun.
****
Ketika membuka matanya lagi, Buggy dengan ngeri menyadari
kalau sistemnya baru saja masuk ke dalam safe-mode.
Itu menandakan kalau sisa energi dalam baterai Sol-nya tidak akan bertahan
lebih lama lagi.
Memang aneh, tapi jika robot berteknologi cyber-brain mengalami kekurangan energi,
maka akan terjadi semacam kebocoran memori. Saat terjadi, otak elektronik robot
itu akan mulai memutar kembali ingatan masa lalu yang dianggap ‘paling kuat’.
Kata kakek Tesla, fenomena itu disebut ‘halusinasi’.
Konon manusia juga sering mengalami hal semacam itu kalau sedang berada dalam
kondisi kekurangan energi. Hanya saja Buggy tidak paham kenapa hal seperti itu
bisa dialami oleh robot juga.
Yang jelas, kini Buggy tahu kalau dia benar-benar dalam
situasi genting.
Semua jalan yang bisa dia temukan sudah dijelajahi, dan
tidak satu pun yang mengarah ke luar terowongan ini. Sepertinya semua pintu
keluar sudah lama tersegel, atau disegel. Beberapa jelas terlihat sudah runtuh,
entah karena perang, Catastrophy, atau karena dimakan waktu. Sementara sisanya
jelas-jelas disegel dengan beton padat.
Benar-benar tidak ada jalan keluar sama sekali.
Pikiran itu mulai menghantui Buggy, dan dia pun mulai
merasa ketakutan. Meskipun dia tidak seperti Maria atau Ryouta yang dibekali
simulator emosi yang kuat, tapi sepertinya rasa takut itu bisa juga menghampiri
robot dengan cyber-brain yang lebih sederhana seperti Buggy.
Namun Buggy bukannya takut mati dan terlupakan di dalam
terowongan seperti ini, dia takut dirinya tidak bisa lagi melihat wajah ceria
Maria, atau mendengar gerutuan Ryouta. Dua hal itulah yang anehnya paling dia
takuti saat ini.
“Jangan menyerah! Pasti ada jalan lain!”
Buggy berseru pada dirinya sendiri. Suara seruannya
terdengar terpantul-pantul di dalam dinding terowongan, sehingga seolah-olah
ruangan gelap itu dipenuhi oleh banyak robot yang berseru bersahut-sahutan.
Tanpa banyak buang waktu lagi, Buggy kembali bergerak
mencari jalan lain yang mungkin dia lewatkan tadi. Namun kali ini dia merasa
kalau tubuhnya terasa semakin berat dan sulit digerakkan. Dengan segera Buggy
menyadari kalau baterai Sol dalam tubuhnya sudah benar-benar di titik kritis.
Karena kerusakan jam internal dan pengukur energi baterai, Buggy tidak tahu
sudah berapa lama dia terperangkap di bawah sini. Menurut dugaannya, paling
tidak sudah hampir satu minggu dia berputar-putar dalam terowongan gelap ini,
dan itu sangat tidak bagus. Soalnya baterai internal Buggy hanya dirancang
untuk bertahan selama satu minggu sekali pengisian penuh. Itu berarti, saat ini
hanya tinggal menunggu waktu sampai dia kehabisan energi dan ‘mati’.
Jangan dulu! Tidak sekarang!
Buggy menjerit dalam hati ketika menyadari kaki-kakinya
sudah semakin sulit digerakkan. Butuh usaha keras untuk menggerakkan kaki-kaki mungilnya itu. Pada saat yang sama,
pandangan matanya juga mulai berkelip-kelip. Entah apakah sistem pandangan
malam miliknya akhirnya berhenti bekerja, ataukah itu tanda bahwa seluruh
sistem tubuhnya akan segera padam.
Buggy tidak tahu.
Dia tidak mau memikirkan akhir hidupnya yang akan
tergeletak seorang diri di tempat gelap dan menakutkan seperti ini.
Dia tidak mau membayangkan dirinya tidak akan pernah
bertemu lagi dengan Maria, ataupun Ryouta.
Dia tidak mau membayangkan dirinya tidak lagi berada di
samping kedua temannya itu selagi mereka melakukan hal-hal menarik seperti
biasanya.
Dia tidak mau sendirian di tempat ini.
Buggy ingin pulang!
Untuk ke sekian kalinya, Buggy menjerit dalam benaknya
sambil terus memaksakan tubuhnya untuk bergerak maju.
****
“Yakin nih kakek mau membiarkan Mother menghidupkan
kembali robot yang satu ini?”
“Memangnya kenapa, Buggy? Ada yang salah?”
“Eeh... enggak sih. Tapi dia keliatan seram. Yang satu
ini bekas robot perang kan? Apa namanya sih itu?”
“Guardia.”
“Ya! Itu. Guardia! Bukannya itu sama aja dengan senjata
yang katanya menghancurkan kota di selatan Bravaga ya? Apa sih namanya itu?”
“Machina, Buggy. Dan tidak. Yang satu ini bukan mesin penghancur.
Ya. Dia dulunya juga senjata, tapi bukan mesin yang diciptakan untuk
menghancurkan. Yang satu ini adalah pelindung. Konon dia dulu bertugas
melindungi kompleks peluncuran armada luar angkasa sebelum Catastrophy tiba.”
“Hmm... begitu ya?”
Buggy merayap naik ke atas dada android bermata satu dan
bertubuh besar, yang masih terbaring tidak sadarkan diri itu.
“Apa dia udah punya nama?”
“Ya. Waktu kami mencoba menghidupkan kembali
cyber-brain-nya. Dia bilang namanya Ryouta.”
“Ryouta ya?”
Buggy memandangi android yang tubuhnya masih belum
lengkap itu. Dia lalu mengetuk dahi Ryouta dengan satu kakinya yang mungil.
“Kalau kau bangun nanti, aku mau jadi temanmu deh, big-boy~!”
****
Buggy terbangun dengan tiba-tiba dan menyadari dia baru
saja bermimpi soal hari pertamanya bertemu dengan Ryouta, yang saat itu sedang
dibangkitkan ulang oleh Mother. Selain itu, Buggy juga menyadari kalau dia
sekarang sedang terbaring lemas di dekat ujung terowongan yang sudah runtuh.
Tidak butuh waktu lama baginya untuk tahu, saat-saat akhirnya sudah tiba.
“Jadi begini nih akhir Buggy?” ujarnya pada dirinya
sendiri. “Tersesat dan tidur sendirian di tempat seperti ini... jauh dari
kalian berdua?”
Tanpa sadar Buggy menangis. Meskipun tidak memiliki mata
yang didesain untuk menangis, tapi luapan emosi yang dia rasakan dalam dirinya
tidak bisa dibendung. Suara isak tangis kecil terdengar bergema di dalam lorong
gelap tempatnya berbaring itu.
“Aku ingin bertemu kalian lagi! Aku ingin bermain dengan
kalian lagi! Aku enggak mau di sini sendirian!” Buggy akhirnya menjerit sekuat
tenaga, meski sadar tidak ada satu pun yang akan mendengar jeritannya itu.
“RYOUTA! MARIA! TOLONG AKU!!”
Selama beberapa saat, suaranya bergema di dalam lorong
gelap tempatnya terbaring lemah. Buggy tahu dia seharusnya tidak berharap
banyak, sebab tempat ini benar-benar jauh dari mana-mana.
“Buggy~~~!”
Samar-samar Buggy seolah mendengar suara yang begitu
familier di telinganya. Awalnya dia mengira itu hanya halusinasi-nya yang
hampir kehabisan energi. Tapi lama kelamaan, suara itu terdengar semakin jelas.
“Buggy~~!!”
Kali ini Buggy langsung membuka matanya dan memandang ke
segala arah. Tidak salah lagi! Itu suara Maria!
“Maria!!” Buggy berseru sekuat tenaga.
“Buggy?! Kau masih hidup?! Syukurlah!”
Suara seruan Maria terdengar nyaring, tapi Buggy tidak
bisa melihat di mana gynoid itu berada.
“Maria? Di mana kau?” Buggy membalas seruan Maria sambil
terus mencari dari mana asal suara gadis robot itu.
“Ryouta! Dia ada di balik sini! Yang ini lebih tipis, pasti
bisa ditembus sekali hantam!”
“Kalau begitu, minggir!”
Buggy mendengar suara Ryouta dari dinding reruntuhan yang
berada tidak jauh di samping tempatnya terbaring. Beberapa saat kemudian, dia
mendengar suara dentuman-dentuman dahsyat yang membuat seluruh terowongan
terasa bergetar. Tadinya Buggy takut kalau langit-langit terowongan akan runtuh
lagi, dan kali ini akan menimpanya yang sudah tidak bisa bergerak lagi.
“Buggy~! Kau tidak apa-apa?” Maria kembali berseru di
tengah-tengah suara dentuman keras yang bergema di seluruh terowongan. “Ayo,
Ryouta! Jangan kelamaan! Lebih keras lagi!”
Sekilas Buggy seperti mendengar suara gerutuan tidak
jelas dari Ryouta.
“Agak sedikit rusak sih, tapi aku baik-baik saja!” Buggy
berbohong agar kedua temannya itu tidak terlalu khawatir dengan dirinya.
“Syukurlah!” seru Maria lagi. “Jangan ke mana-mana ya~!
Kami segera datang!”
Komentar Maria membuat Buggy tertawa kecil. Pada saat
yang sama, dia juga merasa begitu lega ketika mengetahui nasibnya tidak akan
berakhir dengan tragis. Dia juga bersyukur karena masih bisa bertemu dengan
kedua sahabatnya itu.
“Keras sekali!” Buggy mendengar Ryouta mengeluh, tapi
dengan segera dijawab oleh Maria.
“Kalau begitu, pakai kekuatan penuh dong! Kau ini kuat
kan!” protes Maria.
Beberapa saat kemudian suara dentuman-dentuman keras yang
tadi terdengar mendadak berhenti begitu saja. Namun sedetik kemudian, dinding
reruntuhan beton dan tanah yang berada dekat dengan Buggy tiba-tiba hancur
begitu saja. Serpihan bebatuan berhamburan ke segala arah, sementara debu tebal
langsung menutupi pandangan.
“BUGGY~!!”
Buggy tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya
ketika melihat sosok Maria berlari menghampirinya dari balik kepulan debu.
Tubuh gynoid itu terlihat kotor dan berdebu, serta ada beberapa goresan dalam
di beberapa bagian tubuhnya. Di belakangnya, terlihat sosok Ryouta, yang juga
tidak kalah kusam dan kotor dibandingkan Maria. Bahkan android bekas mesin
perang itu terlihat dipenuhi goresan dalam, penyok. Jaket hijau kesayangannya
juga lebih mirip kain rombeng sekarang karena dipenuhi lubang dan bekas
robekan.
Buggy ingin sekali memanggil nama kedua temannya itu,
namun sepertinya energinya benar-benar sudah habis, sehingga dia tidak bisa
berbuat apa-apa.
“Oh tidak! Dia kehabisan energi! Ryouta!” Maria berseru
panik ketika melihat Buggy sudah tergolek lemah dan tidak bisa lagi membalas
ucapannya.
Tanpa basa-basi, Ryouta menyingkapkan jaket kesayangannya
yang kini lebih mirip kain rombeng, serta mengeluarkan beberapa kabel dari
panel yang terbuka dekat dada kirinya. Dia menyerahkan kabel itu kepada Maria,
yang langsung menyambungkannya dengan tubuh Buggy. Hanya butuh waktu beberapa
detik bagi generator nuklir Ryouta untuk menyuplai energi untuk generator Sol
di tubuh Buggy. Namun sepertinya usahanya itu tidak membuahkan hasil, Buggy
masih saja tidak bergeming.
“Buggy~! Jawab aku, Buggy~!” Maria masih terdengar panik
karena Buggy masih belum bisa menjawab panggilannya. Dia lalu menoleh ke arah
Ryouta. “Ryouta! Buggy... !!”
Ryouta tidak mengatakan apapun. Android itu hanya
mengangkat tubuh Buggy dan memeluknya dengan lembut. Dia lalu memandangi
Ryouta, yang kini sedang menangis melihat kondisi tubuh Buggy yang terlihat
rusak berat.
“Dia tidak mati kan?” tanya Maria sambil mengusap air
matanya. “Dia masih bisa diperbaiki kan?”
Ryouta mengangguk dan mengusap kepala Maria.
“Ya. Dia akan selamat,” sahutnya. “Sekarang, ayo kita
bawa dia ke Mother untuk diperbaiki.”
Maria langsung bangkit dan berjalan mendahului Ryouta.
Sambil berjalan, Ryouta memandangi sosok robot kecoa yang
berada dalam dekapannya itu. Rasanya menyedihkan melihat sosok pertama, yang
dilihatnya sewaktu bangkit kembali itu, kini dalam kondisi rusak parah.
“Kau bisa tenang sekarang. Kami sudah ada di sini.”
Seandainya dia punya mulut, Buggy ingin sekali tersenyum
pada sahabatnya itu.
****
Hanya butuh waktu kurang dari dua hari bagi Mother untuk
bisa memperbaiki semua kerusakan di tubuh Buggy. Ketika dia sudah kembali
sadar, Buggy menyadari kalau ada banyak robot lain yang ikut mendapatkan
perbaikan. Awalnya dia tidak tahu kenapa, tapi kakek Tesla kemudian
menceritakan soal hujan meteor yang tiba-tiba menghantam kota Bravaga.
Sebenarnya itu bukan hal baru, sebab beberapa puluh tahun lalu, hal serupa juga
pernah terjadi di kota ini. Untung tidak ada robot yang jadi korban dalam hujan
meteor kali ini, sebagian besar hanya mengalami kerusakan ringan. Memang ada
yang mengalami kerusakan berat seperti Buggy. Namun berkat Mother, semuanya
kini bisa diselamatkan.
“Bagaimana keadaanmu?”
Buggy menoleh mendengar namanya dipanggil dan melihat
sosok android besar bermata satu, yang tidak lain adalah Ryouta. Mantan Guardia
itu berdiri tegak di samping Buggy yang sedang bertengger di pagar pembatas.
Keduanya saat ini berada di lantai paling atas Menara Memori yang berdiri tidak
jauh dari Central Tower. Anehnya, tempat ini sama sekali luput dari terjangan
hujan meteor dan masih benar-benar utuh.
“Baik.” Buggy menyahut sambil menepukkan dua kaki
depannya. “Bahkan kayaknya Mother memperbarui beberapa bagian tubuhku deh.
Tubuhku sekarang terasa lebih ringan loh~!”
Ryouta menghela nafas lega.
“Baguslah kalau begitu,” ujarnya sambil memandang ke arah
sekelompok robot yang sedang sibuk memperbaiki tempat tinggalnya.
Selama beberapa saat, kedua robot itu terdiam dan hanya
memandang ke kejauhan.
“Kau tahu? Waktu kudengar dari Nigel kalau kau terjebak
dalam terowongan, aku benar-benar panik.”
Tiba-tiba Ryouta bicara tanpa menoleh ke arah Buggy.
“Maria juga begitu. Dia malah yang pertama kali nekat
ingin terjun ke dalam terowongan bawah tanah untuk mencarimu. Untungnya bisa
kucegah. Coba bayangkan kalau dia ikut terjebak, siapa yang bakalan repot.”
Ryouta kembali melanjutkan ucapannya, kali ini sambil menutupi wajahnya dengan
sebelah tangan. “Kalau boleh jujur, aku juga merasa begitu. Kalau tidak dicegah
Arslan dan kakek Tesla, sebenarnya aku ingin sekali membongkar semua jalur
terowongan di bawah kota ini untuk menemukanmu.”
Sejenak Ryouta kembali terdiam. Dia lalu menoleh ke arah
Buggy, yang balas menatap ke arahnya dengan kedua mata bulatnya.
“Kau tidak akan percaya betapa gembiranya kami waktu
mendeteksi sinyal daruratmu waktu itu,” sambung Ryouta lagi. “Aku bahkan tidak
peduli kalau harus menerjang masuk ke sarang robot liar untuk menjangkau
tempatmu waktu itu. Yang kupedulikan saat itu adalah menyelamatkanmu.”
Kedua mata Buggy yang bulat penuh seolah menjadi semakin
lebar mendengar penuturan Ryouta. Jadi itu alasan kenapa waktu itu tubuh Ryouta
terlihat penuh luka goresan dan penyok! Buggy tidak percaya android itu sampai
berbuat seperti itu demi menyelamatkannya.
“Aku... jadi merasa bersalah...” gumam Buggy.
Ryouta menepuk tubuh Buggy dengan sebelah tangannya yang
besar.
“Tidak usah merasa bersalah. Bukan salahmu kau terjebak
di sana,” ujar Ryouta. Selama beberapa saat, dia kembali terdiam sambil
menggaruk belakang lehernya. “Lagi pula... tidak mungkin aku dan Ryouta
membiarkan sahabat baik kami berada dalam bahaya tanpa berbuat apapun.”
Ucapan Ryouta langsung membuat Buggy terharu. Gejolak
emosi kembali melejit dari dalam tubuh robot kecoa itu.
“Ryouta~~! Kau memang sahabatku~!!”
Buggy berseru nyaring sambil melompat dan memeluk wajah
besar Ryouta, dan membuat android besar itu terkejut bukan main.
“Kalian ngapain sih?”
Tiba-tiba Maria muncul dari balik tangga spiral yang
mengarah ke dasar Menara Memori. Gynoid itu terdiam beberapa saat, namun
kemudian dia langsung tertawa terpingkal-pingkal. Soalnya wajah Ryouta yang
sedang dipeluk Buggy, mirip seperti adegan film horor kuno tentang monster
alien yang pernah dia lihat waktu mengunjungi Ganymedes.
Suara tawa Maria yang nyaring dan merdu menggema di
seluruh Menara Memori, sehingga seolah-olah menara itu kembali dipenuhi oleh
kebahagiaan. Dan tentu saja itu benar, saat ini Buggy sedang benar-benar
bahagia karena mengetahui kalau dua sahabatnya itu benar-benar menyayanginya,
dan bahkan rela berkorban demi dirinya. Meskipun tahu kalau hidupnya, serta
hidup kedua sahabatnya itu tidak abadi, namun Buggy percaya kalau persahabatan
mereka akan terus berlangsung selamanya.
Kenapa dia bisa tahu itu? Buggy sama sekali tidak
mengerti.
Yang jelas, saat ini dia tidak mau memikirkan apapun,
selain bertemu dan bermain bersama Ryouta dan Maria, dua sahabat sejatinya itu.
****
~FIN?~
red_rackham 2014
Comments